G A R D A W I L W A T I K T A

Blog ini bertujuan sebagai wadah/sarana ilmu pengetahuan, sejarah, mitos, dan juga pencarian jejak-jejak peradaban peninggalan Kerajaan-kerajaan di Nusantara.
Silahkan bagi yang ingin mengikuti komunitas ini kita bisa belajar bersama-sama, karena kami juga sangat minim pengetahuan, dan diharapkan kita bisa sharing berbagai informasi tentang sejarah yang ada di Nusantara ini...

Laman

30 Desember 2016

MENYUSURI JEJAK PERADABAN KAHURIPAN


   Dengan memakai dua motor team Garda Wilwatikta Tado Singkalan menuju Urangagung Sidoarjo, situs yang ditemukan warga dusun Njaretan Desa Urangagung pada Januari 2016 lalu.
Share:

1 Desember 2016

Menguak Tabir Misteri Peradaban Dusun Pringgodani



   Dusun Pringgodani merupakan sebuah dusun yang berada di Desa Bakung Pringgodani Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo. Dalam catatan jejak peradaban yang sudah saya tulis di buku "Mengais Jejak Peradaban Bumi Kahuripan" telah sedikit saya sebutkan jejak-jejak peradaban kunonya, seperti banyaknya bata-bata kuno di pemakaman umum, persawahan maupun beberapa tempat yang dikeramatkan warga seperti punden Doro, Krapyak dan sebuah punden yang letaknya di sebelah selatan makam.

Share:

29 Oktober 2016

MOJOPAHIT ADA DI SEKITAR KITA

BUKAN HANYA DI TROWULAN SAJA


   Bila kita berkunjung ke Museum Mojopahit yang ada di Trowulan Mojokerto maka kita dapat menyaksikan artefak-artefak peninggalan masa Kerajaan Mojopahit disana. Mulai dari prasasti, patung, bata kuno, batu andesit, keramik dan gerabah semua ada disana, juga kotak-kotak eskavasi bekas pemukiman era itu, candi-candi maupun makam-makam.

Share:

18 Oktober 2016

SEKILAS DI TLATAH LAMONG


   Budha 12 Oktober 2016, Team Garda Wilwatikta Tado Singkalan berangkat dari basecamp sekitar jam 07.45 WIB.
Share:

11 Oktober 2016

HILANGNYA PERADABAN KUNO


   Begitu banyaknya cerita tentang banyaknya peradaban yang ada di Nusantara khususnya di Jawa, baik cerita itu berasal dari cerita rakyat ataupun yang sudah diteliti oleh pihak yang dianggap berkompeten yang sudah disepakati sebagai catatan sejarah masa lalu. Namun banyak dari semua itu baik yang sudah jadi literatur maupun yang masih bersifat cerita rakyat sedikit sekali bukti arkeologisnya, atau setidak-tidaknya sisa dari adanya peradaban tersebut.

Share:

MELINTAS BRANG LOR (utara sungai Brantas)


   Wrashpati 06 Oktober 2016, pada hari itu penulis dijemput dua punggawa Garda Wilwatikta Tado Singkalan yaitu mas Eko Finda Jayanto dan mas Abdul Aziz Samsudin untuk melakukan penelusuran di daerah utara Sungai Brantas atau biasa disebut Brang Lor.
Share:

30 September 2016

PULOLANCING "Pemukiman Para Bujang dari Mancanegara" #Ekspedisi_Dukuh_2


   Dilihat dari maknanya Pulolancing adalah pulaunya para bujang, yang maksudnya bila kita mencoba menduga atau berhipotesa adalah tempat bermukimnya para pedagang dari mancanegara. Hal ini setelah mengkaji berbagai aspek dan lingkungan sekitar Dukuh khususnya dan Pulolancing pada umumnya. Secara umum Pulolancing terletak di sebelah timur sungai Mas dekat percabangan dengan sungai Marmoyo yang mengarah ke Dusun Pelabuhan Canggu Jetis yang telah diduga sebagai tempat pelabuhan Canggu dimasa silam.

peta sekitar Dukuh-Pulolancing
   Juga letaknya yang tidak terlalu jauh dari Dusun Serbo Bogempinggir yang kita duga sebagai pelabuhan Sarbha. Terlebih sekitar hampir setahun yang lalu komunitas pecinta sejarah dan budaya Garda Wilwatikta telah melakukan penggalian disebidang tanah milik warga di Dukuh, dan hasil observasi mereka telah disimpan di salah satu ruangan Balai Dusun setempat.


   Tampak ketua Balasatya Wetan beserta anggotanya mengklarifikasikan temuan artefak di Museum Mini Dukuh. Sebelumnya rombongan Balasatya Wetan ini telah mensurvei dukuh tempat observasi Garda Wilwatikta.






   Dalam kesempatan itu Balasatya Wetan diantar dua anggota Garda Wilwatikta yaitu mas Eko Jayanto (ketua) dan mas Aziz (sekretaris) untuk melihat 4 buah sumur kuno yang telah diketahui di Dukuh, ,juga menceritakan secara kronologis proses awalnya observasi sampai kisah-kisah mistis yang menyertainya.


Sumur kuno yang terdapat di Dukuh
lihat video Ekspedisi Dukuh #2

   Dalam kesempatan itu kami juga sowan kepada pemilik tanah observasi bapak Tri Wahyono juga bapak Kepala Dusun Pulolancing bapak Eko Wiyono, untuk bersilahturahim dan membicarakan kondisi terkini Dukuh mengingat kami Garda Wikwatikta telah melaporkan temuan-temuan itu kepada Balai Pelestarian Cagar Budaya BPCB Jawa Timur di Trowulan pada Desember 2015 yang lalu. Setelah berdialog dengan bapak Eko Wiyono selaku kasunnya kita mendapati belum ada survei dari BPCB.


   Setelah melakukan survei di Dukuh maupun melihat artefak di Dukuh, komunitas Balasatya Wetan melalui ketuanya bapak Edwin Mardianto mengapresiasi secara positif dan terus mendukung aktifitas komunitas Garda Wilwatikta yang berpusat di Dusun Tado Desa Singkalan ini. Dan juga bapak Edwin Mardianto membuat sebuah kesimpulan bahwa dahulu kala diduga di Dukuh maupun Pulolancing umumnya adalah tempat bermukim para pedagang dari mancanegara seperti China, hal ini didasarkan dari tempatnya yang strategis dan temuan-temuan artefaknya seperti koin-koin asing, koin gobog, maupun keramik asing. Namun demikian dugaan sampai zaman dimana kawasan Dukuh maupun Pelabuhan Canggu dan Sarbha terus digunakan, karena melihat kondisi sungai Mas maupun sungai Marmoyo sekarang telah terjadi penyempitan dan pendangkalan.



   Menurut literatur tahun 1625 Masehi tentara Mataram menutup aliran sungai Marmoyo di daerah Gedeg - Mojokerto dengan bangkai manusia dan hewan dalam perang menaklukan daerah Brang Wetan yang dipimpin Surabaya saat itu, konon karena penutupan sungai Marmoyo tidak hanya membuat perlawanan Surabaya kalah tapi juga mematikan roda perekonomian dijalur sungai Marmoyo dan sungai Mas seperti Pelabuhan Canggu, Sarbha, Jruk yang tentu saja berdampak pada pemukiman pedagang di Dukuh.

   Konon ada kisah dari warga Dukuh kalau pernah ada wabah atau pagebluk yang memaksa penghuni Dukuh meninggalkan pemukimannya, bisa saja wabah itu berasal dari virus-virus penyakit yang ditimbulkan dari tumpukan bangkai manusia dan bangkai hewan dihulu sungai Marmoyo tadi. Sekedar menduganya saja, konon karena blokade atau penutupan sungai Marmoyo oleh tentara Mataram itu membuat Perlawanan Surabaya berhenti karena kurangnya pasokan bahan makanan, air bersih, dan terkena penyakit.

   Demikianlah kegiatan komunitas Balasatya Wetan dan Garda Wilwatikta di Dukuh Pulolancing desa Kedung Sukodani kecamatan Balongbendo Sidoarjo. Semoga saja akan ada respon positif baik dari warga setempat maupun pihak yang terkait, tak lupa kami menghaturkan terimakasih yang sebesar-besarnya atas peran serta bapak kasun Pulolancing, seluruh anggota Balasatya yang hadir yang telah meluangkan waktunya mengunjungi Dukuh.

Maturnuwun, Salam Nusantara...
Share:

14 September 2016

MENDORO NANG NDORO DEN AYU

Pendopo Ndoro Den Ayu
   Konon begini kisahnya tentang sebuah kompleks makam yang dikeramatkan warga di kawasan Tado. Dahulu kawasan makam ini terkenal sangat wingit, terdapat pohon beringin yang besar berada di sisi selatannya, rimbun alang-alang dan semak belukar setinggi satu meter mengelilinginya, sinar matahari sulit menembus karena saking lebatnya dahan-dahan pohon yang saling bertautan sehingga menambah kesan mistis dan angker tempat ini. Hanya sedikit orang yang berani memasuki kompleks makam yang dikelilingi makam umum tersebut.

Share:

10 Agustus 2016

SEBUAH CATATAN PERJALANAN JEJAK (Dlanggu)


   Wrhaspati 4 Agustus 2016, Garda Wilwatikta kembali mencoba menelusuri jejak-jejak peradaban yang ada di kawasan Jrambe, Tegalsari, Puri, dan sekitarnya yang berada di Kecamatan Dlanggu dan Kecamatan Puri Kabupaten Mojokerto.

Share:

21 Juli 2016

SITUS MBAH WALI MOJOLEBAK


Dusun Mojolebak adalah salah satu dusun di Desa Mojolebak Kecamatan Jetis Kabupaten Mojokerto. Di sebuah perempatan jalan desa terdapat beberapa pohon yang cukup rindang yang berada di sudut jalan, yaitu sebuah pohon Trenggulun dan dua buah pohon Kreta. Di bawah pepohonan tersebut ada persebaran bata-bata kuno dan juga batu andesit.

Share:

3 Juli 2016

TAPASANA PELAWANGAN DAN KISAH PEMBUKAAN SITUS PELAWANGAN



Siang itu dengan me.ngendarai Vespa tuanya, Dedy Anom Al-Jawi telah menelusuri jalanan desa yang sejuk diantara rimbunnya bambu. Tak lama kemudian vespanya berhenti di jembatan kecil pertigaan jalan yang menjadi batas antara dua desa, sambil menghisap rokok Dedy memandang ke arah barat. Terlihat dua buah rerimbuan yang cukup besar di tengah persawahan, “Hemmm tempat itu cukup mencurigakan“.



Itulah kisah awalnya bagaimana Situs Pelawangan Suwaluh-Balongbendo sempat dicurigai oleh Komunitas Pecinta sejarah Nusantara LAKON JAGAD yang merupakan sebuah komunitas pelestari sejarah budaya Sidoarjo. Mereka yang mengawali proses pembukaan Situs Pelawangan sejak pertengahan tahun 2013, setelah itu ada upaya dari mereka untuk membuktikan hipotesanya tentang adanya bangunan masa lalu yang terpendam di Pelawangan. Sekitar bulan Juli 2013 bersama seorang Tokoh Pelestari Budaya Sidoarjo, Lakon Jagad mencoba membuktikan hipotesanya………



Kemudian kegiatan tersebut terus berlanjut pada 14 Februari 2014, Lakon Jagad mengajak komunitas Balasatya Wetan ( Laskar Wetan ) untuk melakukan penggalian mandiri di situs Pelawangan Kidul dengan seizin Pemerintah Desa Suwaluh juga pemilik tanah.




Diiringi letusan Gunung Kelud yang meletus setelah acara syukuran Tumpengan di situs Pelawangan, Komunitas Lakon Jagad dan Balasatya Wetan menggali situs Pelawangan Kidul dengan bergotong-royong, pelan-pelan struktur bangunan yang terpendam mulai tampak, Sakha TV turut mendokumentasikan kegiatan mereka.





Waktupun terus berjalan dengan dinamis, temuan-temuan mulai bermunculan. Tak terasa mereka telah 3 bulan melakukan eskavasi secara mandiri, banyak rintangan dan tantangan dari berbagai pihak tentang kegiatan mereka terutama di medsos seperti KASKUS maupun FACEBOOK sehingga memancing pihak–pihak terkait seperti BPCB Trowulan untuk dating, begitupun komunitas-komunitas pecinta sejarah baik yang mendukung maupun yang menentang.




Akhirnya para pemuda Suwaluh pun ikut dalam proses tersebut, museum minipun segera disiapkan di Kantor Kepala Desa Suwaluh yang memuat temuan-temuan tersebut.









Bahkan ITS Surabaya ikut melakukan riset di Pelawangan. Mereka melakukan pengecekan Georadar dan foto satelit. Dari kesimpulan hasil risetnya dipaparkan dalam seminar ITS yang membuat kesimpulan bahwa ada struktur bangunan yang terpendam di situs Pelawangan dan desa Suwaluh pada umumnya, dugaannya adanya bekas pemukiman.



Selanjutnya Pemuda Suwaluh yang kini meneruskan kegiatan pelestarian di Situs Pelawangan, mereka menamakan diri sebagai TAPASANA PELAWANGAN yang sejak bulan Mei 2016 kembali melakukan bersih-bersih di Pelawangan, demi kecintaan pada peninggalan bersejarah di desanya. TAPASANA PELAWANGAN juga mengajak semua Komunitas Pecinta Sejarah & Budaya lainnya untuk turut berpartisipasi seperti Komunitas Majapahit, Lakon Jagad, Balasatya Wetan, bahkan Garda Wilwatikta.





Para pemuda Suwaluh mempunyai kegiatan positif pada Minggu 25 Juni 2016, yaitu kegiatan menaman tanaman Agrobis di lahan Pelawangan guna mendapatkan manfaatnya terutama demi mendapatkan dana bagi pelestarian Situs Pelawangan itu sendiri.



Semoga komunitas Pemuda Suwaluh TAPASANA PELAWANGAN ini terus eksis dalam melestarikan peninggalan bersejarah di desanya, tetap terbuka dengan semua elemen masyarakat dan tetap mandiri.

Salam Nusantara…

Jaya jaya jaya jaya Wijayanti……!!!


lihat video disini
Share:

16 Juni 2016

GALILAH LEBIH DALAM LAGI NAK

   Sepulang dari Tlatah Lamong tadi, membuat Finda gelisah, dia merasa ada sesuatu yang mengganggu pikirannya ketika sejak memasuki sebuah Makam yang istimewa di suatu tempat di Tlatah Lamong. Semenjak memasuki makam tersebut kepalanya merasa pusing entah apa sebabnya dia merasa penasaran dengan Kisah Makam tersebut.
Share:

6 Juni 2016

KUNJUNGAN DI LUKREJO


   Raditya 29 Mei 2016, Team GARDA WILWATIKTA berkesempatan mengunjungi Desa Lukrejo yang berada di Kecamatan Kalitengah Lamongan.



Tak banyak yang kami ketahui tentang Desa Lukrejo atau biasa disebut warga dengan sebutan desa Ngeluk kecuali dari buku “Jatidiri Gajah Mada dan peranan Umat Islam Majapahit” yang ditulis oleh mas SofyanSunaryo Al Jawi yang leluhurnya berasal dari Lukrejo. Kami tidak memabahas tentang peradaban yang ada di sini karena telah dibahas dalam bukunya mas Sofyan diatas, kehadiran kami di sini semata-mata ingin bersilaturahim dengan pemuda-pemuda Lukrejo yang tergabung dalam SATYAH TLATAH LAMONG, yaitu sebuah komunitas pecinta Sejarah dan Budaya yang kebetulan pusatnya ada di Lukrejo.


   Kami berdua (Penulis dan mas Eko Finda Jayanto ketua Garda Wilwatikta) berangkat dari Singkalan sekitar pukul 08.00 WIB. Dengan melalui jalur Dawar Blandong – Balong Panggang berbelok ke barat menuju Mantup, dari Mantup kami mengikuti jalan menuju Kota Lamongan, sekitar pukul 09.00 WIB kami memasuki Kota Lamongan dan beristirahat sejenak di depan Masjid Agung Lamongan yang berada di dekat Alun-alun.



Dari sana kami mencari informasi arah jalan menuju desa Lukrejo. Setelah beberapa kali bertanya akhirnya kami berada di jalur yang benar menuju tujuan kami yaitu Desa Lukrejo. Sekitar pukul 09.45 WIB kami akhirnya mencapai pintu masuk Desa Lukrejo. Penulis segera mengirim SMS kepada salah seorang pemuda Lukrejo untuk mengabarkan kehadiran kami, tak lama kemudian mas Lukman datang menjemput kami.


   Kami berdua segera mengikuti mas Lukman menuju rumah Pak Suwanto salah seorang warga Lukrejo, di sana kami diterima dengan hangat oleh mereka. Setelah beberapa saat terlibat perbincangan yang hangat kami pun minta diantarkan sowan ke rumah Pak Kades Lukrejo, namun Beliau sedang tidak berada di rumah, begitu juga saat ke rumah Bapak Kartam mantan kades juga Beliau tidak berada di rumah.







Akhirnya kami beritiga menuju Makam Mbah Piluk, di sana pak Suwanto dan para pemuda sudah berada di sana. Kami kembali berbincang-bincang tentang situs yang ada di Desa Lukrejo ini termasuk berbagi macam kisahnya. Di sini para pemuda menyimpan pecahan artefaknya.




  Kami pun masuk ke dalam area makam Mbah Piluk atau yang nama lengkapnya Ki Lukman Hakim. Tentang siapa beliau, telah dikupas dalam Buku Jatidiri Gajah Mada oleh mas Sofyan Sunaryo Al Jawi, namun versi tentang siapakah Mbah Piluk itu sendiri ada beberapa macam versinya, demikian yang kami dengar dari Pak Suwanto dan beberapa warga lainnya. Sayangnya Makam Mbah Piluk sudah direnovasi lebih modern sehingga sulit mencari kekunoannya. Menurut informasi dari warga di area Makam ini dulu banyak struktur bata kuno yang kini telah tertutup oleh bangunan Makam, juga temuan-temuan Kerangka Manusia yang ditemukan ketika hendak membangun Pendopo Makam kemudian kerangka-kerangka tersebut dipendam kembali, kini ada di bawah lantai keramik pendopo.



   Setelah itu kami diajak para pemuda menuju sebuah tempat di belakang Balai Desa Lukrejo yang kini menjadi tambak, menurut warga di tempat itulah dulu pernah ditemukan uang kepeng gobog dalam sebuah Guci dan baju besi yang konon milik leluhur desa ini. Mungkin baju besi ini seperti yang dimaksudkan mas Sofyan Sunaryo tentang tujuh buah baju besi milik pengikut Ki Lukman Hakim yang konon baju besi tersebut adalah baju besi tentara Mongol yang dirampas Prajurit Mojopahit ketika awal-awal Mojopahit berdiri (konon baju-baju besi tersebut dipakai kesatuan pengawal Raja yaitu Bhayangkara). Tentara Mongol merampas Baju besi tersebut dari Kerajaan Abbasiyah yang pusatnya berada di kota Baghdad.



   Setelah itu kami menuju situs Mbok Rondo Kuning (Situs Roboto) yang berada di tengah tambak, di tengah rerimbunan rumput gajah atau disebut warga sebagai Embet. Karena teremdam air kami tidak bisa mendekat ke situs ini. Banyak versi yang beredar tentang situs ini, ada yang bilang ini janda Cina, ada yang bilang seorang janda pendatang dari luar daerah yang kemudian tinggal di sana.




   Di sekitar situs Mbok Rondo Kuning terdapat juga bata-bata kuno yang ditemukan baik yang masih utuh maupun yang sudah pecah, demikian pula pecahan gerabah lainnya. Ketika kami kembali menuju ke motor kami secara tidak sengaja putra bapak Kartam mantan kades Lukrejo sedang lewat kemudian mas Lukman Hakim memanggil beliau kemudian mas Lukman Hakim memperkenalkan kami kepada putra bapak Kartam tersebut yang ternyata bernama bapak Didik. Setelah berdialog sebentar bapak Didik mengajak kami menuju makam desa Cluring, “Mumpung berada di Ngelukrejo monggo melihat sebuah tulisan yang ada di sebuah pohon yang menurut informasi tetua desa Cluring tulisan yang tidak bisa dibaca itu telah ada sejak mereka masih kecil.“ Begitu ajak bapak Didik kepada kami. Kami pun segera mengikuti beliau menuju makam Desa Cluring.


   Sesampainya di makam Cluring tersebut kami segera memasuki tengah area pemakaman yang ada pohon besarnya, di situlah ada semacam aksara yang diukir di pohon ( ternyata tulisan tersebut bukan termasuk tinggalan arkeologi ).




   Setelah memberi penjelasan tentang kegiatan yang pernah beliau lakukan bersama mas Sofyan Sunaryo beberapa tahun yang lalu di Desa Lukrejo dan sekitarnya, bapak Didik sebenarnya ingin mengajak kami ke sebuah tempat dimana ada sebuah inskripsi huruf kuno di sebuah nisan namun karena waktu kami yang terbatas akhirnya kami mohon diri untuk segera kembali ke Sidoarjo.




   Ada beberapa poin yang kami dapatkan dalam kunjungan kali ini, yaitu belum adanya kesadaran dari pihak pemerintah desa maupun dari masyarakat akan pentingnya pelestarian benda-benda bersejarah yang ada di sekitar kita. Adanya keengganan pemerintah desa memberi tempat untuk menyimpan benda-benda bersejarah yang ditemukan di Desa tersebut. Kedua adanya kesengajaan dari beberapa oknum pelestarian sejarah yang kurang memperhatikan keberadaan benda-benda bersejarah yang pernah ditemukan, contoh adanya oknum yang tidak mau mengembalikan benda-benda bersejarah ke tempat asalnya.

   Semoga ada guna dan manfaatnya dari kunjungan Team GARDA  WILWATIKTA kali ini terima kasih…


Salam Nusantara…

Lihat Video disini

Share:
Komunitas Pecinta Sejarah dan Budaya - GARDA WILWATIKTA Tado Singkalan - "Menapak Jejak, Mematri Semangat, Mengunggah dan Melestarikan Peradaban Nusantara"

Garda Wilwatikta

Blog Archive