G A R D A W I L W A T I K T A

Blog ini bertujuan sebagai wadah/sarana ilmu pengetahuan, sejarah, mitos, dan juga pencarian jejak-jejak peradaban peninggalan Kerajaan-kerajaan di Nusantara.
Silahkan bagi yang ingin mengikuti komunitas ini kita bisa belajar bersama-sama, karena kami juga sangat minim pengetahuan, dan diharapkan kita bisa sharing berbagai informasi tentang sejarah yang ada di Nusantara ini...

Laman

25 Desember 2019

TEMUAN TERAKOTA PECAHAN MINIATUR CANDI DI SITUS GUO HINGGA SENDRATARI PERTAMA DI SIDOARJO


                  Minggu akhir dibulan September 2019 kami dari Putra Kedhaton Mojopahit dan Garda Wilwatikta sering berada didesa Seketi karena pihak desa Seketi merencanakan sebuah acara besar yang akan digelar bulan November mendatang , keberadaan kami untuk memberi masukan tentang berbagai hal demi kesuksesan acara tersebut walau beberapa kali sebelumnya kami sudah ke beberapa titik didesa ini untuk melakukan penelusuran jejak peradaban .

             Minggu itu tanggal 21 September 2019 kami berbincang-bincang dengan kepala desa , sekretaris desa dengan beberapa orang perangkat desa di Caffe Seketi yang berada di balai desa , Bapak H. Seger Sutrisno kades Seketi terlihat sangat antusias dengan kehadiran kami yang membantu mengangkat dan mengungkap kembali Budaya dan sejarah desa . Bahkan saat itu bapak Seger Sutrisno ingin mengajak kami sowan ke sebuah tempat didekat Petirtaan Jolotundo namun karena malam telah larut akhirnya Beliau mengajak kami ke Situs Guo dan Makam Mbah Prabu Joko , menurut kades Beliau melihat adanya Candi didekat Situs Guo sejak dahulu , kamipun meninggalkan balai desa menuju Situs Guo dengan mengendarai motor .

       Sesampai di lokasi seperti biasa penulis berkeliling disekitar situs terutama disisi selatan yang baru saja dibangun pondasi , Dedik Klagen , Mochamad Zuhri ikut berkelilingi diseputar bekas urukan tanah demikian pula Mbah Hadi , tak lama kemudian Dedik Klagen menemukan sebuah pecahan Terakota dan diperlihatkan kepada penulis , yang ternyata pecahan itu adalah sebuah pecahan Terakota dari sebuah miniatur bangunan Candi .


            Kami semuanya segera mencari - cari dan menemukan lagi beberapa pecahan Terakota lagi yang semakin memperkuat dugaan kalau itu adalah pecahan miniatur dari sebuah Candi atau setidak- tidaknya gapura Paduraksa .
          Penulis pun segera berkata pada bapak Seger Sutrisno , " Pak Lurah bapat tadi bilang kalau menurut penglihatan bapak ditempat ini terlihat beberapa candi , itu bisa saja benar karena yang kita temukan malam ini adalah pecahan Terakota Candi , ini dugaan kuatnya adalah miniatur candi yang sering terlihat itu pak ".
      Mendengar perkataan penulis bapak Seger Sutrisno berkaca - kaca serta terbata - bata menjawab , " Alhamdulilah mas berarti benar apa yang saya lihat bahwa di sekitar makam Mbah Prabu Joko ini ada candinya ".

       Kemudian segera Bapak Seger Sutrisno mengambil foto dan video atas temuan ini bahkan Beliau dengan terbata - bata bersuara pada rekaman video tersebut , temuanpun semakin banyak sehingga memaksa pak Sekdes Fery untuk memanggil anak- anak karangtaruna untuk membantu membawa temuan penting ini di balai desa Seketi sambil mewanti - wanti mereka untuk tidak memosting dulu temuan ini ke media sosial demi keamanan . Dokumentasi Video lihat disini 
https://youtu.be/iHL27BtuPsU .

           Setelah itu kami semua duduk diatas tikar yang telah digelar untuk berdoa karena telah diberikan salah satu bukti penting kalau dahulu kala pernah ada peradaban besar di desa Seketi .


           Tidak lama setelah peristiwa itu pihak desa Seketi menyampaikan kepada kami komunitas yang ada di Situs Alas Trik Kedungbocok Tarik Sidoarjo akan menggelar acara kirab budaya besar - besaran seperti yang pernah diadakan dikedung bocok namun diadakan ditengah - tengah festival Kampung Bambu , saat itu penulis menjanjikan akan mengajak seseorang yang biasa menangani acara kirab budaya untuk membantu desa Seketi menggelar acara .
Lihat disini video Sarasehan Budaya https://youtu.be/qWpkSwo0gFU .

            Adalah Ahmad Mambo begitu namanya akrab dipanggil , seorang seniman penggiat budaya dari Gedeg Mojokerto yang sudah malang melintang di Mojokerto , Jombang dan daerah lain sukses menggelar berbagai macam acara budaya seperti kirab dan sendratari . Akhirnya Mambopun datang ke rumah penulis untuk kemudian datang ke desa Seketi menemui Sekdes mas Fery bersama mas Abdul Rohman bayan Seketi membahas acara yang akan digelar didesa Seketi .

           Selanjutnya Mambo , Taurus , Pardy serta teman - temannya dengan sabar dan telaten melatih ibu - ibu PKK , pemuda - pemudi serta tak ketinggalan RT RW setempat untuk bermain sendratari yang rencananya akan digelar selain acara kirab , sebuah keinginan besar untuk mengangkat cerita legenda desa Seketi yaitu Legenda Prabu Joko .
        Tentu saja banyak tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan acara - acara tersebut , mulai dari sulitnya mengumpulkan orang untuk mau diajak berlatih sendratari sebanyak itu lebih - lebih mereka bukanlah penari , jadi sangatlah susah untuk mewujudkannya namun karena ketekunan , kesabaran serta kemauan kuat dari ibu - ibu PKK , pemuda - pemudi setempat juga dukungan total pemerintah desa Seketi akhirnya Sendratari itu bisa digelar . Lihat disini video kirab budaya Suryaning Mojopahit 
https://youtu.be/KAOQaXB81Xg .


          7 dan 9 November 2019 Rangkaian Acara Festival Kampung Bambu Seketi sukses digelar , baik acara UKM desa yang menampilkan produk - produk andalan Seketi maupun acara Budaya nya seperti Sarasehan Budaya , Pameran Benda Cagar Budaya , Pameran Pusaka ,Kirab budaya Suryaning Mojopahit dan Acara puncak Sendratari Legenda Prabu Joko .


        Penulis menyaksikan sendiri dalam kirab budaya yang dimulai dari Sentono Projo itu dibuka sendiri oleh bupati Sidoarjo  yang dihadiri berbagai komunitas seperti Mojopahit Lelono , Save Trowulan , Relawan Putra - Putri Mojopahit , Putra Kedhaton , Garda Wilwatikta , Lipan , Gerbang Kertosusilo , Sanggar Bhagaskara dan lain - lain juga acara puncaknya yaitu Sendratari Legenda Prabu Joko yang sukses digelar warga Seketi , terlihat setelah pementasan para pemain , kades beserta jajarannya termasuk Mambo , Taurus menangis haru , mereka semua tidak menyangka akan bisa menggelar acara sebesar ini bahkan ini adalah acara pertama di Sidoarjo , sebuah desa mampu menggelar sendratari kolosal ! Lihat disini video Sendratari Legenda Prabu Joko https://youtu.be/FqS9GuUyZTM.

        Selamat untuk desa Seketi , selamat melestarikan Budaya dan Sejarah !
Jasmerah ! Jangan lupakan Sejarah !

       Terimakasih

Agus Subandriyo , Penulis .
       
Share:

Diskusi Sejarah Lokal dan Bedah Buku Revolusi Di Pinggir Kali ( Gerakan Literasi )


   Sore itu Kamis 19 Desember 2019 saya menunggu tamu dari Gedeg Mojokerto yang menurut informasi dari Abdul Aziz (anggota Garda Wilwatikta) hendak meminta saya untuk datang sebagai salah satu narasumber dalam acara Diskusi yang akan digelar hari Jumat 20 Desember 2019, yaitu Bedah Buku "Revolusi Di Pinggir Kali dan Diskusi Sejarah Lokal". Setelah beberapa kali saya hubungi lewat WA akhirnya mereka datang juga sekitar pulkul 21.00 WIB.


   Mochamad Zuhri yang sejak sore menunggu mempersilahkan kedua tamu itu masuk, mereka adalah Dwi Yulyanto dan Slamet yang merupakan penggerak dari Lapak Baca Nyala Kolektif yaitu sebuah komunitas yang bergerak menggalakan minat membaca buku dan menulis.

   Yulian begitu nama akrabnya Dwi Yuliyanto meminta saya untuk menjadi salah satu narasumber dalam acaranya besok, dia menceritakan tentang acara besok yang utamanya adalah bedah buku yang berjudul "Revolusi Di Pinggir Kali" karya seorang penulis dan sejarawan Mojokerto yaitu Mas Ayuhanafiq,S.IP. buku tersebut menceritakan pergolakan fisik kemerdekaan tahun 1945-1950 di Mojokerto yang tidak terekspos dalam buku buku sejarah Nasional. Yulian juga meminta saya selaku perwakilan komunitas Garda Wilwatikta untuk menceritakan apa dan bagaimana Garda Wilwatikta.

   Jumat sore pukul 16.00 WIB saya sudah berada di depan kampus Universitas Islam Majapahit menunggu Yulian, ternyata dia masih dipercetakan di Mpu Nala dan tak lama kemudian Abdul Aziz pun datang, kamipun ditemui Dimas salah seorang panitia acara yang sekaligus pembawa acara ke Angkringan Kopi, sementara itu Dedi Klagen yang datang kemudian nyaris pulang karena tidak ketemu kami. Persiapan pun segera dilakukan oleh panitia sehingga sekitar pukul 19.00 WIB acara dimulai.

   Acara dimulai oleh Dimas sang pembawa acara menyebutkan acara hari ini adalah Bedah Buku dan Diskusi Sejarah Lokal yang menghadirkan 2 Narasumber, yang pertama adalah Bapak Ayuhanafiq penulis buku dan Sejarawan Mojokerto, yang kedua adalah saya sendiri, Agus Subandriyo dari Garda Wilwatikta.

   Namun sebelum acara dimulai diisi dengan penampilan musik akustik dengan lagu-lagu yang sarat kritik. Setelah penampilan musik selesai Dimas menyerahkan acara pada moderator diskusi yaitu Yulian, dengan lugas Yulian segera memulai diskusi sambil memperkenalkan kedua Narasumber. Saya mendapatkan kesempatan pertama untuk mengulas apa dan bagaimana komunitas Garda Wilwatikta.


   Saya menceritakan bahwa komunitas Garda Wilwatikta lahir karena keprihatinan kami atas banyaknya jejak-jejak peradaban disekitar kami yang tidak diketahui, diabaikan bahkan rawan hilang, dari situlah kami mencoba mendata jejak-jejak peradaban tersebut dalam bentuk postingan di Facebook, Blog, channel YouTube bahkan menulis buku. Disamping itu saya juga menceritakan kolaborasi dengan komunitas yang lain dalam mengungkap sejarah seperti Satria Puser Mojopahit, Lakon Jagad, Balasatya Wetan, Paguyuban Sendang Agung dan Perhimpunan Pergerakan Indonesia yang pada nantinya juga dengan Institut Teknologi Sepuluh November, Universitas Surabaya dan Universitas Airlangga Surabaya terkait Riset dan penelitian.

   Selanjutnya Yulian menanyakan tentang seluk beluk penulisan pada mas Ayuhanafiq yang ternyata Alumni UNIM. Mas Ayuhanafiq menceritakan asal muasal kenapa timbul minat menulis, ternyata sebelumnya mas Ayuhanafiq pernah menjadi seorang wartawan disalah satu media dan juga pernah menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum Mojokerto, "Dulu menjadi penulis itu tidak semudah sekarang karena adanya teknologi yang mendukung, dulu tidak ada gadget, Tablet yang mempermudah penulisan seperti sekarang, zaman dulu hanya ada mesin ketik, kalaupun ada hape tidak Semaju sekarang, jadi penulis zaman dulu harus cerdas dan kuat ingatannya karena pada umumnya berita itu didapatkan dengan wawancara-wawancara yang tentu saja dibutuhkan kecerdasan dan kecepatan dalam penulisan". Papar mas Ayuhanafiq.

   Begitulah mas Ayuhanafiq menceritakan pertama kali menulis sekitar tahun 2013, disamping itu dalam menulis buku diperlukan pendalaman kalimat dan materi juga penelusuran sumber-sumbernya yang harus dilakukan hingga ke desa-desa juga mencari narasumber-narasumber penting khususnya dalam penulisan sejarah.

   Selanjutnya Yulian kembali menanyakan kepada saya tentang dari mana awal sehingga Garda Wilwatikta melakukan penelusuran jejak peradaban dan ada pertanyaan dari Dimas tentang intuisi yaitu hal mistis yang mempengaruhi penulisan maupun gambar sketsa.

   Garda Wilwatikta pertama kali melakukan penelusuran karena inisiatif sendiri selanjutnya karena sering menulis di media sosial, blog, Youtube akhirnya banyak yang tertarik dan mengajak Garda Wilwatikta untuk melakukan penelusuran di desa lain, salah satu contoh di Desa Pandankrajan Kemlagi, tentang apakah dalam penulisannya saya khususnya juga terpengaruh intuisi mistis? tentu terpengaruh tetapi dalam menyaring informasi-informasi mistis tersebut saya tetap mengkroscekkan dengan data sejarah yang ada dan juga nalar terutama dalam pembuatan gambar sketsa tentang sejarah.

   Diakhir pertanyaan Yulian menanyakan apakah benar zaman dahulu bangsa kita sudah sangat maju dan mengedepankan realitas. Saya memberi ilustrasi tentang simetris dan rumitnya bangunan Candi yang menunjukkan betapa tingginya arsitektur pada masa itu juga ada keris pusaka yang merupakan perpaduan tiga elemen yang sampai sekarang tiada negara manapun yang sanggup membuatnya, juga tentang kapal-kapal Nusantara yang tiada bandingnya pada masa itu dari semuanya itu jelas dalam membuatnya membutuhkan teknologi yang tinggi, perlu perencanaan dan perhitungan yang matematis namun sayang semua itu ditutupi dengan hal-hal mistis saja sehingga kehebatan bangsa kita tertutupi. Lihat disini video nya https://youtu.be/5SOOq_qjCzw .

   Mas Ayuhanafiq juga mengatakan tentang intuisi dalam penulisan karya bisa dan boleh namun Beliau sendiri memilih untuk tidak larut di dalamnya. Tentang judulnya mengapa memilih kata Revolusi bukan kata yang lain, Penulis dan Sejarawan Mojokerto ini menjelaskan antara tahun 1945-1950 adalah sebuah masa yang tidak menentu, sebuah fase yang tidak ada kepastian antara menang atau kalah dan itu terjadi diseluruh Indonesia diberbagai lapisan masyarakat atas dasar itulah Beliau memilih kata Revolusi.

   Tentang Serangan Umum yang kita ketahui mungkin hanya Serangan Umum di Jogjakarta atau lebih dikenal dengan 6 jam di Jogja, sebenarnya Serangan Umum sudah dilakukan para pejuang Mojokerto lebih dahulu (22 Juli 1947, Revolusi Di Pinggir Kali Ayuhanafiq) namun hal itu tidak tertulis dalam buku-buku sejarah, memang terdapat perbedaan motivasi dalam kedua serangan Umum ini kalau di Jogja jelas motivasinya adalah untuk menunjukkan kepada dunia kalau Republik Indonesia itu masih ada, tetapi dalam serangan Umum di Kota Mojokerto ini motivasinya adalah membalas kekalahan pejuang atas terebutnya kota Mojokerto.

   Demikianlah sekilas catatan saya atas acara Bedah Buku dan Diskusi Sejarah Lokal yang diadakan Lapak Baca Nyala Kolektif , semoga minat membaca akan tumbuh di masyarakat khususnya anak-anak muda penerus bangsa karena masih banyak hal yang perlu ditulis, diliterasikan terutama tentang sejarah Lokal yang kurang diekspost, sejarah desa dan daerah-daerah yang terkait.
Terimakasih....

Share:
Komunitas Pecinta Sejarah dan Budaya - GARDA WILWATIKTA Tado Singkalan - "Menapak Jejak, Mematri Semangat, Mengunggah dan Melestarikan Peradaban Nusantara"

Garda Wilwatikta