area persawahan |
Sumur
adalah salah satu bukti adanya sebuah Peradaban, karena kehidupan manusia tidak
akan jauh dari adanya ketersediaan air. Lebih jelas lagi sumur memang sangat
vital bagi kehidupan masyarakat pada saat itu.
Adanya sumur adalah sebuah pertanda adanya
sebuah pemukiman suatu masyarakat, adanya sumur-sumur kuno yang ada di sebuah
dusun tentu sangat menarik untuk ditelusuri.
Dalam
penelusuran kami di sebuah dusun yang namanya Pulolancing, namun tempat itu disebut Dukuh oleh warga , Dukuh hanya terdiri beberapa rumah saja , menurut bahasa kuno Dukuh itu maknanya kurang lebih adalah tempat belajar bagi calon pendeta dalam agama Hindu atau mungkin Budha , kalau sekarang semacam Pesantren ( keterangan dari KH.Agus Sunyoto Ketua Lesbumi PBNU ) , kami mendapati adanya informasi dari warga
tentang keberadaan Sumur kuno. Kami berusaha menanyakan kepada bapak Masduki
salah seorang warga di dusun tersebut mengenai sumur kuno itu.
Pada
mulanya bapak Masduki agak curiga pada kami yang bermaksud melihat sumur itu,
namun setelah kami sampaikan tujuan kami pada beliau, akhirnya bapak Masduki
bersedia mengantarkan kami menuju sumur kuno itu. Sumur kuno itu terletak di
kebun yang bersebelahan dengan tanaman Bambu atau dalam bahasa Jawa disebut Barongan.
Sumur
kuno tersebut tertutup oleh semak-semak yang akan sulit untuk terlihat. Setelah
kami periksa Sumur tersebut kami dapat gambaran tentang kondisi Sumur kuno itu,
bagian atas sampai dua meter kedalam terlihat seperti disusun ulang oleh warga,
terlihat dari bata-batanya yang tidak teratur dan bukan dari bata melengkung seperti bata melengkung khas sumur-sumur kuno
bundar Mojopahit yang banyak ditemukan di Trowulan.
sumur pertama |
Di
bagian dalam, pada kedalaman 2 meter terlihat susunannya masih asli dengan
bata-bata melengkungnya, susunannya masih rapi dan masih terdapat air di sumur
ini walau sedikit. Berikut adalah titik koordinat dari sumur kuno tersebut 7°24’58,52”S 112°29’5,77”T.
Beranjak
dari Sumur yang pertama tadi, kami menuju sumur kuno yang kedua, yaitu sebuah
sumur yang berada tepat di belakang rumah seorang warga. Menurut keterangan seorang
warga, di dekat sumur itu terdapat sebuah Yoni atau Lumpang, bahkan dahulu di sana
pernah ada sebuah pohon Tanjung, namun tiga tahun yang lalu pohon itu telah
roboh.
Seperti
tampak foto di atas, tongkat yang dipegang oleh mas Eko Jayanto dulunya ada
pohon Tanjung. Sementara Sumur kuno tersebut ada disebelah kanan Yoni tersebut.
Kami lalu melihat ke dalam sumur itu, dan yang terlihat bagian atas nampak
telah diperbarui namun bagian dasar terlihat bata-bata melengkung menyusun
sumur kuno ini. Sumur ini masih ada airnya walau sedikit.
Di
dekat sumur ini kami juga menemukan sebuah bata yang melengkung, tepatnya di dekat
kandang sapi milik warga. Selain itu, terdapat banyak bata-bata kuno yang ada
di pekarangan warga baik yang masih utuh maupun yang sudah pecah.
Dan di dekat
tempat tersebut terdapat sebuah makam yang dikeramatkan warga, yaitu makam Mbah Renggo yang mana makamnya terdiri
dari bata-bata kuno. Menurut seorang Arkeolog Numismatik Indonesia bapak Sofyan
Sunaryo yang pernah sidak ke Dukuh, bata-bata kuno tersebut berasal dari abad
kesepuluh Masehi.
Di
posisi inilah seorang warga setempat menemukan struktur bata kuno yang
bertumpuk tiga, ketika menggali tanah untuk menanam tanaman. Dan ketika warga
ini mencoba untuk menggali di beberapa tempat lain, juga menemukan hal yang
sama, namun karena takut warga ini pun tidak berani meneruskannya. Berikut
koordinatnya 7°24’57,59”S 112°29’7,58”T.
Setelah
cukup puas menelusuri area sekitar Sumur kuno yang kedua ini, kami segera
menuju Sumur kuno yang ketiga, yang ada diujung pemukiman Dukuh ini. Sumur
ketiga ini terletak di sebuah pekarangan yang dipenuhi pohon pisang, di sebelah
selatan dari rumah Kepala Dusun Pulolancing, Bapak Eko Wiyono.
Kami
segera menuju sumur Kuno yang ketiga itu dan segera melihat kondisinya dari
dekat. Dari atas terlihat tumpukan bata-bata yang telah pecah mengelilingi
sumur itu. Kemudian kami melihat kondisi sumur pada bagian dalamnya, tampak
bagian tengah dalam sumur itu tersusun dari bata-bata yang melengkung namun
kami tidak dapat melihat dasarnya karena sumur ini masih ada airnya. Namun pada
bagian bawah bata-bata yang melengkung tadi, susunannya terlihat berbeda dari
kedua sumur sebelumnya, yaitu bata-bata kuno era Mojopahit berukuran 32.5 cm x
22.5 cm ditata berdiri melingkar, seperti foto dibawah ini.
lihat juga videonya disini
Setelah
beberapa hari kemudian, kami kembali ditunjukkan pada sumur kuno lagi oleh pak
Kasun, Eko Wiyono. Sumur keempat ini lokasinya berada agak jauh di belakang
rumah warga. Sumur ini sudah tidak ada airnya lagi dan sepertinya sumur ini
sudah dialih fungsikan menjadi tempat sampah oleh warga setempat, sehingga sumur
ini hampir tidak terlihat lagi karena tumpukan sampahnya. Kami tidak mengetahui
apakah susunan sumur itu masih asli atau sudah disusun ulang. Dan kami juga menjumpai
adanya batu bata melengkung di sumur itu. Berikut adalah foto dari sumur
keempat.
sumur keempat |
Demikianlah
penelusuran kami tentang Sumur-sumur kuno yang ada di Dukuh, Dukuh ini termasuk
dalam Dusun Pulolancing Desa Kedung Sukodani Kecamatan Balongbendo Kabupaten
Sidoarjo.
Untuk
membuktikan dugaan kami tentang adanya peradaban di Dukuh ini, kami melalukan
Observasi ditanah milik seorang warga yang bersedia tanahnya kami gali untuk
membuktikan adanya sebuah bangunan atau setidaknya bata-bata kuno yang
terpendam.
Pada
hari Jumat 20 November 2015, kami menuju lokasi yang hendak kami observasi, yaitu
di belakang rumah bapak Tri Cahyono, sebuah tanah yang ditanami tanaman Srikaya.
Setelah meminta izin dan meminjam sebuah linggis
pada pak Wahyono, kami segera menggali tanah yang ditunjuk pak Tri Cahyono. Tanah
yang gembur memudahkan kami untuk melakukan proses penggalian.
Pada
kedalaman sekitar 20 cm, kami mulai menemukan pecahan batu bata yang kelihatan
bertumpuk. Lubang observasi kami perluas sehingga semakin banyak bata-bata kuno
yang terlihat, namun kondisinya pecah dan kurang teratur. Karena cuaca terlalu
panas kami pun mengakhiri penggalian pada hari itu. Hasil seperti yang terlihat
pada foto diatas.
Minggu
22 November 2015, kami kembali meneruskan penggalian dengan melebarkan lubang
dan memperdalam galian. Pada kali ini kami memutuskan untuk mengambili bata-bata
kecil (pecahan bata) yang ada di bagian atas, karena menurut kami itu bukanlah
bagian bangunan, namun kami masih bingung bangunan apa yang sebenarnya.
Kedalaman penggalian mencapai 35 cm, menurut kami bata-bata ini luas sekali
persebarannya karena terus ada di setiap kali kami memperluas lubang observasi,
karena waktu kami sedikit akhirnya kami putuskan untuk mengakhiri penggalian
pada hari itu.
Selasa
24 November 2015, penggalian kami lanjutkan kembali. Lubang kami perluas sampai
130 cm x 130 cm persegi. Kali ini kami mulai menduga 2 hal, yang pertama adalah,
mungkin pada zaman Belanda pernah ada yang menemukan bata-bata kuno di Dukuh
ini lalu menggunakannya kembali dengan menatanya seperti pelataran bata atau lantai
bata. Yang kedua, mungkin saja yang kami temukan dalam penggalian ini
memang asli pelataran, sehingga kami memutuskan untuk menghentikan observasi
ini dan mengharapkan pak Wahyono melaporkan temuan ini ke pihak Desa setempat,
dalam hal ini adalah Desa Kedung Sukodani. Tentunya berharap pihak Desa memperhatikan
hal ini dan meneruskan untuk melaporkan kepada BPCB Jawa Timur yang berpusat di
Trowulan-Mojokerto, agar segera ditindaklanjuti.
Senin
30 November 2015, kami melaporkan temuan dan hasil observasi kami di Dukuh
kepada Pemerintah Desa Kedung Sukodani. Dalam hal ini kami ditemui Kasun Pulolancing,
yaitu bapak Eko Wiyono di Balai Desa Kedung Sukodani. Mengharapkan agar pihak
Desa segera melihat kondisi di lapangan dan segera berkoordinasi dengan pemilik
tanah untuk meneruskannya kepada BPCB Jawa Timur di Trowulan-Mojokerto.
Bapak Eko Wiyono (sebelah kanan) |
kami berdialog dengan Bapak Suwarno |
Pada
foto di atas tampak seorang warga yang bernama Bapak Suwarno (mantan
kades) sedang berdialog dengan kami di lokasi observasi. Kami memang sangat
mengharapkan seluruh warga turut serta dalam melestarikan peninggalan yang ada
di Dukuh ini maupun di Desa Kedung Sukodani umumnya.
Berikut foto kegiatan
Tim GARDA WILWATIKTA di Dukuh beberapa hari terakhir ini, juga temuan pecahan-pecahan
tembikar dan gerabah.
Dari
temuan pecahan tembikar maupun gerabah, kami mendapatkan berbagai jenis,
salah satunya adalah pecahan Terakkota bagian atas dari Sumur Jobong khas
Mojopahit yang banyak ditemukan di Trowulan. Juga terdapat pecahan keramik khas
Cina dan masih banyak lagi yang belum dapat kami identifikasi. Semoga hal ini
dapat menggugah perhatian warga setempat untuk bersama-sama Tim GARDA
WILWATIKTA melestarikan peninggalan peradaban di Dukuh ini maupun Desa Kedung
Sukodani pada umumnya.
Untuk
menindaklanjuti temuan dugaan situs Dukuh, kami membuat surat laporan yang
ditujukan ke Balai Pelestarian Cagar
Budaya (BPCB), di Trowulan-Mojokerto. Berikut gambar dari suratnya.
surat kepada BPCB Trowulan |
Surat
tersebut telah dibaca dan diterima oleh Bapak Nugroho Lukito, salah seorang
staff di BPCB Trowulan. Semoga akan ada tindak lanjut dari instansi pemerintah
tersebut.
Bapak Nugroho Lukito |
Demikianlah
yang bisa kami sampaikan, kurang lebihnya kami mohon maaf yang sebesar-besarnya,
kami juga menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Tri
Cahyono dan isteri yang telah memberikan izin kepada kami untuk melakukan
observasi di tanah miliknya, serta semua warga Dukuh pada umumnya. Terimakasih...
download PDF, klik disini
................................................................................
Masukkan komentar Anda...Semua yg kita lakukan diDukuh tentu tak lepas dari segala kekurangannya, baik dalam cara observasi maupun dalam analisis yang mungkin belum sesuai standart dalam dunia arkeologi ,namun kami tetap tak lupa menghaturkan rasa trimakasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam observasi ini, terutama kepada Bapak Tri Cahyono sekeluarga,bapak Sofyan Sunaryo arkeologi numismsttik indonesia,bapak kasun Eko Wiyono dan dulur dulur Lakon Jagad dan Laskar Wetan...
BalasHapusSetelah melaporkan temuan ini ke BPCB Jatim .Garda Wilwatikta juga menyampaikan temuan ini disesi tanya jawab forum seminar ITS Surabaya 8 Januari 2016 yg lalu semoga ada respon dari akademisi...spy jejak peradaban tsb tdk keburu lenyap
BalasHapus