G A R D A W I L W A T I K T A

Blog ini bertujuan sebagai wadah/sarana ilmu pengetahuan, sejarah, mitos, dan juga pencarian jejak-jejak peradaban peninggalan Kerajaan-kerajaan di Nusantara.
Silahkan bagi yang ingin mengikuti komunitas ini kita bisa belajar bersama-sama, karena kami juga sangat minim pengetahuan, dan diharapkan kita bisa sharing berbagai informasi tentang sejarah yang ada di Nusantara ini...

Laman

25 Desember 2019

Diskusi Sejarah Lokal dan Bedah Buku Revolusi Di Pinggir Kali ( Gerakan Literasi )


   Sore itu Kamis 19 Desember 2019 saya menunggu tamu dari Gedeg Mojokerto yang menurut informasi dari Abdul Aziz (anggota Garda Wilwatikta) hendak meminta saya untuk datang sebagai salah satu narasumber dalam acara Diskusi yang akan digelar hari Jumat 20 Desember 2019, yaitu Bedah Buku "Revolusi Di Pinggir Kali dan Diskusi Sejarah Lokal". Setelah beberapa kali saya hubungi lewat WA akhirnya mereka datang juga sekitar pulkul 21.00 WIB.


   Mochamad Zuhri yang sejak sore menunggu mempersilahkan kedua tamu itu masuk, mereka adalah Dwi Yulyanto dan Slamet yang merupakan penggerak dari Lapak Baca Nyala Kolektif yaitu sebuah komunitas yang bergerak menggalakan minat membaca buku dan menulis.

   Yulian begitu nama akrabnya Dwi Yuliyanto meminta saya untuk menjadi salah satu narasumber dalam acaranya besok, dia menceritakan tentang acara besok yang utamanya adalah bedah buku yang berjudul "Revolusi Di Pinggir Kali" karya seorang penulis dan sejarawan Mojokerto yaitu Mas Ayuhanafiq,S.IP. buku tersebut menceritakan pergolakan fisik kemerdekaan tahun 1945-1950 di Mojokerto yang tidak terekspos dalam buku buku sejarah Nasional. Yulian juga meminta saya selaku perwakilan komunitas Garda Wilwatikta untuk menceritakan apa dan bagaimana Garda Wilwatikta.

   Jumat sore pukul 16.00 WIB saya sudah berada di depan kampus Universitas Islam Majapahit menunggu Yulian, ternyata dia masih dipercetakan di Mpu Nala dan tak lama kemudian Abdul Aziz pun datang, kamipun ditemui Dimas salah seorang panitia acara yang sekaligus pembawa acara ke Angkringan Kopi, sementara itu Dedi Klagen yang datang kemudian nyaris pulang karena tidak ketemu kami. Persiapan pun segera dilakukan oleh panitia sehingga sekitar pukul 19.00 WIB acara dimulai.

   Acara dimulai oleh Dimas sang pembawa acara menyebutkan acara hari ini adalah Bedah Buku dan Diskusi Sejarah Lokal yang menghadirkan 2 Narasumber, yang pertama adalah Bapak Ayuhanafiq penulis buku dan Sejarawan Mojokerto, yang kedua adalah saya sendiri, Agus Subandriyo dari Garda Wilwatikta.

   Namun sebelum acara dimulai diisi dengan penampilan musik akustik dengan lagu-lagu yang sarat kritik. Setelah penampilan musik selesai Dimas menyerahkan acara pada moderator diskusi yaitu Yulian, dengan lugas Yulian segera memulai diskusi sambil memperkenalkan kedua Narasumber. Saya mendapatkan kesempatan pertama untuk mengulas apa dan bagaimana komunitas Garda Wilwatikta.


   Saya menceritakan bahwa komunitas Garda Wilwatikta lahir karena keprihatinan kami atas banyaknya jejak-jejak peradaban disekitar kami yang tidak diketahui, diabaikan bahkan rawan hilang, dari situlah kami mencoba mendata jejak-jejak peradaban tersebut dalam bentuk postingan di Facebook, Blog, channel YouTube bahkan menulis buku. Disamping itu saya juga menceritakan kolaborasi dengan komunitas yang lain dalam mengungkap sejarah seperti Satria Puser Mojopahit, Lakon Jagad, Balasatya Wetan, Paguyuban Sendang Agung dan Perhimpunan Pergerakan Indonesia yang pada nantinya juga dengan Institut Teknologi Sepuluh November, Universitas Surabaya dan Universitas Airlangga Surabaya terkait Riset dan penelitian.

   Selanjutnya Yulian menanyakan tentang seluk beluk penulisan pada mas Ayuhanafiq yang ternyata Alumni UNIM. Mas Ayuhanafiq menceritakan asal muasal kenapa timbul minat menulis, ternyata sebelumnya mas Ayuhanafiq pernah menjadi seorang wartawan disalah satu media dan juga pernah menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum Mojokerto, "Dulu menjadi penulis itu tidak semudah sekarang karena adanya teknologi yang mendukung, dulu tidak ada gadget, Tablet yang mempermudah penulisan seperti sekarang, zaman dulu hanya ada mesin ketik, kalaupun ada hape tidak Semaju sekarang, jadi penulis zaman dulu harus cerdas dan kuat ingatannya karena pada umumnya berita itu didapatkan dengan wawancara-wawancara yang tentu saja dibutuhkan kecerdasan dan kecepatan dalam penulisan". Papar mas Ayuhanafiq.

   Begitulah mas Ayuhanafiq menceritakan pertama kali menulis sekitar tahun 2013, disamping itu dalam menulis buku diperlukan pendalaman kalimat dan materi juga penelusuran sumber-sumbernya yang harus dilakukan hingga ke desa-desa juga mencari narasumber-narasumber penting khususnya dalam penulisan sejarah.

   Selanjutnya Yulian kembali menanyakan kepada saya tentang dari mana awal sehingga Garda Wilwatikta melakukan penelusuran jejak peradaban dan ada pertanyaan dari Dimas tentang intuisi yaitu hal mistis yang mempengaruhi penulisan maupun gambar sketsa.

   Garda Wilwatikta pertama kali melakukan penelusuran karena inisiatif sendiri selanjutnya karena sering menulis di media sosial, blog, Youtube akhirnya banyak yang tertarik dan mengajak Garda Wilwatikta untuk melakukan penelusuran di desa lain, salah satu contoh di Desa Pandankrajan Kemlagi, tentang apakah dalam penulisannya saya khususnya juga terpengaruh intuisi mistis? tentu terpengaruh tetapi dalam menyaring informasi-informasi mistis tersebut saya tetap mengkroscekkan dengan data sejarah yang ada dan juga nalar terutama dalam pembuatan gambar sketsa tentang sejarah.

   Diakhir pertanyaan Yulian menanyakan apakah benar zaman dahulu bangsa kita sudah sangat maju dan mengedepankan realitas. Saya memberi ilustrasi tentang simetris dan rumitnya bangunan Candi yang menunjukkan betapa tingginya arsitektur pada masa itu juga ada keris pusaka yang merupakan perpaduan tiga elemen yang sampai sekarang tiada negara manapun yang sanggup membuatnya, juga tentang kapal-kapal Nusantara yang tiada bandingnya pada masa itu dari semuanya itu jelas dalam membuatnya membutuhkan teknologi yang tinggi, perlu perencanaan dan perhitungan yang matematis namun sayang semua itu ditutupi dengan hal-hal mistis saja sehingga kehebatan bangsa kita tertutupi. Lihat disini video nya https://youtu.be/5SOOq_qjCzw .

   Mas Ayuhanafiq juga mengatakan tentang intuisi dalam penulisan karya bisa dan boleh namun Beliau sendiri memilih untuk tidak larut di dalamnya. Tentang judulnya mengapa memilih kata Revolusi bukan kata yang lain, Penulis dan Sejarawan Mojokerto ini menjelaskan antara tahun 1945-1950 adalah sebuah masa yang tidak menentu, sebuah fase yang tidak ada kepastian antara menang atau kalah dan itu terjadi diseluruh Indonesia diberbagai lapisan masyarakat atas dasar itulah Beliau memilih kata Revolusi.

   Tentang Serangan Umum yang kita ketahui mungkin hanya Serangan Umum di Jogjakarta atau lebih dikenal dengan 6 jam di Jogja, sebenarnya Serangan Umum sudah dilakukan para pejuang Mojokerto lebih dahulu (22 Juli 1947, Revolusi Di Pinggir Kali Ayuhanafiq) namun hal itu tidak tertulis dalam buku-buku sejarah, memang terdapat perbedaan motivasi dalam kedua serangan Umum ini kalau di Jogja jelas motivasinya adalah untuk menunjukkan kepada dunia kalau Republik Indonesia itu masih ada, tetapi dalam serangan Umum di Kota Mojokerto ini motivasinya adalah membalas kekalahan pejuang atas terebutnya kota Mojokerto.

   Demikianlah sekilas catatan saya atas acara Bedah Buku dan Diskusi Sejarah Lokal yang diadakan Lapak Baca Nyala Kolektif , semoga minat membaca akan tumbuh di masyarakat khususnya anak-anak muda penerus bangsa karena masih banyak hal yang perlu ditulis, diliterasikan terutama tentang sejarah Lokal yang kurang diekspost, sejarah desa dan daerah-daerah yang terkait.
Terimakasih....

Share:

1 komentar:

Komunitas Pecinta Sejarah dan Budaya - GARDA WILWATIKTA Tado Singkalan - "Menapak Jejak, Mematri Semangat, Mengunggah dan Melestarikan Peradaban Nusantara"

Garda Wilwatikta