G A R D A W I L W A T I K T A

Blog ini bertujuan sebagai wadah/sarana ilmu pengetahuan, sejarah, mitos, dan juga pencarian jejak-jejak peradaban peninggalan Kerajaan-kerajaan di Nusantara.
Silahkan bagi yang ingin mengikuti komunitas ini kita bisa belajar bersama-sama, karena kami juga sangat minim pengetahuan, dan diharapkan kita bisa sharing berbagai informasi tentang sejarah yang ada di Nusantara ini...

Laman

18 Oktober 2016

SEKILAS DI TLATAH LAMONG


   Budha 12 Oktober 2016, Team Garda Wilwatikta Tado Singkalan berangkat dari basecamp sekitar jam 07.45 WIB.
   Penulis, mas Eko Finda Jayanto, dan mas Abdul Aziz Samsudin membawa dua motor dengan perlengkapan seperti biasanya meluncur menuju Tlatah Lamong.

menuju Lamongan
   Tujuan utama kami adalah bertemu dengan mas Sofyan Sunaryo seorang arkeolog numismstik yang sedang mudik di desa leluhurnya yaitu Desa Lukrejo, dan juga bertemu teman-teman komunitas pecinta sejarah dan budaya Satyah Tlatah Lamong. Setelah 1,5 jam menempuh perjalanan akhirnya sampailah kami bertiga di Desa Lukrejo (Ngeluk) yang dulu namanya adalah Desa Lukman Hakim.

   Sesuai SMS mas Sofyan kami diminta menunggu di rumah mas Didi putra bapak Khartam mantan kades Lukrejo. Kami segera menuju rumah bapak Khartam, disana kami ditemui oleh mas Didi (sesepuh Satyah Tlatah Lamong) dengan ramah.

mas Didi dan Penulis (Agus S)
   Sambil menunggu kedatangan mas Sofyan Sunaryo dan bapak Viddy Daery kami berbincang-bincang ringan tentang temuan artefak yang sempat kita bicarakan pada kunjungan pertama kami beberapa waktu yang lalu.
Eko F Jayanto
   Mas Eko tampak serius membaca buku Jatidiri Gajah Mada karya mas Sofyan, demikian pula mas Aziz juga sibuk mendokumentasikannya. Pada kesempatan ini kami juga membawa buku kami untuk mas Didi. Sekitar jam 11.00 WIB mas Sofyan dan pak Viddy tiba dari kunjungan ke Sedayulawas dalam rangka riset arkeologi maritim.

pak Viddy Daery
   Akhirnya perbincanganpun semakin menarik dengan hadirnya mas Sofyan dan Pak Viddy yang masing-masing punya cerita yang menarik terutama tentang riset yang sedang mereka lakukan yaitu riset arkeologi maritim dipantura.

Sungai Bengawan Solo
   Dalam buku Jatidiri Gajah Mada dan Peranan Umat Islam Majapahit disebutkan kalau daerah Kahuripan Pamotan (Lamongan, Gresik, dan Tuban) adalah penyangga utama Majapahit, karena di daerah ini banyak swatantra-swantantra yang menghasilkan produk-produk utama seperti batu bata, lontar, kayu, dan lain-lain. Disamping itu juga banyaknya pelabuhan-pelabuhan besar di sini, seperti Sedayulawas, Kambang Putih, dan pelabuhan-pelabuhan yang tercatat dalam naditira pradesa.

   Sebelumnya di masa Kahuripan daerah-daerah yang disebut diatas sudah ramai menjadi jalur perdagangan mancanegara.

gbr ilustrasi jalur perdagangan
   Banyaknya sungai-sungai besar di kawasan ini membuat lalu lintas utama perdagangan melalui kapal-kapal yang bisa menuju berbagai tempat di pedalaman. Tentu saja dalam masa Majapahit dikenal memiliki kapal-kapal yang besar untuk berdagang maupun kapal perangnya, namun sulit sekali ditemukan jejak-jejak arkeologisnya.

   Dalam catatan Portugis maupun China disebutkan betapa besarnya kapal-kapal Jawa pada masa itu yang tidak dapat ditandingi oleh kapal dari negara manapun.

gbr ilustrasi kapal Majapahit
   Menurut catatan Portugis, kapal Jung Jawa bobotnya bisa mencapai 600-1000 ton, sangat besar untuk ukuran kapal kayu tentunya. Bahkan menurut sebuah keterangan yang ada panjang kapal Majapahit mencapai 220 meter, jauh melebihi kapal perang Ming yang dipimpin Cheng Ho yang panjangnya hanya 155 meter. Sungguh maju dan hebat teknologi maritim Majapahit di masa itu.

   Yang menjadi pertanyaan kita semua kemana hilangnya kapal-kapal besar itu? Bahkan dalam literatur kita saja sedikit sekali yang membahas tentang kapal-kapal tersebut, entah karena minimnya data atau karena belum ditemukannya jejak arkeologisnya, secara praktis hanya kapal Punjulharjo lah yang bisa kita lihat temuannya.

Situs Kapal Punjulharjo
   Kembali ke pembahasan tentang riset arkeologi maritim disekitar Tuban, Lamongan, dan Gresik disini banyak tempat yang mengindikasikan jejak Gajah Mada dan Mpu Prapanca seperti Dalegan, Modo, Ngimbang, Pringgoboyo, maupun Lukrejo tentunya. Juga tentang cerita tenggelamnya kapal Van Der Wijck di perairan Drajad yang konon tenggelam karena merampas lontar-lontar kuno peninggalan keluarga Drajad sebanyak tiga cikar itu. Menurut keterangan yang disampaikan pak Viddy yang berasal dari cerita turun-temurun keluarga Drajad bahwa pihak Belanda mengabaikan pesan warga Drajad agar jangan membawa lontar-lontar yang tulisannya berwarna merah karena isinya adalah kutukan. Mas Sofyan menjelaskan kenapa warna tulisan itu warnanya merah, tulisan berwarna merah karena penulisnya memakai darahnya sendiri untuk menulisnya.

Penulis (Agus S) dan mas Sofyan Sunaryo
   Sungguh perbincangan ini amat menarik bagi kami dari Garda Wilwatikta yang sangat cinta dengan sejarah kita. Setelah melaksanakan sholat dan makan siang kami berangkat mengikuti perjalanan Mas Sofyan, pak Viddy, dan mas Sandi menuju ke Gresik. Karena waktu yang terbatas kami tidak bisa ikut kegiatan riset arkeologi maritim ini.

Penulis (Agus S), pak Sofyan, mas Sandi
   Namun kami berharap agar riset ini lancar sehingga menemukan jejak-jejak arkeologi yang bisa membuktikan kehebatan teknologi maritim nusantara dimasa lalu. Sehingga dari hebatnya Teknologi Maritim Nusantara itu memicu keinginan kita semua untuk menemukan dan mengembangkannya demi kehidupan berbangsa dan bernegara dimasa kini dan masa depan.

Semogaaa!!!!


Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Komunitas Pecinta Sejarah dan Budaya - GARDA WILWATIKTA Tado Singkalan - "Menapak Jejak, Mematri Semangat, Mengunggah dan Melestarikan Peradaban Nusantara"

Garda Wilwatikta

Labels