G A R D A W I L W A T I K T A

Blog ini bertujuan sebagai wadah/sarana ilmu pengetahuan, sejarah, mitos, dan juga pencarian jejak-jejak peradaban peninggalan Kerajaan-kerajaan di Nusantara.
Silahkan bagi yang ingin mengikuti komunitas ini kita bisa belajar bersama-sama, karena kami juga sangat minim pengetahuan, dan diharapkan kita bisa sharing berbagai informasi tentang sejarah yang ada di Nusantara ini...

Laman

16 Mei 2017

Perjalanan Sore


   Adalah kisah dari Dusun Semengko, tentang leluhur yang pertama kali melakukan babat alas di Dusun Semengko. Nama beliau adalah Mbah Kaulan begitu warga Semengko menyebutkannya, di suatu tempat di tepi jalan desa ada sebuah sumur yang konon airnya tiada pernah surut walaupun diambil semua orang di Dusun Semengko,
bahkan juga dari dusun-dusun di sekitarnya air juga tidak pernah surut. Menurut keterangan warga setempat sumur tersebut dulu bentuknya bulat tersusun dari bata kuno yang bentuknya melingkar. Kini bagian itu masih ada di bawah namun tertutup semen, apalagi bagian atasnya diberi bangunan tambahan berupa bis sumur, tetapi masih ada beberapa pecahan bata kuno di dekatnya.


   Dari keterangan yang kami dengar dari beberapa orang warga yang kebetulan ada di sebuah warung kopi dekat sumur itu, ternyata ada sebuah sumur kuno lagi yang letaknya sebelah utara sumur yang tadi, tepatnya di sebuah kebun di bawah pepohonan jati. Karena informasi dan waktu yang terbatas kami tidak sempat melihatnya secara langsung.


   Di dekat sumur yang airnya masih jernih itu ada dua buah bangunan aula atau pendopo, ada aula yg ternyata berisi beberapa makam dan sebuah aula lainnya ada sebidang ruang kecil yang pintunya bertutup tirai kain dan di dindingnya tertulis Punden Mbah Kaulan. Setelah minta izin warga kami melihat ke dalam ruang kecil itu, ternyata hanya berisi sebuah meja kecil yang berisi aneka bunga yang biasa kita jumpai di makam-makam lain yang lengkap dengan tempat dupa dan sio, tentu dengan aroma yang khas. Menurut warga di situlah tempat warga Sumengko melakukan sesuguhan, dulu ada sebuah batu disitu tetapi mungkin telah ditutup dengan keramik.


   Di kanan-kiri ruang itu terdapat tiga kolam yang ada ikannya, menurut keterangan warga itu adalah sendang yang kemudian dibangun menjadi beberapa kolam. Menurut keterangannya, sendang itu dibuat agar warga dari dusun lain tidak bercampur dengan warga dusun lainnya yang hendak mengambil air atau melakukan ritual.


   Konon air kolam itu mempunyai khasiat utk menyembuhkan berbagai penyakit, mungkin saja itu terjadi karena dulu sendang ini dikelilingi pohon-pohon yang besar dan bermacam-macam jenisnya sehingga akar-akar pohon tersebut memberikan berbagai mineral yang bermanfaat di air sendang tersebut, sehingga airnya mempunyai berbagai macam khasiat seperti yang disebutkan diatas namun itu hanya dugaan kami saja.


   Hari pun semakin menuju senja, perjalanan pun kami lanjutkan menuju arah utara yaitu Desa Wates Tanjung. Dalam perjalanan naik-turun dan berkelok-kelok yang diselingi kubangan lumpur kami mencoba mencari makna dari Wates Tanjung, Wates artinya Batas, Tanjung artinya adalah sebuah tempat di tepi sungai besar atau di tepi Pantai. Tapi dimana lautnya? Dimana sungai besarnya? Memang letak Desa Wates Tanjung berada di sebelah utara Sungai Mas tetapi cukup jauh, apakah dulu lebar Sungai Mas sampai ke Desa Wates Tanjung? atau jangan-jangan pernah ada laut di dekat sana? Mungkin ini tidak masuk akal, tetapi bukankah di kawasan ini pernah ditemukan fosil-fosil hewan yang seharusnya hidup dilaut? Seperti fosil kerang. Apa mungkin dahulu kala ribuan sampai jutaan tahun yang lalu ada laut di sana? Komunitas pelestari sejarah nusantara Lakon Jagad bahkan pernah melakukan penelusuran sampai di Desa Wates Tanjung ini. Mereka bahkan pernah menemukan beberapa fosil bambu, dan di beberapa tempat di kawasan kecamatan Wringinanom ini airnya ada yang asin layaknya air laut. Kenapa bisa? Ahh.. Sudahlah…

   Dari Desa Wates Tanjung ini kami terus ke barat menyusuri jalanan bergelombang dan berlumpur menyibak kebun jagung, kebun tebu hingga memasuki Dusun Wonokalang yang lagi-lagi namanya menarik perhatian kami, Wono artinya Hutan, Kalang artinya ???

Pura
   Perjalananpun berlanjut menemui sebuah pertigaan, kami lebih memilih ke arah utara melewati Dusun Mundu, terus melewati Desa Mondulung terus berbelok ke kiri melewati sebuah Pura Palinggihan Surya Wilwatikta, terus berkelok-kelok naik-turun sepanjang jalan di pegunungan kendeng sambil melepaskan pandangan untuk mencari jejak-jejak peradaban nusantara. Hingga kami memasuki Desa Sumber Gede yang namanya saja sudah menunjukkan sesuatu cukup mencurigakan (Sumber Gede = Sumber Air yang Besar?). Dari desa ini kami melanjutkan melewati bebukitan di Dusun Klagen, dimana dulu pernah ditemukan fosil manusia purba Pithecantrophus Erecthus, hingga akhirnya kami kembali melewati Sungai Mas untuk kembali di markas kami, komunitas pecinta sejarah dan budaya Garda Wilwatikta Tado Singkalan di Desa Singkalan...


   Ini hanya catatan sederhana saja… Semoga bermanfaat, setidaknya bagi kami sendiri... Selamat Sore...!!

Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Komunitas Pecinta Sejarah dan Budaya - GARDA WILWATIKTA Tado Singkalan - "Menapak Jejak, Mematri Semangat, Mengunggah dan Melestarikan Peradaban Nusantara"

Garda Wilwatikta