G A R D A W I L W A T I K T A

Blog ini bertujuan sebagai wadah/sarana ilmu pengetahuan, sejarah, mitos, dan juga pencarian jejak-jejak peradaban peninggalan Kerajaan-kerajaan di Nusantara.
Silahkan bagi yang ingin mengikuti komunitas ini kita bisa belajar bersama-sama, karena kami juga sangat minim pengetahuan, dan diharapkan kita bisa sharing berbagai informasi tentang sejarah yang ada di Nusantara ini...

Laman

25 Desember 2019

TEMUAN TERAKOTA PECAHAN MINIATUR CANDI DI SITUS GUO HINGGA SENDRATARI PERTAMA DI SIDOARJO


                  Minggu akhir dibulan September 2019 kami dari Putra Kedhaton Mojopahit dan Garda Wilwatikta sering berada didesa Seketi karena pihak desa Seketi merencanakan sebuah acara besar yang akan digelar bulan November mendatang , keberadaan kami untuk memberi masukan tentang berbagai hal demi kesuksesan acara tersebut walau beberapa kali sebelumnya kami sudah ke beberapa titik didesa ini untuk melakukan penelusuran jejak peradaban .

             Minggu itu tanggal 21 September 2019 kami berbincang-bincang dengan kepala desa , sekretaris desa dengan beberapa orang perangkat desa di Caffe Seketi yang berada di balai desa , Bapak H. Seger Sutrisno kades Seketi terlihat sangat antusias dengan kehadiran kami yang membantu mengangkat dan mengungkap kembali Budaya dan sejarah desa . Bahkan saat itu bapak Seger Sutrisno ingin mengajak kami sowan ke sebuah tempat didekat Petirtaan Jolotundo namun karena malam telah larut akhirnya Beliau mengajak kami ke Situs Guo dan Makam Mbah Prabu Joko , menurut kades Beliau melihat adanya Candi didekat Situs Guo sejak dahulu , kamipun meninggalkan balai desa menuju Situs Guo dengan mengendarai motor .

       Sesampai di lokasi seperti biasa penulis berkeliling disekitar situs terutama disisi selatan yang baru saja dibangun pondasi , Dedik Klagen , Mochamad Zuhri ikut berkelilingi diseputar bekas urukan tanah demikian pula Mbah Hadi , tak lama kemudian Dedik Klagen menemukan sebuah pecahan Terakota dan diperlihatkan kepada penulis , yang ternyata pecahan itu adalah sebuah pecahan Terakota dari sebuah miniatur bangunan Candi .


            Kami semuanya segera mencari - cari dan menemukan lagi beberapa pecahan Terakota lagi yang semakin memperkuat dugaan kalau itu adalah pecahan miniatur dari sebuah Candi atau setidak- tidaknya gapura Paduraksa .
          Penulis pun segera berkata pada bapak Seger Sutrisno , " Pak Lurah bapat tadi bilang kalau menurut penglihatan bapak ditempat ini terlihat beberapa candi , itu bisa saja benar karena yang kita temukan malam ini adalah pecahan Terakota Candi , ini dugaan kuatnya adalah miniatur candi yang sering terlihat itu pak ".
      Mendengar perkataan penulis bapak Seger Sutrisno berkaca - kaca serta terbata - bata menjawab , " Alhamdulilah mas berarti benar apa yang saya lihat bahwa di sekitar makam Mbah Prabu Joko ini ada candinya ".

       Kemudian segera Bapak Seger Sutrisno mengambil foto dan video atas temuan ini bahkan Beliau dengan terbata - bata bersuara pada rekaman video tersebut , temuanpun semakin banyak sehingga memaksa pak Sekdes Fery untuk memanggil anak- anak karangtaruna untuk membantu membawa temuan penting ini di balai desa Seketi sambil mewanti - wanti mereka untuk tidak memosting dulu temuan ini ke media sosial demi keamanan . Dokumentasi Video lihat disini 
https://youtu.be/iHL27BtuPsU .

           Setelah itu kami semua duduk diatas tikar yang telah digelar untuk berdoa karena telah diberikan salah satu bukti penting kalau dahulu kala pernah ada peradaban besar di desa Seketi .


           Tidak lama setelah peristiwa itu pihak desa Seketi menyampaikan kepada kami komunitas yang ada di Situs Alas Trik Kedungbocok Tarik Sidoarjo akan menggelar acara kirab budaya besar - besaran seperti yang pernah diadakan dikedung bocok namun diadakan ditengah - tengah festival Kampung Bambu , saat itu penulis menjanjikan akan mengajak seseorang yang biasa menangani acara kirab budaya untuk membantu desa Seketi menggelar acara .
Lihat disini video Sarasehan Budaya https://youtu.be/qWpkSwo0gFU .

            Adalah Ahmad Mambo begitu namanya akrab dipanggil , seorang seniman penggiat budaya dari Gedeg Mojokerto yang sudah malang melintang di Mojokerto , Jombang dan daerah lain sukses menggelar berbagai macam acara budaya seperti kirab dan sendratari . Akhirnya Mambopun datang ke rumah penulis untuk kemudian datang ke desa Seketi menemui Sekdes mas Fery bersama mas Abdul Rohman bayan Seketi membahas acara yang akan digelar didesa Seketi .

           Selanjutnya Mambo , Taurus , Pardy serta teman - temannya dengan sabar dan telaten melatih ibu - ibu PKK , pemuda - pemudi serta tak ketinggalan RT RW setempat untuk bermain sendratari yang rencananya akan digelar selain acara kirab , sebuah keinginan besar untuk mengangkat cerita legenda desa Seketi yaitu Legenda Prabu Joko .
        Tentu saja banyak tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan acara - acara tersebut , mulai dari sulitnya mengumpulkan orang untuk mau diajak berlatih sendratari sebanyak itu lebih - lebih mereka bukanlah penari , jadi sangatlah susah untuk mewujudkannya namun karena ketekunan , kesabaran serta kemauan kuat dari ibu - ibu PKK , pemuda - pemudi setempat juga dukungan total pemerintah desa Seketi akhirnya Sendratari itu bisa digelar . Lihat disini video kirab budaya Suryaning Mojopahit 
https://youtu.be/KAOQaXB81Xg .


          7 dan 9 November 2019 Rangkaian Acara Festival Kampung Bambu Seketi sukses digelar , baik acara UKM desa yang menampilkan produk - produk andalan Seketi maupun acara Budaya nya seperti Sarasehan Budaya , Pameran Benda Cagar Budaya , Pameran Pusaka ,Kirab budaya Suryaning Mojopahit dan Acara puncak Sendratari Legenda Prabu Joko .


        Penulis menyaksikan sendiri dalam kirab budaya yang dimulai dari Sentono Projo itu dibuka sendiri oleh bupati Sidoarjo  yang dihadiri berbagai komunitas seperti Mojopahit Lelono , Save Trowulan , Relawan Putra - Putri Mojopahit , Putra Kedhaton , Garda Wilwatikta , Lipan , Gerbang Kertosusilo , Sanggar Bhagaskara dan lain - lain juga acara puncaknya yaitu Sendratari Legenda Prabu Joko yang sukses digelar warga Seketi , terlihat setelah pementasan para pemain , kades beserta jajarannya termasuk Mambo , Taurus menangis haru , mereka semua tidak menyangka akan bisa menggelar acara sebesar ini bahkan ini adalah acara pertama di Sidoarjo , sebuah desa mampu menggelar sendratari kolosal ! Lihat disini video Sendratari Legenda Prabu Joko https://youtu.be/FqS9GuUyZTM.

        Selamat untuk desa Seketi , selamat melestarikan Budaya dan Sejarah !
Jasmerah ! Jangan lupakan Sejarah !

       Terimakasih

Agus Subandriyo , Penulis .
       
Share:

Diskusi Sejarah Lokal dan Bedah Buku Revolusi Di Pinggir Kali ( Gerakan Literasi )


   Sore itu Kamis 19 Desember 2019 saya menunggu tamu dari Gedeg Mojokerto yang menurut informasi dari Abdul Aziz (anggota Garda Wilwatikta) hendak meminta saya untuk datang sebagai salah satu narasumber dalam acara Diskusi yang akan digelar hari Jumat 20 Desember 2019, yaitu Bedah Buku "Revolusi Di Pinggir Kali dan Diskusi Sejarah Lokal". Setelah beberapa kali saya hubungi lewat WA akhirnya mereka datang juga sekitar pulkul 21.00 WIB.


   Mochamad Zuhri yang sejak sore menunggu mempersilahkan kedua tamu itu masuk, mereka adalah Dwi Yulyanto dan Slamet yang merupakan penggerak dari Lapak Baca Nyala Kolektif yaitu sebuah komunitas yang bergerak menggalakan minat membaca buku dan menulis.

   Yulian begitu nama akrabnya Dwi Yuliyanto meminta saya untuk menjadi salah satu narasumber dalam acaranya besok, dia menceritakan tentang acara besok yang utamanya adalah bedah buku yang berjudul "Revolusi Di Pinggir Kali" karya seorang penulis dan sejarawan Mojokerto yaitu Mas Ayuhanafiq,S.IP. buku tersebut menceritakan pergolakan fisik kemerdekaan tahun 1945-1950 di Mojokerto yang tidak terekspos dalam buku buku sejarah Nasional. Yulian juga meminta saya selaku perwakilan komunitas Garda Wilwatikta untuk menceritakan apa dan bagaimana Garda Wilwatikta.

   Jumat sore pukul 16.00 WIB saya sudah berada di depan kampus Universitas Islam Majapahit menunggu Yulian, ternyata dia masih dipercetakan di Mpu Nala dan tak lama kemudian Abdul Aziz pun datang, kamipun ditemui Dimas salah seorang panitia acara yang sekaligus pembawa acara ke Angkringan Kopi, sementara itu Dedi Klagen yang datang kemudian nyaris pulang karena tidak ketemu kami. Persiapan pun segera dilakukan oleh panitia sehingga sekitar pukul 19.00 WIB acara dimulai.

   Acara dimulai oleh Dimas sang pembawa acara menyebutkan acara hari ini adalah Bedah Buku dan Diskusi Sejarah Lokal yang menghadirkan 2 Narasumber, yang pertama adalah Bapak Ayuhanafiq penulis buku dan Sejarawan Mojokerto, yang kedua adalah saya sendiri, Agus Subandriyo dari Garda Wilwatikta.

   Namun sebelum acara dimulai diisi dengan penampilan musik akustik dengan lagu-lagu yang sarat kritik. Setelah penampilan musik selesai Dimas menyerahkan acara pada moderator diskusi yaitu Yulian, dengan lugas Yulian segera memulai diskusi sambil memperkenalkan kedua Narasumber. Saya mendapatkan kesempatan pertama untuk mengulas apa dan bagaimana komunitas Garda Wilwatikta.


   Saya menceritakan bahwa komunitas Garda Wilwatikta lahir karena keprihatinan kami atas banyaknya jejak-jejak peradaban disekitar kami yang tidak diketahui, diabaikan bahkan rawan hilang, dari situlah kami mencoba mendata jejak-jejak peradaban tersebut dalam bentuk postingan di Facebook, Blog, channel YouTube bahkan menulis buku. Disamping itu saya juga menceritakan kolaborasi dengan komunitas yang lain dalam mengungkap sejarah seperti Satria Puser Mojopahit, Lakon Jagad, Balasatya Wetan, Paguyuban Sendang Agung dan Perhimpunan Pergerakan Indonesia yang pada nantinya juga dengan Institut Teknologi Sepuluh November, Universitas Surabaya dan Universitas Airlangga Surabaya terkait Riset dan penelitian.

   Selanjutnya Yulian menanyakan tentang seluk beluk penulisan pada mas Ayuhanafiq yang ternyata Alumni UNIM. Mas Ayuhanafiq menceritakan asal muasal kenapa timbul minat menulis, ternyata sebelumnya mas Ayuhanafiq pernah menjadi seorang wartawan disalah satu media dan juga pernah menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum Mojokerto, "Dulu menjadi penulis itu tidak semudah sekarang karena adanya teknologi yang mendukung, dulu tidak ada gadget, Tablet yang mempermudah penulisan seperti sekarang, zaman dulu hanya ada mesin ketik, kalaupun ada hape tidak Semaju sekarang, jadi penulis zaman dulu harus cerdas dan kuat ingatannya karena pada umumnya berita itu didapatkan dengan wawancara-wawancara yang tentu saja dibutuhkan kecerdasan dan kecepatan dalam penulisan". Papar mas Ayuhanafiq.

   Begitulah mas Ayuhanafiq menceritakan pertama kali menulis sekitar tahun 2013, disamping itu dalam menulis buku diperlukan pendalaman kalimat dan materi juga penelusuran sumber-sumbernya yang harus dilakukan hingga ke desa-desa juga mencari narasumber-narasumber penting khususnya dalam penulisan sejarah.

   Selanjutnya Yulian kembali menanyakan kepada saya tentang dari mana awal sehingga Garda Wilwatikta melakukan penelusuran jejak peradaban dan ada pertanyaan dari Dimas tentang intuisi yaitu hal mistis yang mempengaruhi penulisan maupun gambar sketsa.

   Garda Wilwatikta pertama kali melakukan penelusuran karena inisiatif sendiri selanjutnya karena sering menulis di media sosial, blog, Youtube akhirnya banyak yang tertarik dan mengajak Garda Wilwatikta untuk melakukan penelusuran di desa lain, salah satu contoh di Desa Pandankrajan Kemlagi, tentang apakah dalam penulisannya saya khususnya juga terpengaruh intuisi mistis? tentu terpengaruh tetapi dalam menyaring informasi-informasi mistis tersebut saya tetap mengkroscekkan dengan data sejarah yang ada dan juga nalar terutama dalam pembuatan gambar sketsa tentang sejarah.

   Diakhir pertanyaan Yulian menanyakan apakah benar zaman dahulu bangsa kita sudah sangat maju dan mengedepankan realitas. Saya memberi ilustrasi tentang simetris dan rumitnya bangunan Candi yang menunjukkan betapa tingginya arsitektur pada masa itu juga ada keris pusaka yang merupakan perpaduan tiga elemen yang sampai sekarang tiada negara manapun yang sanggup membuatnya, juga tentang kapal-kapal Nusantara yang tiada bandingnya pada masa itu dari semuanya itu jelas dalam membuatnya membutuhkan teknologi yang tinggi, perlu perencanaan dan perhitungan yang matematis namun sayang semua itu ditutupi dengan hal-hal mistis saja sehingga kehebatan bangsa kita tertutupi. Lihat disini video nya https://youtu.be/5SOOq_qjCzw .

   Mas Ayuhanafiq juga mengatakan tentang intuisi dalam penulisan karya bisa dan boleh namun Beliau sendiri memilih untuk tidak larut di dalamnya. Tentang judulnya mengapa memilih kata Revolusi bukan kata yang lain, Penulis dan Sejarawan Mojokerto ini menjelaskan antara tahun 1945-1950 adalah sebuah masa yang tidak menentu, sebuah fase yang tidak ada kepastian antara menang atau kalah dan itu terjadi diseluruh Indonesia diberbagai lapisan masyarakat atas dasar itulah Beliau memilih kata Revolusi.

   Tentang Serangan Umum yang kita ketahui mungkin hanya Serangan Umum di Jogjakarta atau lebih dikenal dengan 6 jam di Jogja, sebenarnya Serangan Umum sudah dilakukan para pejuang Mojokerto lebih dahulu (22 Juli 1947, Revolusi Di Pinggir Kali Ayuhanafiq) namun hal itu tidak tertulis dalam buku-buku sejarah, memang terdapat perbedaan motivasi dalam kedua serangan Umum ini kalau di Jogja jelas motivasinya adalah untuk menunjukkan kepada dunia kalau Republik Indonesia itu masih ada, tetapi dalam serangan Umum di Kota Mojokerto ini motivasinya adalah membalas kekalahan pejuang atas terebutnya kota Mojokerto.

   Demikianlah sekilas catatan saya atas acara Bedah Buku dan Diskusi Sejarah Lokal yang diadakan Lapak Baca Nyala Kolektif , semoga minat membaca akan tumbuh di masyarakat khususnya anak-anak muda penerus bangsa karena masih banyak hal yang perlu ditulis, diliterasikan terutama tentang sejarah Lokal yang kurang diekspost, sejarah desa dan daerah-daerah yang terkait.
Terimakasih....

Share:

21 Agustus 2019

SELAYANG PANDANG PERADABAN KEPUH KLAGEN


               Desa Kepuh Klagen yang terletak di wilayah Kecamatan Wringinanom Kabupaten Gresik berbatasan dengan wilayah Kabupaten Mojokerto adalah sebuah desa yang punya sejarah tua di Indonesia bahkan didunia hal itu dibuktikan dengan adanya temuan Fosil tulang manusia purba PITHECANTHROPUS ERECTUS yang ditemukan tahun 1936 oleh Raden Tjokrohandojo dan J. Duyfjes seorang  peneliti asal Belanda . 

          Temuan fosil tulang tersebut menurut para ahli adalah temuan paling tua didunia yaitu usianya sekitar 1.9 juta yang lalu , ini menunjukkan bahwa Indonesia khususnya Jawa adalah tempat tertua yang telah dihuni manusia , namun dalam tugu PITHECANTHROPUS ERECTUS yang ada didusun Klagen dibelakangnya terdapat nama MOJOKERTOENSIS begitu pula dalam sejarah nasional kita disebutkan berada di wilayah Kabupaten Mojokerto bahkan didata Balai Pelestarian Cagar Budaya' Jawa Timur disebut Situs Perning padahal lokasinya justru berada di wilayah Kabupaten Gresik sekarang , seharusnya dilakukan revisi tentang penamaan tersebut namun hal itu terjadi karena pada zaman kolonial Belanda wilayah Kepuh Klagen masuk wilayah Mojokerto yaitu desa Perning .

            Ternyata Kepuh Klagen khususnya Klagen tidak hanya memiliki situs manusia purba saja , sejak tahun 2011 sampai 2013 juga ditemukan situs purbakala lainnya yaitu situs yang terbuat dari bata kuno .

       Temuan ini muncul karena adanya laporan warga tentang adanya sejumlah orang yang tidak bertanggung jawab menjarah bata- bata kuno yang berukuran besar diambil dari tebing bukit didusun Klagen yang dekat dengan pertemuan 3 sungai , menurut penuturan warga setempat yaitu Sualiman pihak Polsek Wringanom sempat mengamankan lokasi dengan memakai garis polisi untuk mencegah penggalian dan penjarahan liar pihak yang tidak bertanggung konon sebagian Batanya dikembalikan , temuan ini berada di timur temuan Manusia Purba kurang lebih 800 meter . Penulis bersama beberapa teman sempat mendatangi lokasi temuan pada Desember 2014 namun saat itu hanya mendapati bata - bata kuno yang berserakan disungai saja .

           Sejak 2 tahun yang lalu beberapa orang warga setempat yang dipelopori mas Dedik begitu nama akrabnya dengan biaya seadanya melakukan perbaikan pada tugu Pithecanthropus Erectus yang rusak juga melakukan pembersihan disekitarnya termasuk melakukan upaya pembersihan dilokasi temuan Situs bata kuno dengan terlebih dahulu berkoordinasi dengan pemerintah desa Kepuh Klagen , Dinas terkait kabupaten Gresik hingga BPCB Trowulan .

          Selasa 21 Agustus 2019 penulis bersama Moch. Zuhri mengunjungi situs bersama mas Dedik untuk membantu mendokumentasikan temuan khususnya temuan Struktur bata yang telah terlihat , Struktur bata yang terlihat berada ditebing bukit dengan berorientasi Utara Selatan , masih terdapat dua lapis susunan bata seperti berundak dan struktur masih terbenam tanah ke selatan dan barat , ukuran bata yang kita dapati dilokasi ada dua macam
35 x 18 x 6 centimeter
30 x 19 x 7 centimeter
Namun menurut mas Dedik ada yang berukur besar lagi yaitu 50 x 35 x 8 centimeter .


      Menurut keterangan warga yang biasa berladang dibawah situs dulu bata- bata kunonya terlihat dari ujung atas tebing bukit hingga bawah bahkan longsor jatuh ke sungai , bagian atas tebing bata nya dijarah oleh sejumlah orang yang tidak bertanggung jawab hingga sangat mungkin mereka merusak bangunan situs bagian atas sehingga bentuk aslinya hilang tinggal bagian dibawahnya sekarang .

       Sungai dibawah situs merupakan muara dari 3 sungai yang berasal dari 3 desa yaitu Sumber Gede , Sumber Glagah dan Randu Songo ,sebelah timurnya terdapat makam Sempu berada diatas bukit , disana terdapat juga bata -bata kuno namun menurut warga bata- bata tersebut diambil dari sungai bawah situs ,lihat videonya disini
https://youtu.be/oUlKcdUFDn4


       Selain itu mas Dedik juga menunjukkan pada kami tebing yang tersusun dari batu , lokasinya berada di barat situs bata hingga ke Temuan manusia purba , dari tampilannya tebing tersebut seperti sengaja disusun namun apakah benar begitu tentu saja biar peneliti geologi saja yang memastikannya .

       Demikianlah perjalanan kami hari ini dari penelusuran jejak peradaban desa Kepuh Klagen khususnya dari SITUS KLAGEN ,besar harapan mas Dedik dan kawan- kawan agar pihak terkait dalam hal ini pemerintah desa Kepuh Klagen , Dinas terkait di kabupaten Gresik , BPCB Trowulan dan masyarakat melestarikannya , kurang lebihnya penulis mohon maaf ...
Salam Budaya



Agus Subandriyo , Penulis.
      
Share:

3 Juli 2019

SITUS SUMBER BEJI DAN SITUS KEDATON


            Wilayah Kabupaten Jombang cukup kaya dengan peninggalan purbakala dari zaman Mpu Sindok hingga ke zaman Majapahit. Di wilayah dekat dengan Wonosalam terdapat Candi Arimbi (Ngrimbi) yang diduga dari masa kerajaan Majapahit. Sementara ditempat-tempat yang lain juga banyak jejak peradaban seperti di Sugih Waras, Menganto (Mbah Pande Gong) dan baru-baru ini juga bermunculan situs-situs purbakala salah satunya Situs Sumber Beji di Desa Kesamben Ngoro dan Situs Kedaton di Desa Bulurejo Diwek.
(lihat catatan Sugihwaras)
(lihat catatan Mbah Pande Gong)

          Menurut cerita yang dituturkan bapak Riyanto dan bapak Mulyo Santoso ketika kami mengunjungi situs Sumber Beji Senin 1 Juli 2019 kemarin bahwa karena air untuk mengaliri sawah dan ladang berkurang maka beberapa orang warga khususnya yang mempunyai lahan pertanian di Dusun Sumber Beji mengadakan musyawarah untuk mengatasi kekurangan air tersebut, akhirnya diputuskan akan diadakan kerja Bhakti untuk membersihkan sebuah Sumber Air yang biasa mengaliri sawah dan ladang mereka pada hari Minggu 23 Juni 2019.

Situs Sumberbeji (sumber: Regional Kompas)
          Warga dusun Sumber Beji pun bergotong-royong membersihkan sampah dan lumpur di sumber air yang terletak ditempat yang wingit tersebut, tidak lama kemudian beberapa warga menemukan struktur bata kuno yang memanjang, memang sejak dahulu Sumber air ini telah dikenal warga tetapi baru setelah membersihkannya mereka mengetahui kalau ada struktur bata lain selain yang pernah diketahui yaitu yang berbentuk kotak persegi. Warga terus membersihkan lumpur dan menguras air dengan diesel sehingga struktur bata mirip saluran irigasi itu nampak, akhirnya temuan ini dilaporkan pihak pemerintah desa Kesamben kemudian diteruskan kepada Dinas terkait di Kabupaten Jombang untuk ditindaklanjuti.

              Sekitar pukul 12.00 WIB rombongan Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur datang untuk melakukan survey, terlihat diantara rombongan bapak Nugroho Lukito dan bapak Wicaksono Dwi Nugroho. Mengetahui ada tamu dari Trowulan akhirnya Kepala Desa Kesamben serta Jajarannya hadir ke lokasi untuk berkoordinasi karena pihak desa mempunyai rencana untuk membangun situs ini sebagai wisata desa. Setelah beberapa orang warga menguras sumber ini maka BPCB Trowulan melakukan pencatatan, pengukuran dan dokumentasi.

          Dalam keterangannya bapak Nugroho Lukito mengatakan kalau bangunan irigrasi ini sepertinya banyak dibangun sejak era Kediri hingga Majapahit, fungsinya selain untuk irigrasi juga untuk pemukiman bahkan lebih lanjut Beliau mengatakan kemungkinan situs Sugih Waras, Kedaton, Bulurejo disuplai dari sini dan saluran ini memang dibuat tertutup agar kotoran tidak masuk ke dalamnya (lihat disini)

           Dari Situs Sumber Beji ini selanjutnya kami menuju Situs Kedaton di Desa Bulurejo Diwek pada hari Rabu 3 Juli 2019 bersama Mochamad Zuhri dan Abdul Aziz Samsudin, perjalanan menuju situs ini cukup melelahkan karena letaknya di tengah kebun Tebu lebih-lebih kami datang pada tengah hari yang panas.
        
Situs Kedaton (sumber: jatimnow.com)
        Setelah beberapa kali bertanya pada warga akhirnya kami tiba di lokasi temuan. Lokasi pertama di sebelah kebun jagung dan di lokasi kedua di kebun tebu yang sudah dipanen. Untuk lokasi pertama kami tidak mendekat tetapi untuk lokasi kedua kami melakukan penelusuran untuk mencari titiknya. Setelah sempat salah arah akhirnya kami bisa menemukan lokasi seperti yang kami lihat di televisi, Aziz dan Zuhri segera mengambil dokumentasi begitu juga saya mencoba menyimpan lokasi Google Mapsnya agar mudah kalau ingin kesini lagi, menurut pengamatan kami area situs Kedaton ini cukup luas namun sudah dalam kondisi rusak parah mungkin karena aktivitas penggalian tanah untuk dijual sebagai tanah uruk, lalu penambangan pasir hingga perkebunan tebu dan ketidakpedulian warga akan keberadaan situs ini, (lihat disini)


        Kalau berdasarkan dari topomini tempatnya yaitu Dusun Kedaton yang artinya adalah Pemukiman Raja dan keluarganya maka bisa diduga dulunya disini ada sebuah bangunan yang bernuansa seperti ini, namun tentunya diperlukan penelitian lebih lanjut dari pihak terkait, situs Kedaton ini cukup dekat dengan Situs Sugihwaras Desa Sugihwaras bahkan hanya berjarak 100 meteran (Sumber Surabaya Tribun.Com)

      Bapak Wicaksono Dwi Nugroho berpesan ke masyarakat di tiga desa yang didekat situs yaitu Bulurejo, Sugihwaras dan Kesamben untuk melaporkan temuan-temuan yang ada, karena mungkin dari temuan-temuan tersebut bisa mengungkap keberadaan Kota atau Kedaton dari era yang diduga kuat era Majapahit.

     Demikian petualangan kami hari ini dari situs Sumber Beji dan Situs Kedaton, mohon maaf akan segala kekurangannya, semoga akan ada upaya-upaya positif dari berbagai pihak untuk menyelamatkan situs-situs tersebut dan bisa menguak misteri sejarahnya tentunya akan berdampak positif bagi kehidupan masyarakat disekitarnya.

Terimakasih.
Salam Wilwatikta..
Agus Sb (Penulis)
Share:

29 Juni 2019

SITUS KEPAKISAN DITEMUKAN


        Dusun Pakis kulon terletak di bagian barat desa Pakis kecamatan Trowulan kabupaten Mojokerto , sejak pertengahan bulan puasa yang lalu ditemukan struktur bata kuno dipekarangan belakang milik warga didusun Pakis kulon ,kebetulan temuan struktur tersebut berada di tanah milik bapak Yarto dengan saudara -saudaranya termasuk pak Idris dan mas Yonathan .
        Oleh mereka temuan tersebut disampaikan kepada bapak Yasir penasehat Kelompok kerja desa wisata disingkat POKDARWIS Kepakisan , setelah beberapa kali musyawarah akhirnya dilakukan penggalian untuk memastikan seberapa luas persebaran dan kira-kira struktur apa yang ada dibawah pekarangan tersebut .
         Hingga menjelang hari Raya idul Fitri berita tentang temuan tersebut menyebar dengan cepat sehingga berbagai pihak berdatangan ke lokasi , diantaranya keluarga kerajaan Klungkung Bali yang menurut penuturan bapak Yasir dan bapak Yarto mencari tempat keberadaan leluhur mereka .
        Menurut cerita keluarga kerajaan Klungkung mencari keberadaan Kepakisan tempat leluhur mereka Sri Krisna Kepakisan tinggal sejak tahun 1980 , setiap ada nama Pakis dimana saja pasti didatangi untuk mencari jejak leluhurnya ,hingga suatu saat salah satu anak kecil keluarga mereka seperti kerasukan dan berkata ingin pergi ke Pakis Trowulan .
       Beberapa orang perwakilan dari keluarga Klungkung datang ke Pakis Kulon menemui bapak Idris untuk menanyakan situs yang baru ditemukan , oleh bapak Idris dipertemukan dengan saudaranya yaitu pak Yarto dan mas Yonathan kemudian diajak ke temuan baru dibelakang rumah lalu pak Idris bilang pada mereka agar melihat sendiri apakah benar tempat itu yang mereka cari dengan cara mereka , kemudian mereka bermeditasi dilokasi yang ditunjukkan pak Idris , setelah beberapa lama bermeditasi mereka tampak menangis bahkan ada yang tidak sadarkan diri karena berbahagia dan terharu karena ternyata disinilah tempat leluhur mereka Sri Krisna Kepakisan pernah bermukim .
      Pak Yarto juga menambahkan setelah itu beberapa hari kemudian sebanyak 127 orang keluarga kerajaan Klungkung mengunjungi Situs yang disebut Situs Kepakisan untuk melihat langsung tempat Leluhur nya bermukim zaman Majapahit , tentu saja tangis dan haru mewarnai peristiwa tersebut .
      Mas Jonathan juga bercerita tentang kunjungan BPCB Trowulan untuk meninjau temuan baru tersebut , dari penuturan pihak BPCB Trowulan situs ini diduga pemukiman bangsawan Mojopahit .
   Demikian yang bisa saya tuliskan pada kesempatan ini , kurang lebih nya penulis mohon maaf .
Agus Subandriyo , Penulis
Share:

16 Maret 2019

Selayang Pandang Jejak Peradaban Desa Seketi


                Pada hari itu Ki Moctar Ali menghadap ke kotaraja Mojopahit di Antawulan untuk meminta izin dari Prabu Majapahit memenuhi perintah gurunya menyebarkan agama Islam di wilayah Majapahit .
              Baginda Prabu setelah mendengar penuturan Ki Moctar Ali tentang keinginannya melaksanakan perintah Sunan Ampel segera memberikan izin dan restunya bahkan Beliau memerintahkan beberapa orang punggawanya untuk menyertai Ki Moctar Ali menuju arah timur yaitu Alas Trik tempat dimana Majapahit didirikan , Ki Moctar Ali menuju arah timur Alas Trik disana menemukan bekas bangunan kuno yang berupa lorong kuno didekat pohon Kecacil yang terkenal angker dan wingit .


       Oleh Ki Moctar bekas lorong tersebut dipergunakan sebagai tempat bertafakur mendekatkan diri pada Tuhan karena sebelumnya Beliau bermimpi didatangi Sunan Ampel gurunya untuk mendapatkan petunjuk dalam melaksanakan tugasnya mensyiarkan agama Islam , begitulah sedikit illustrasi yang bisa penulis nukilkan dari Sejarah Situs Guo dan Makam Prabu Joko  yang tertulis di Website Desa Seketi .
         
          Memang benar bila kita melihat secara teliti didalam lobang Guo tersebut disisi timur terdapat struktur bata yang mirip dinding yang berorientasi utara dan selatan demikian pula disisi barat namun dibagian ini terlihat miring mungkin terkena desakan akar pohon Kecacil yang ada , selain itu melihat ukuran bata kuno yang besar dan tebal dengan ukuran rata- rata 32.5 cm × 22.5 cm dengan ketebalan sampai 7 cm menunjukkan kalau bata-bata kuno ini diduga kuat berasal dari era Majapahit , ini menunjukkan kalau di desa Seketi ini terdapat jejak peradaban kuno seperti didesa Suwaluh , Watesari , Kemangsen dan Bakalan Wringinpitu .
          Lebih- lebih ditimur desa Seketi tepatnya didusun Klagen desa Tropodo masuk kecamatan Krian terdapat Temuan Prasasti kuno era Kahuripan yaitu Prasasti Kamalagyan yang isinya menceritakan pembangunan sebuah Dawuhan atau bendungan Waringin Sapta karena adanya banjir besar yang merusak pertanian dan pemukiman penduduk saat itu , tentu saja ini bisa menjadi sebuah dugaan kalau didesa Seketi  juga bagian dari peradaban Kahuripan tersebut , setidak- tidaknya era  Majapahit .


        Pemerintah desa Seketi dibawah koordinasi Bapak H. Seger Purwanto , Sekretaris Desa Bapak  Fery Ariestyanto , Bapak Samsul Hadi dan Bapak Abdul Rochman sejak tahun 2013 berupaya merawat dan melestarikan peninggalan tersebut dengan membebaskan lahan , membuat jalan masuk , membuat pagar dan sejumlah fasilitas yang lain di Situs Guo dan Makam Prabu Joko ini termasuk berupaya menelusuri sejarah asal- usul desa Seketi seperti yang tertulis di Website desa Seketi .
        Upaya melaporkan Situs Guo juga sudah dilakukan oleh Pemerintah desa Seketi ke Dinas terkait di kabupaten Sidoarjo yang akan diteruskan ke Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur , namun belum ada tindak lanjutnya .
       Beberapa hari yang lalu Kami dari komunitas yang bergerak di Situs Alas Trik mengunjungi Situs Guo untuk bersilahturahim dengan warga dan Pemerintah desa Seketi untuk sharing tentang berbagai hal terkait situs , beberapa hari setelahnya beberapa teman dari komunitas Keris juga merapat disitus yang dipimpin mas Aris Siswanto diterima dengan hangat oleh Kades H. Seger Purwanto demikian pula perangkat desa yang lain seperti Pak Fery mas Agung .
        Ada beberapa versi yang ada tentang peradaban yang ada didesa Seketi yang intinya berawal dari masa Kahuripan dilanjutkan era Majapahit , menurut versi dari mas Aris Siswanto setelah era Kahuripan berakhir tempat tersebut dijadikan semacam pendharmaan seorang Patih awal Majapahit yang bernama Prajapati dan ada sebuah versi lain lagi .
       Menurut keterangan bapak Sudiyo putra dari Ibu Sadiyah Almarhum selaku juru kunci ketika masih hidup ada sebuah sumur kuno diselatan Situs Guo , kini diluar pagar dan ada sebuah struktur bata ditempat lain namun masih satu garis bisa ditarik dari situs Guo , demikian sejumlah warga menceritakan ada temuan bata bata kuno besar disungai maupun persawahan .
          Dari keterangan diatas dapat disimpulkan kalau situs Guo ini bukan situs tunggal , ada rentetannya disekitarnya  , demikianlah sejumlah upaya terus dilakukan oleh warga dan pemerintah desa Seketi untuk mengetahui bagaimana sebenarnya sejarah desanya dengan mengundang Jawa pos untuk meliput Situs Guo dan Makam Prabu Joko agar mendapat respon dari pihak terkait .
      Semoga akan ada respon dari pihak terkait ...
Terimakasih
Agus Subandriyo , Penulis.
Share:

5 Maret 2019

SITUS PURBAKALA DIMATA MAHASISWA SEJARAH

                Situs - situs peninggalan bersejarah merupakan kaca benggala untuk belajar dari masa Silam , tanpa mengetahui siapa sebenarnya diri kita , para pendahulu kita hidup dimasa Silam sulit rasanya kita bertindak dimasa kini agar tidak terperosok dimasa depan .

                      Dalam penulisan sejarah tentu ada tahapan dan urutannya secara detail terlebih bagi para penulisnya , tanggal 25 Februari 2019 yang lalu 6 orang mahasiswa sejarah Universitas Negeri Surabaya mengadakan observasi dan pengumpulan informasi tentang berbagai hal tentang Situs yang ada di Dusun Klinter , Desa KedungBocok Tarik Sidoarjo .
   
                       Kedatangan 6 Mahasiswa tersebut disambut oleh sejumlah anggota komunitas di balai desa KedungBocok pukul 15.00 WIB yang dipimpin Umarjiono , Prasetyo, Azriel , Agus Suyatno , Azriel,  bapak Hadi dan Muhaqi .

                         Wawancara segera dilakukan oleh mahasiswa dengan meminta keterangan dari Umarjiono , Prasetyo dan bapak Hadi tentang kronologi penemuan Struktur pondasi dan artefak-artefak lainnya , termasuk alasan kenapa situs yang ditemukan tersebut dinamakan Situs Alas Trik , tak lama kemudian kepada Desa KedungBocok datang dan mempersilahkan kami semua masuk diruangannya .

              Kami semua masuk diruangannya kepala desa KedungBocok yang berAC baru tersebut , Ubed panggilan akrab salah seorang mahasiswa menyampaikan keinginannya pada H. M. Ali. Ridho tentang tugas dari kampusnya untuk melakukan observasi dan pencarian informasi tentang Alas Trik .
  
                 Abah Ridho sangat menyambut positif atas tujuan mahasiswa ini , Beliau mempersilahkan mahasiswa melakukan kegiatannya dan berterima kasih kepada semua upaya memperkenal situs yang ada di desanya agar dikenal dan diakui .
                
           Selanjutnya observasi dilakukan di Situs dan sekitarnya , dengan mewancarai penulis tentang persebaran Jejak di lokasi ,dilanjutkan oleh Prasetyo , Umarjiono dan bapak Hadi , sementara Azriel mengambil dokumentasi kegiatan tersebut .

               Setelah dari situs mahasiswa juga melihat sejumlah artefak dimuseum Darurat untuk menambah bukti penguat adanya situs Alas Trik termasuk keterangan dari BPCB Trowulan yang arsipnya ada di pemerintah desa KedungBocok .

         Sekian.

Agus Subandriyo , penulis.        

Share:

4 Maret 2019

SURVEY DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA JATIM DI SITUS ALAS TRIK


              Pada hari Selasa 19 Februari 2019 Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi  Jawa Timur melakukan kunjungan di Situs Purbakala di desa KedungBocok Tarik Sidoarjo yang ditemukan oleh Mbah Paiman Sabtu 3 Februari 2018 yang dikenal dengan Situs Alas Trik , rombongan yang dipimpin Kepala Bidang Sejarah dan Museum Ibu Endang Prasanti tiba di balai desa KedungBocok pukul 11.00 WIB diterima kepala desa KedungBocok H. M. Ali. Ridho diruangannya .
           Rombongan yang berjumlah lima orang tersebut bermaksud meninjau temuan struktur pondasi dan Museum darurat Alas Trik berencana membuat sebuah Kajian Ilmiah untuk rekomendasi bagi Pemerintah Kabupaten Sidoarjo agar segera melakukan upaya-upaya Penyelamatan bagi situs tersebut .
              Hal ini perlu dilakukan karena temuan situs tersebut telah setahun ditemukan dan rawan kerusakan terlebih belum adanya Peraturan Daerah Tentang Cagar Budaya di kabupaten Sidoarjo tentunya akan mempersulit upaya penyelamatan , penelitian dan penetapan .
             Untuk diketahui hampir setahun ini 6 Komunitas telah berupaya mengajukan Rancangan Peraturan Daerah Tentang Cagar Budaya baik kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah maupun Pemerintah Kabupaten Sidoarjo termasuk upaya yang dilakukan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Timur dengan 2 kali membuat surat kepada Bupati Sidoarjo agar segera menetap Peraturan Daerah Tentang Cagar Budaya , pada bulan Maret ketika Perwakilan 6 Komunitas Sidoarjo datang di kantor Dinas dan pada bulan Desember  2018 lewat Rekomendasi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Timur bersama Forum Komunitas Pencinta Sejarah dan Budaya yang ditujukan untuk semua Pemerintah Kabupaten / Kota di Jawa Timur yang belum mempunyai Peraturan Daerah Tentang Cagar Budaya.
         H. M. Ali. Ridho secara ringkas menceritakan segala upaya pemerintah desa dan komunitas agar situs segera di selamatkan dengan cara di teliti pihak terkait , kerjasama dengan BPCB Trowulan dan Dinas terkait di Sidoarjo namun hingga saat ini belum terlaksana karena ketiadaan dana .
           Ibu Endang Prasanti menyatakan pihaknya akan membantu mempercepat proses penyelamatan dan penetapan Situs dengan cara membuat Sebuah Kajian dari Team Ahli Cagar Budaya tentang situs untuk menjadi Rekomendasi Pemerintah Kabupaten Sidoarjo untuk segera melakukan sejumlah kebijakan guna Penyelamatan dan penetapan Situs , yang salah satunya adalah menerbitkan Peraturan Daerah Tentang Cagar Budaya dan membentuk Team Ahli Cagar Budaya ( TACB).


                     Selanjutnya rombongan meninjau Museum Darurat yang ada disalah satu ruangan Balai desa diantar sejumlah anggota komunitas yaitu ketua Paguyuban Putra Kedhaton Mojopahit Bapak Hadi , Umarjiono , Prasetiyo , Agus Suyatno , Azriel dan penulis dari Garda Wilwatikta .
                     Setelah berdialog akrab di museum darurat tersebut rombongan menuju situs dengan dibonceng sepeda motor , dilokasi temuan pertama Ibu Endang Prasanti memperoleh sejumlah informasi tentang kronologi penemuan , luas persebaran temuan , Georadar Institut Teknologi Sepuluh Surabaya maupun BPCB dari Kades dan anggota komunitas , menurut Ibu Endang Prasanti mengingat persebaran situs Alas Trik ini cukup luas maka dilakukan kajian dan Penyelamatan di temuan yang pertama dahulu setelah ada riset maka akan diputuskan titik- titik temuan yang lain.
         Setelah mengambil dokumentasi dibeberapa titik maka rombongan kembali ke balai desa dan selanjutnya kembali ke Surabaya .
          Kades KedungBocok maupun komunitas sangat berterima kasih upaya dan kehadiran Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Timur di Situs Alas Trik khususnya pada Ibu Endang Prasanti Kepada Bidang Sejarah dan Museum .
Terima kasih .
Agus Subandriyo , penulis.
Share:

11 Februari 2019

Sejarah Lokal sebagai Sumber Sejarah Nasional sekaligus sebagai pembandingnya


               Sejarah lokal adalah proses Kehidupan kemanusiaan yang terjadi pada daerah tertentu , ruang lingkup dalam luasannya tidak bisa dipastikan namun bisa dipersempit atau diperluas .
              Sejarah lokal sumber-sumber nya kebanyakan dari cerita Tutur yang berkembang dari masa ke masa yang terjadi dalam kurun waktu lama , karena Sumber nya dari cerita Tutur maka yang tidak tertulis memang cukup sulit mencari kevalidan karena sangat besar kemungkinannya telah terjadi penambahan dan pengurangan disana sini namun begitu cerita Tutur tersebut bisa dijadikan acuan bila terjadi kecocokan dengan keadaannya , dalam hal ini diperlukan pembuktiannya .
              Sabtu 9 Februari 2019 bertempat di gedung Pusdiklat Argasonya diadakan Saraserahan dan Diskusi yang bertema ' Paradigma Baru memahami Sejarah Lokal " yang diadakan KORWIL IKAHIMSI 3 Jawa timur , Himpunan Mahasiswa Sejarah ( Himas ) Sekolah Tinggi Keguruan dan ilmu pendidikan ( STKIP ) Persatuan Guru Republik Indonesia yang dihadiri mahasiswa- mahasiswa Sejarah se Jawa dengan tiga Pembicara sebagai Narasumber nya , dua orang dari Banyuwangi dan seorang dari Sidoarjo yaitu penulis sendiri ( Agus Subandriyo ). Dua orang narasumber dari Banyuwangi tersebut yaitu :
1. M . Hidayat Aji Ramawidi .
2. Duwi Setiya Utomo.
   
              Setelah acara dibuka oleh Ibu Lailatul Musyarofah. M. Pd. Perwakilan Rektor STKIP PGRI Sidoarjo yang juga dihadiri Dosen Sejarah bapak Arif Widodo M. Pd. dan Ketua KORWIL IKAHIMSI 3 Jawa timur Muhammad Adam Nuh Ibrahim dari Universitas Negeri Malang maka oleh moderator Auda Jamaluddin Chafan acara Sarasehan tersebut saya ( Penulis ) mendapatkan kesempatan pertama menyampaikan orasi tentang Jejak Peradaban Sejarah lokal dan penanganannya , dalam kesempatan itu penulis menyatakan kalau sesungguhnya bukan seorang sejarawan seperti yang disebutkan moderator tetapi hanya seorang pekerja swasta yang mencintai sejarah , penulis sangat prihatin terhadap kurangnya perhatian pemerintah dan masyarakat terhadap sejarah lokal khususnya yang ada di kabupaten Sidoarjo .
           Penulis menceritakan secara ringkas aktivitasnya sejak akhir tahun 2013 yang terlibat dengan pembukaan Situs Pelawangan Suwaluh Balongbendo  hingga melakukan berbagai penelusuran jejak-jejak peradaban dengan komunitas Garda Wilwatikta yang terekam dalam buku Mengais Jejak Peradaban Bumi Kahuripan jilid 1 , juga melakukan berbagai pertemuan dengan tokoh sejarawan dan komunitas pecinta sejarah dan budaya , kemudian diawal tahun 2017 bersama 5 komunitas yang lain bersama- sama melakukan penelusuran diwilayah Tarik khususnya didesa KedungBocok hingga ditemukannya Situs Purbakala di desa tersebut .
            Termasuk menceritakan upaya mengajak kalangan akademisi untuk turut serta menindak lanjuti temuan situs purbakala maupun melakukan upaya pelacakan persebaran situs diantaranya kerjasama dengan Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya yang telah beberapa kali melakukan uji Geo Listrik dan Georadar dibeberapa tempat di kabupaten Sidoarjo dan juga dengan Universitas Airlangga Surabaya untuk pembinaan buat desa KedungBocok menuju desa Wisata .
                 Berikutnya giliran pembicara kedua yaitu Mas Duwi Setiya Utomo dari Banyuwangi , Mas Duwi yang seorang pengajar ini tampil sangat komunikatif dengan berdiri mencoba mencairkan suasana .
         Banyak materi yang dipaparkan pada kesempatan ini Terutama setelah mendapat " provokasi" dari seniornya yaitu Mas M. Hidayat Aji Ramawidi yang juga pembicara pada hari itu dia penasaran dan bergerak bersama melakukan pembuktian- pembuktian dari cerita Tutur yang didengarnya dari Mas Aji ( panggilan akrab M.Hidayat Aji Ramawidi) diberbagai tempat hingga menemukan tempat atau situs-situs tersebut bahkan mendapatkan temuan - temuan baru yang memperkuat risetnya .
         Kesempatan berikutnya giliran pembicara yang ketiga yaitu Mas M. Hidayat Aji Ramawidi menyampaikan orasinya yang intinya menceritakan pertama kalinya tertarik pada sejarah lokal yang seolah-olah ditepikan , sementara pengetahuan sejarah kita baik Nasional maupun Lokal menurutnya banyak yang tidak sesuai , banyak pengalihan sejarah terutama yang dilakukan penjajah sejak selesainya perang Diponegoro yang kebanyakan isinya menceritakan keburukan- keburukan tokoh sejarah kita juga menceritakan pertentangan antara agama dan suku kita.
     Mas Aji menyebutkan ketakutan penjajah akan persatuan rakyat dalam berbagai perlawan terhadapnya membuat Belanda mempunyai keinginan untuk memecah belah dan mengadu domba persatuan antara berbagai macam agama dan suku dengan cara merubah catatan-catatan sejarah sesuai dengan keinginannya , maka kemudian muncullah Serat Babad Kadhiri yang isinya adalah percakapan seorang yang kerasukan jin dengan seseorang yang diminta Residen Kediri saat itu yang intinya mengadu domba antar agama , suku bangsa , setelah itu muncullah berbagai macam serat yang sumbernya dari Serat Babad Kadhiri ini .


            Karena itulah Mas Aji penulis buku Suluk Blambangan ini meminta dan mengajak peserta saraserahan yang hadir untuk belajar yang benar tentang sejarah , kritis dan berupaya menyampaikan pengetahuan sejarah yang benar dan lebih mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa , mas Aji juga berpesan sebagai mahasiswa jurusan sejarah yang nantinya juga sebagai sejarawan mempunyai tugas yang berat namun mulai yaitu mengawal kejayaan Nusantara melalui sejarah yang benar .
        Sesi berikutnya adalah sesi tanya jawab , pada sesi pertama ada tiga penanya dari mahasiswa yang hadir yang intinya menanyakan pendapat ketiga pembicara tentang berbagai tentang Sejarah lokal hubungannya dengan sejarah Nasional , Mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa dalam penulisan buku sejarah dan cara memperkenalkan Sejarah lokal kepada generasi muda , ada pertanyaan- pertanyaan yang menarik dari mahasiswa- mahasiswa sejarah dari berbagai Universitas di Jawa timur bahkan ada yang dari luar Jawa timur tersebut , salah satunya bagaimana upaya untuk menarik minat seluruh elemen bangsa akan menempatkan sejarah sebagai acuan bangsa membangun ke depan  karena perlu diketahui jurusan sejarah sendiri sangat kecil peminatnya diberbagai kampus terlebih dimasyarakat dan pemerintahan .
       
      Demikian lah sekilas rangkuman Saraserahan dan Diskusi sejarah lokal yang bisa saya tuliskan ,mohon maaf pasti banyak kekurangan disana sini ..
     Terimakasih ....
Agus Subandriyo , penulis.
Share:

1 Februari 2019

Paradigma Sejarah lokal


        Paradigma dalam disiplin intelektual adalah cara pandang orang terhadap diri dan lingkungannya yang akan mempengaruhinya dalam berpikir( kognitif), bersikap( afektif), dan bertingkah laku( konitif).
     Paradigma juga dapat berarti seperangkat asumsi Konsep, nilai, dan praktik yang diterapkan dalam memandang realitas dalam sebuah komunitas yang sama, khususnya, dalam disiplin intelektual.
        Kata paradigma sendiri berasal dari abad pertengahan di Inggris yang merupakan kata serapan dari bahasa Latin yang Pada tahun 1483 Masehi yaitu paradigma yang berarti suatu atau pola, bahasa Yunani nya Paradeigma ( para+deiknunai) yang berarti untuk " membandingkan" bersebelahan ( para ) dan memperlihatkan ( deik ) sumber Wikipedia.
             Sementara itu dalam pengertian objektif Sejarah lokal adalah proses perkembangan keaktifan kemanusiaan di daerah tertentu.
       Pengertian daerah disini adalah lingkungan geografis tertentu yang sudut pandangnya bisa dipersempit atau diperluas karena batasan luasan dari area sejarah lokal tersebut sulit ditentukan.
        Pada era digital ini fungsi dan manfaatnya sejarah lokal sesungguhnya amat diperlukan baik dari sisi ketahanan sejarah budaya nya maupun manfaat ekonominya , walaupun belum diterapkan dengan sepenuhnya karena kurangnya konsep dan kemauan dalam menggelutinya .
        Sesungguhnya potensi manfaat Sejarah lokal di setiap desa ataupun kecamatan sangat melimpah hanya saja kurang ada perhatian dan kemauan untuk mengungkap ,meneliti , merekonstruksi, dan memanfaatkannya sebagai sumber pendapatan daerah .
     Contoh sederhana disebuah desa di kecamatan Tarik misalnya yaitu didesa KedungBocok pada 3 Februari 2018 yang lalu telah ditemukan struktur pondasi didekat pemakaman ,setelah mengalami berbagai proses walaupun belum ada penelitian resmi' dari pihak terkait namun diduga kuat tempat tersebut adalah titik nolnya Mojopahit ( sesuai hasil sidak BPCB Trowulan dan telaah Serat Pararaton ) , bila saja potensi sejarah lokal Desa KedungBocok ( termasuk desa - desa lainnya seperti Terung Wetan , Urangagung contoh yang ada di wilayah kabupaten Sidoarjo ) tersebut dikelola dengan baik tentunya akan menambah pendapatan desa tersebut , termasuk menjadi sumber mata pencaharian masyarakat setempat dengan cara dijadikan situs tersebut sebagai Wisata Desa , terlebih nilai situs desa KedungBocok sangat penting karena menyangkut asal mula Mojopahit di hutan Trik , belum lagi dari sisi yang lain akan memberikan kontribusi nya misalnya kuliner ataupun produk-produk  kerajinan setempat akan menjadi ciri khas tersendiri.


     Jadi belajar, mengungkapkan , melestarikan sejarah lokal bukan berarti kita harus menjadi kuno , menjadi Hindu atau Budha tidak karena tidak semua peninggalan sejarah itu kuno atau primitif karena justru dari artefak yang ditemukan akan terlihat keunggulan keunggulan nya yang bertahan ratusan tahun , dari sana dapat kita bayangkan betapa bagusnya kontruksi bangunannya , arsitekturnya , betapa bagus pengolahan bahan baku bangunannya dan lain sebagainya .
         Bahkan dari sejarah - sejarah lokal yang ada tersebut akan menjadi salah satu sumber sejarah bangsa kita ,terutama untuk melengkapi dan membandingkan dengan literatur yang telah ada , semua itu akan menjadi keilmuan di bidang sejarah,  ingat sejarah itu adalah sebuah peristiwa yang sudah selesai dan tidak akan mungkin berubah tetapi pengetahuan tentang sejarah akan selalu berubah-ubah sesuai dengan temuan - temuan baru atau berubahnya metode dalam memahami sejarah ...
Terimakasih .
Share:

28 Januari 2019

Jejak Peradaban Dusun Punggul , Ngastemi ,Bangsal Mojokerto

   Pada kesempatan kali ini, Senin 9 Mei 2016 Team Garda Wilwatikta Tado Singkalan kembali menelusuri jejak peradaban kuno di suatu dusun di wilayah Kecamatan Bangsal Kabupaten Mojokerto, yaitu di Dusun Panggul. Pagi yang cukup cerah itu penulis mengajak putri sulungnya untuk ikut menyertainya. Seorang anggota komunitas Garda Wilwatikta dari Mojokerto menjadi pemandu penelusuran hari ini yaitu mas Alpandi Mustofa.




   Sekitar pukul 09.00 WIB Team Garda Wilwatikta berangkat dari Jati Wetan Lengkong menuju Dusun Punggul. Dalam perjalanan sekitar 15 menit tersebut kami melewati jalanan pedesan yang berkelok-kelok, banyak tempat-tempat yang mengundang rasa penasaran untuk menelusurinya.


   Setelah 15 menit kemudian kami memasuki persawahan Dusun Punggul yang berbatasan dengan Dusun Hustem, kontur tanah di daerah ini naik-turun seperti daerah perbukitan, namun hal tersebut tidaklah seperti dugaan kami, kontur tanah yang naik-turun itu dikarenakan adanya penggalian tanah untuk pembuatan bata merah di berbagai tempat di daerah ini. Setelah melewati sebuah sungai yang cukup dalam dengan jembatan beton yang lebarnya hanya satu meter tanpa pagar, kamipun berhenti di dekat sebuah pohon Kepuh besar yang terdapat sebuah makam. Mas Alpandi Mustofa mengajak kami melihatnya dan mengambil dokumentasinya.


   Di bawah pohon Kepuh yang besar tersebut ada sebuah makam, terdapat pecahan bata kuno dan batu pipisan, melihatnya timbullah dugaan awal kami yaitu adanya bekas pemukiman kuno di sini. Beranjak dari Pohon Kepuh yang kemungkinan besar adalah Punden Dusun, mas Alpandi mengajak kami melihat sawahnya yang letaknya di sebelah utara sekitar seratus meteran. Karena baru ditanami padi kami pun tidak jadi menelusuri jejak bata kuno maupun bekas sumur kunonya.



   Kami pun menuju sebuah Linggan (tempat pembuatan bata merah) yang letaknya di sebelah selatan pohon Kepuh tadi, sekitar 60-an meter. Mas Alpandi segera menunjukkan bata-bata kuno yang berserakan di sepanjang jalanan tanah turun ke Linggan, ada bata kuno yang jadi pemberat terpal supaya tidak bergeser. Kemudian kami menuju sebuah sumur kuno yang berbentuk bundar di bawah pohon keres.



   Yang menjadi pertanyaan kami kenapa sumur tersebut tidak dibongkar ketika terjadi penggalian tanah untuk pembuatan bata merah? Ternyata menurut keterangan salah seorang warga setempat yang diwawancarai mas Alpandi beberapa waktu yang lalu karena warga takut karena sumur kuno tersebut ada penunggu ghaibnya. Memang kalau melihat kondisi tempat itu yang disana-sini ada penggalian tanah untuk pembuatan bata sangat memprihatinkan, banyak bangunan-bangunan yang diduga kuat adalah situs peninggalan bersejarah ikut rusak, hancur, dan hilang tak berbekas.

   Perlu turun tangan dari berbagai pihak yang terkait dalam Penyelamatan Situs Budaya terutama BPCB Jawa Timur untuk menanganinya agar tidak semakin luas kerusakannya. Dari Sumur ini kami menuju sebuah tumpukan bata kuno yang ada di sebelah barat sumur tadi sekitar 40-an meter.



   Dalam tumpukan bata kuno yang kemungkinan dikumpulkan warga ketika penggalian tanah terdapat beberapa pecahan batu pipisan yang terbuat dari batu Andesit, hal ini semakin memperkuat dugaan kami tentang adanya pemukiman kuno di tempat ini, berikut beberapa foto dokumentasi kami.







   Demikianlah Penelusuran Jejak Peradaban yang kami lakukan di Dusun Punggul, semoga akan ada upaya nyata dari istansi terkait sehingga tidak terjadi kerusakan pada situs-situs yang masih belum terdata tersebut, terutama agar komunitas pecinta sejarah dan budaya setempat seperti Mojopahit Lelono bisa melestarikan nya , terimakasih…

Lihat video disini

Share:

7 Januari 2019

Sedikit Tentang Komunitas Garda Wilwatikta

       Komunitas pecinta sejarah dan budaya Garda Wilwatikta Tado Singkalan adalah sebuah komunitas yang berdiri karena keprihatinan para penggiat dan pemerhati Sejarah budaya yang ada di Sidoarjo khususnya , adalah Agus Subandriyo seorang anggota komunitas Balasatya Wetan mengajak beberapa pemuda yang cinta akan sejarah Nusantara membentuk komunitas Garda Wilwatikta untuk bergerak menelusuri jejak-jejak sejarah disekitar kecamatan Balongbendo serta memberi pemahaman akan peradaban juga persebarannya .
         
         Mereka adalah Eko Finda Jayanto , Abdul Aziz Samsudin dan Dicki Wahyudi , sejak akhir Agustus 2015 Garda Wilwatikta mulai menelusuri persawahan , Makam - Makam , Punden yang ada disekitar kecamatan Balongbendo hingga Tarik dan Krian ,  mulailah hari-hari dengan berbagai temuan , pecahan bata kuno , pecahan gerabah , keramik , sumur - sumur kuno hingga memberanikan diri melakukan observasi mandiri dengan melakukan sedikit penggalian di sebidang tanah milik seorang warga di Dukuh Pulolancing Kedung Sukodani untuk membuktikan dugaan adanya peradaban kuno yang terpendam di desa tersebut .
          
              Untuk mengabadikan kegiatan mereka tersebut dibuatlah Blog , saluran You Tobe dan group Facebook yang memuat kegiatan dan temuan - temuan mereka , semua upaya tersebut bukanlah tujuan utama mereka karena sebenarnya tujuan utama mereka adalah tumbuhnya kesadaran seluruh elemen masyarakat untuk sadar , mencintai peninggalan- peninggalan sejarah budaya serta turut melestarikan nya .

             Hingga suatu hari datanglah seorang pemuda aktivis sejarah dan budaya dari Surabaya memberikan support untuk mendorong Garda Wilwatikta untuk mencatat seluruh kegiatan nya dalam sebuah buku . Setelah menyakinkan pentingnya sebuah catatan yang berupa buku pada Agus Subandriyo terutama untuk kepentingan dimasa - masa depan akhirnya Noer Satriawan bisa tersenyum karena akhirnya Garda Wilwatikta membuat sebuah buku yang berisi catatan tentang kegiatan- kegiatan mereka , buku tersebut ditulis oleh Agus Subandriyo dengan editor nya Abdul Aziz Samsudin sekaligus desain Covernya , Setting oleh Burhan Fatahilah dan Konektor Edwin Mardianto dari Balasatya Wetan .
 
       Karena ketiadaan dana untuk menerbitkan buku di penerbit , akhirnya dicetak beberapa buah untuk diberikan ke beberapa pihak sebagai wujud keberadaan Garda Wilwatikta sebagai salah satu komunitas pecinta sejarah dan budaya Nusantara , khusus nya di Sidoarjo .   Alhamdulillah atas bantuan serta upaya seorang guru di Gresik yaitu Ibu Ismawita akhirnya buku Mengais Jejak Peradaban Bumi Kahuripan diterbitkan oleh Pihak Perpustakaan Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan kini menjadi koleksi Perpustakaan di Surabaya .

       Semoga ini adalah langkah awal untuk terus bergerak dan berkarya dimasa - masa mendatang yang bermanfaat bagi upaya pelestarian sejarah budaya .

   Terima kasih .

Share:
Komunitas Pecinta Sejarah dan Budaya - GARDA WILWATIKTA Tado Singkalan - "Menapak Jejak, Mematri Semangat, Mengunggah dan Melestarikan Peradaban Nusantara"

Garda Wilwatikta

Blog Archive