Wrashpati 06 Oktober 2016, pada hari itu penulis dijemput
dua punggawa Garda Wilwatikta Tado Singkalan yaitu mas Eko Finda Jayanto danmas
Abdul Aziz Samsudin untuk melakukan penelusuran di daerah utara Sungai Brantas atau biasa disebut Brang
Lor.
Semingguan yang lalu terdengar adanya temuan struktur
pondasi bata kuno di Dusun Gapuro Desa Mojojajar Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto,
yang ditemukan oleh para pekerja ketika menggali tanah untuk menanam semacam cor
(sepatu besi) dalam pembangunan pondasi Polindes.
 |
Penemuan situs di Gapuro-Mojojajar |
Para pekerja dan warga Gapuro menggali pada dua titik, yang
pertama hanya beberapa centimeter saja telah menemukan bata-bata yang berukuran
besar, karena penasaran warga meneruskan penggalian sehingga mereka menemukan
struktur pondasi bata.
 |
Struktur bata kuno |
Atas temuan ini warga melaporkannya kepada pemerintah Desa Mojojajar
yaitu kepada Kepala Desa. Setelah melihat temuan di lapangan Kepala Desa Mojojajar
segera memerintahkan agar pembangunan pondasi polindes dihentikan, begitulah
ceritanya sehingga berita itu menyebar lewat media sosial.
Karena ingin melihat langsung temuan tersebut maka kami
bertiga segera berangkat menuju lokasi di daerah Kecamatan Kemlagi Kabupaten
Mojokerto. Karena sebelumnya mas Aziz
sudah ke sana akhirnya kami tidak kesulitan menuju temuan struktur bata di Dusun
Gapuro tersebut.
 |
Garis polisi disekeliling temuan situs |
Kami bertigapun tiba di Dusun Gapuro, disana tampak ada beberapa
orang warga yang berjualan makanan ringan dan minuman. Terdapat tali pembatas
di sekeliling temuan situs, dan juga ada semacam papan nama di sana.
 |
barang dagangan seorang penjual disekitar temuan situs |
Mas Eko sedang berdialog dengan ibu penjual minuman, sementara
mas Aziz sedang mengambil dokumentasi di lokasi temuan yang ternyata sudah ada
penggalian baru di sebelah selatan. Ada dua titik penggalian yang keduanya
terdapat banyak bata-bata kunonya.
 |
Temuan pertama |
 |
Temuan kedua |
 |
Temuan ketiga |
Di tengah-tengah asyiknya kami mengambil dokumentasi
datanglah seorang warga anggota LPM desa setempat, kamipun berdialog dengan
warga tersebut.
 |
mas Agus S. berdialog dengan warga Gapuro |
 |
mas Eko Jayanto berdialog dengan warga Gapuro |
Kami menanyakan bagaimana proses penemuan juga berita
tentang rencana penutupan temuan ini oleh Kepala Desa setempat dan pihak BPCB
Trowulan dengan alasan bahwa temuan di Dusun Gapuro ini kurang memiliki nilai
sejarah.
 |
Bata kuno yang masih melekat dari penemuan situs |
Ternyata warga disini justru tidak mendengar berita yang
beredar di media sosial tersebut, beliau malah dengan antusias menceritakan
guyup dan senangnya warga Gapuro dengan temuan tersebut. Warga Gapuro menurut
anggota LPM ini setiap hari terutama di malam hari selalu berkumpul di Soeko (Tempat-temuan
struktur bata itu berada di kawasan Punden Soeko yang ditandai dengan adanya
dua Pohon Soeko) untuk bersih-bersih situs dan berkenduri. Juga beberapa
pemudanya melakukan penggalian di beberapa titik untuk mengetahui persebaran
batanya.
 |
dibawah Pohon Soeko |
Mendengar keterangan warga tersebut juga dari warga-warga
lainnya yang ada di lokasi membuat kami senang, karena rasa cinta dan bangga
warga Gapuro akan temuan ini cukup tinggi. Kamipun menyaksikan banyak siswa-siswa
SD-SMP dari desa sekitar datang untuk melihat temuan situs tersebut. Dan
menurut warga yang kebetulan menjadi pengantar surat pos, hari itu telah tiba
surat dari BPCB Trowulan untuk Desa Mojojajar dan untuk Kecamatan Kemlagi. Mudah-mudahan
isi surat tersebut adalah surat keterangan dari lembaga pemerintah untuk
melakukan eskavasi dan penelitian di Dusun Gapuro ini.
Dari dialog di bawah Pohon Soeko itu kami mendapat informasi
adanya sebuah Lumpang di tengah areal persawahan, adanya sebuah Punden lain di dalam
area SMP Negeri Kemlagi. Setelah meminta izin satpam sekolah tersebut kami
bertiga masuk area sekolah untuk melihat punden tersebut, punden tersebut
terletak di sebelah selatan pintu masuk dekat dengan pagar dengan tanah yang
relatif lebih tinggi dari sekitarnya (nggumuk
kata orang). Disana kami dapati sebuah makam dengan Nisan sebuah Bata kuno, ada
bekas dupa dan pecahan bata kuno, kami menduga ada jejak peradaban yang merata
di Desa Mojojajar ini, terlebih menurut warga ada sebuah Makam yang ada di
sebelah barat desa yang konon adalah Makam Raja Buluketigo. Buluketigo adalah
sebuah kerajaan yang ada di wilayah Kecamatan Kemlagi dan Kecamatan Gedeg,
konon begitulah cerita rakyat setempat.
 |
Nisan dari bata kuno di punden Mojojajar |
Dari cerita rakyat tersebut membuat kami tertarik sehingga
kami bertiga ingin mencari tahu keberadaannya. Kamipun menuju Desa Berat Wetan,
disana ada sebuah peninggalan yang disebut Candi
Sumur Gantung.
 |
Candi Sumur Gantung |
Menurut keterangan dari Juru Pelihara Candi Sumur Gantung
ini yaitu bapak Sukanan, sebenarnya tumpukan bata kuno yang tingginya kira-kira
2.5 meter ini adalah sebuah candi namun bentuknya sudah tidak diketahui karena
ditemukan sudah dalam keadaan seperti sekarang. Situs ini dimasukkan salah satu
Situs Cagar Budaya sekitar tahun 1985. Dulunya di sekitar candi ini ditumbuhi
pohon-pohon besar seperti Beringin dan Serut bahkan di atas Candi juga
ditumbuhi beberapa pohon, namun setelah diakui BPCB pohon-pohon di atas candi
tersebut ditebang supaya tidak merusak struktur candi.
 |
Juru Pelihara Candi Sumur Gantung |
Bapak Sukanan juga sempat menceritakan kisah cerita rakyat
dibalik keberadaan candi ini. Adalah seorang putri cantik (putri dari kerajaan
Buluketigo) hendak dipersunting oleh seorang pangeran atau Raja dari Mojopahit untuk
menjadi istrinya. Raja Buluketigo meminta syarat agar pihak Mojopahit memberi
mahar dengan membuat bangunan sumur yang debit airnya lebih tinggi dari air
sungai, maka segeralah dibangun sumur tersebut.
 |
bagian atas Sumur Gantung |
Dari kisah di atas bapak Sukanan Memberikan keterangan bahwa
sebenarnya dalam pembuatan candi itu bukan mengedepankan kesaktian untuk
membuat air sumur lebih tinggi dari air sungai, justru disini menggambarkan
tingginya teknologi masa itu. Di sekitar candi dulu dikelilingi pohon-pohon yang
besar yang fungsinya adalah untuk menahan air yang ada dalam sumur (di tengah
candi) agar tetap besar debitnya. Hal inilah yang membuat debit air di sumur itu
lebih tinggi dari air sungai. Tak terbayang betapa hebatnya para ahli di zaman
dulu telah memiliki teknologi semacam itu.
 |
Bata-bata yang berserakan di Candi Sumur Gantung |
 |
mas Eko dan mas Aziz |
Lantas kami bertanya pada bapak Sukanan tentang dimana
keberadaan pusat kerajaan Buluketigo itu. Menurut peta kuno yang dibuat Belanda,
nama Buluketigo masih ada dan berada di sekitar wilayah Desa Berat Wetan dan
Berat Kulon, konon di sebuah makam di Berat Wetan masih ada sebuah umpak yang
diyakini bekas umpak kraton Buluketigo, juga konon dulu ada beberapa arcanya, namun
kini sulit dicari keberadaannya. Disamping itu dulu banyak petani setempat
kalau membajak sawah sering menemukan pecahan tembikar, bata kuno dan artefak
lainnya namun lokasi tersebut kini telah menjadi lahan pabrik.
 |
pintu masuk Candi Sumur Gantung |
Dari sedikit perjalanan melintas Brang Lor ini kami membuat
sebuah kesimpulan bahwa dulu pada zaman Mojopahit di wilayah Kecamatan Gedeg
dan Kecamatan Kemlagi atau mungkin lebih luas lagi terdapat sebuah Kerajaan Lokal
(Kadipaten atau Tanah Perdikan) yang disebut Kerajaan Buluketigo. Tentu saja
kemungkinan situs di Dusun Gapuro tersebut ada hubungannya dengan Kerajaan
Lokal tersebut, namun tentu saja semua adalah dugaan semata, lebih bagus kita
semua mengharapkan pihak yang berwenang meneliti temuan di Dusun Gapuro
Mojojajar Kemlagi Mojokerto tersebut supaya masyarakat luas bisa mengetahui
sejarah leluhurnya. Ingat Jasmerah! Jangan lupakan Sejarah!!!
Terimakasih dan mohon maaf yang sebesar besarnya bila ada
kata-kata yang salah dalam catatan kami, tiada gading yang tak retak.
Salam Nusantara...