G A R D A W I L W A T I K T A

Blog ini bertujuan sebagai wadah/sarana ilmu pengetahuan, sejarah, mitos, dan juga pencarian jejak-jejak peradaban peninggalan Kerajaan-kerajaan di Nusantara.
Silahkan bagi yang ingin mengikuti komunitas ini kita bisa belajar bersama-sama, karena kami juga sangat minim pengetahuan, dan diharapkan kita bisa sharing berbagai informasi tentang sejarah yang ada di Nusantara ini...

Laman

9 Januari 2016

JEJAK PERADABAN DI DUKUH

area persawahan

      Sumur adalah salah satu bukti adanya sebuah Peradaban, karena kehidupan manusia tidak akan jauh dari adanya ketersediaan air. Lebih jelas lagi sumur memang sangat vital bagi kehidupan masyarakat pada saat itu.

 Adanya sumur adalah sebuah pertanda adanya sebuah pemukiman suatu masyarakat, adanya sumur-sumur kuno yang ada di sebuah dusun tentu sangat menarik untuk ditelusuri.



           Dalam penelusuran kami di sebuah dusun yang namanya Pulolancing,  namun tempat itu disebut Dukuh oleh warga , Dukuh hanya terdiri beberapa rumah saja ,  menurut bahasa kuno Dukuh itu maknanya kurang lebih adalah tempat belajar bagi calon pendeta dalam agama Hindu atau mungkin Budha , kalau sekarang semacam Pesantren ( keterangan dari KH.Agus Sunyoto Ketua Lesbumi PBNU ) , kami mendapati adanya informasi dari warga tentang keberadaan Sumur kuno. Kami berusaha menanyakan kepada bapak Masduki salah seorang warga di dusun tersebut mengenai sumur kuno itu.

        Pada mulanya bapak Masduki agak curiga pada kami yang bermaksud melihat sumur itu, namun setelah kami sampaikan tujuan kami pada beliau, akhirnya bapak Masduki bersedia mengantarkan kami menuju sumur kuno itu. Sumur kuno itu terletak di kebun yang bersebelahan dengan tanaman Bambu atau dalam bahasa Jawa disebut Barongan.

       Sumur kuno tersebut tertutup oleh semak-semak yang akan sulit untuk terlihat. Setelah kami periksa Sumur tersebut kami dapat gambaran tentang kondisi Sumur kuno itu, bagian atas sampai dua meter kedalam terlihat seperti disusun ulang oleh warga, terlihat dari bata-batanya yang tidak teratur dan bukan dari bata melengkung seperti bata melengkung khas sumur-sumur kuno bundar Mojopahit yang banyak ditemukan di Trowulan.

sumur pertama


      Di bagian dalam, pada kedalaman 2 meter terlihat susunannya masih asli dengan bata-bata melengkungnya, susunannya masih rapi dan masih terdapat air di sumur ini walau sedikit. Berikut adalah titik koordinat dari sumur kuno tersebut 7°24’58,52”S  112°29’5,77”T.

    Beranjak dari Sumur yang pertama tadi, kami menuju sumur kuno yang kedua, yaitu sebuah sumur yang berada tepat di belakang rumah seorang warga. Menurut keterangan seorang warga, di dekat sumur itu terdapat sebuah Yoni atau Lumpang, bahkan dahulu di sana pernah ada sebuah pohon Tanjung, namun tiga tahun yang lalu pohon itu telah roboh.


      Seperti tampak foto di atas, tongkat yang dipegang oleh mas Eko Jayanto dulunya ada pohon Tanjung. Sementara Sumur kuno tersebut ada disebelah kanan Yoni tersebut. Kami lalu melihat ke dalam sumur itu, dan yang terlihat bagian atas nampak telah diperbarui namun bagian dasar terlihat bata-bata melengkung menyusun sumur kuno ini. Sumur ini masih ada airnya walau sedikit.
 
sumur kedua
bata melengkung


     Di dekat sumur ini kami juga menemukan sebuah bata yang melengkung, tepatnya di dekat kandang sapi milik warga. Selain itu, terdapat banyak bata-bata kuno yang ada di pekarangan warga baik yang masih utuh maupun yang sudah pecah.


    Dan di dekat tempat tersebut terdapat sebuah makam yang dikeramatkan warga, yaitu makam Mbah Renggo yang mana makamnya terdiri dari bata-bata kuno. Menurut seorang Arkeolog Numismatik Indonesia bapak Sofyan Sunaryo yang pernah sidak ke Dukuh, bata-bata kuno tersebut berasal dari abad kesepuluh Masehi.


            Di posisi inilah seorang warga setempat menemukan struktur bata kuno yang bertumpuk tiga, ketika menggali tanah untuk menanam tanaman. Dan ketika warga ini mencoba untuk menggali di beberapa tempat lain, juga menemukan hal yang sama, namun karena takut warga ini pun tidak berani meneruskannya. Berikut koordinatnya 7°24’57,59”S  112°29’7,58”T.

   Setelah cukup puas menelusuri area sekitar Sumur kuno yang kedua ini, kami segera menuju Sumur kuno yang ketiga, yang ada diujung pemukiman Dukuh ini. Sumur ketiga ini terletak di sebuah pekarangan yang dipenuhi pohon pisang, di sebelah selatan dari rumah Kepala Dusun Pulolancing, Bapak Eko Wiyono.

  Kami segera menuju sumur Kuno yang ketiga itu dan segera melihat kondisinya dari dekat. Dari atas terlihat tumpukan bata-bata yang telah pecah mengelilingi sumur itu. Kemudian kami melihat kondisi sumur pada bagian dalamnya, tampak bagian tengah dalam sumur itu tersusun dari bata-bata yang melengkung namun kami tidak dapat melihat dasarnya karena sumur ini masih ada airnya. Namun pada bagian bawah bata-bata yang melengkung tadi, susunannya terlihat berbeda dari kedua sumur sebelumnya, yaitu bata-bata kuno era Mojopahit berukuran 32.5 cm x 22.5 cm ditata berdiri melingkar, seperti foto dibawah ini.

 
sumur ketiga
lihat juga videonya disini

  Kami tidak mengerti apa susunan tersebut asli atau sudah disusun ulang. Berikut titik koordinatnya 7°24’56,34”S  112°29’9,40”T.

   Setelah beberapa hari kemudian, kami kembali ditunjukkan pada sumur kuno lagi oleh pak Kasun, Eko Wiyono. Sumur keempat ini lokasinya berada agak jauh di belakang rumah warga. Sumur ini sudah tidak ada airnya lagi dan sepertinya sumur ini sudah dialih fungsikan menjadi tempat sampah oleh warga setempat, sehingga sumur ini hampir tidak terlihat lagi karena tumpukan sampahnya. Kami tidak mengetahui apakah susunan sumur itu masih asli atau sudah disusun ulang. Dan kami juga menjumpai adanya batu bata melengkung di sumur itu. Berikut adalah foto dari sumur keempat.

sumur keempat
  Demikianlah penelusuran kami tentang Sumur-sumur kuno yang ada di Dukuh, Dukuh ini termasuk dalam Dusun Pulolancing Desa Kedung Sukodani Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo.


   Untuk membuktikan dugaan kami tentang adanya peradaban di Dukuh ini, kami melalukan Observasi ditanah milik seorang warga yang bersedia tanahnya kami gali untuk membuktikan adanya sebuah bangunan atau setidaknya bata-bata kuno yang terpendam.

   Pada hari Jumat 20 November 2015, kami menuju lokasi yang hendak kami observasi, yaitu di belakang rumah bapak Tri Cahyono, sebuah tanah yang ditanami tanaman Srikaya. Setelah meminta izin dan meminjam sebuah linggis pada pak Wahyono, kami segera menggali tanah yang ditunjuk pak Tri Cahyono. Tanah yang gembur memudahkan kami untuk melakukan proses penggalian.


  Pada kedalaman sekitar 20 cm, kami mulai menemukan pecahan batu bata yang kelihatan bertumpuk. Lubang observasi kami perluas sehingga semakin banyak bata-bata kuno yang terlihat, namun kondisinya pecah dan kurang teratur. Karena cuaca terlalu panas kami pun mengakhiri penggalian pada hari itu. Hasil seperti yang terlihat pada foto diatas.

  Minggu 22 November 2015, kami kembali meneruskan penggalian dengan melebarkan lubang dan memperdalam galian. Pada kali ini kami memutuskan untuk mengambili bata-bata kecil (pecahan bata) yang ada di bagian atas, karena menurut kami itu bukanlah bagian bangunan, namun kami masih bingung bangunan apa yang sebenarnya. Kedalaman penggalian mencapai 35 cm, menurut kami bata-bata ini luas sekali persebarannya karena terus ada di setiap kali kami memperluas lubang observasi, karena waktu kami sedikit akhirnya kami putuskan untuk mengakhiri penggalian pada hari itu.






  Selasa 24 November 2015, penggalian kami lanjutkan kembali. Lubang kami perluas sampai 130 cm x 130 cm persegi. Kali ini kami mulai menduga 2 hal, yang pertama adalah, mungkin pada zaman Belanda pernah ada yang menemukan bata-bata kuno di Dukuh ini lalu menggunakannya kembali dengan menatanya seperti pelataran bata atau lantai bata. Yang kedua, mungkin saja yang kami temukan dalam penggalian ini memang asli pelataran, sehingga kami memutuskan untuk menghentikan observasi ini dan mengharapkan pak Wahyono melaporkan temuan ini ke pihak Desa setempat, dalam hal ini adalah Desa Kedung Sukodani. Tentunya berharap pihak Desa memperhatikan hal ini dan meneruskan untuk melaporkan kepada BPCB Jawa Timur yang berpusat di Trowulan-Mojokerto, agar segera ditindaklanjuti.

      
  Senin 30 November 2015, kami melaporkan temuan dan hasil observasi kami di Dukuh kepada Pemerintah Desa Kedung Sukodani. Dalam hal ini kami ditemui Kasun Pulolancing, yaitu bapak Eko Wiyono di Balai Desa Kedung Sukodani. Mengharapkan agar pihak Desa segera melihat kondisi di lapangan dan segera berkoordinasi dengan pemilik tanah untuk meneruskannya kepada BPCB Jawa Timur di Trowulan-Mojokerto.

Bapak Eko Wiyono (sebelah kanan)
kami berdialog dengan Bapak Suwarno
Pada foto di atas tampak seorang warga yang bernama Bapak Suwarno (mantan kades) sedang berdialog dengan kami di lokasi observasi. Kami memang sangat mengharapkan seluruh warga turut serta dalam melestarikan peninggalan yang ada di Dukuh ini maupun di Desa Kedung Sukodani umumnya.
           
  Berikut foto kegiatan Tim GARDA WILWATIKTA di Dukuh beberapa hari terakhir ini, juga temuan pecahan-pecahan tembikar dan gerabah.





  Dari temuan pecahan tembikar maupun gerabah, kami mendapatkan berbagai jenis, salah satunya adalah pecahan Terakkota bagian atas dari Sumur Jobong khas Mojopahit yang banyak ditemukan di Trowulan. Juga terdapat pecahan keramik khas Cina dan masih banyak lagi yang belum dapat kami identifikasi. Semoga hal ini dapat menggugah perhatian warga setempat untuk bersama-sama Tim GARDA WILWATIKTA melestarikan peninggalan peradaban di Dukuh ini maupun Desa Kedung Sukodani pada umumnya.

       
  Untuk menindaklanjuti temuan dugaan situs Dukuh, kami membuat surat laporan yang ditujukan  ke Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB), di Trowulan-Mojokerto. Berikut gambar dari suratnya.

surat kepada BPCB Trowulan

Surat tersebut telah dibaca dan diterima oleh Bapak Nugroho Lukito, salah seorang staff di BPCB Trowulan. Semoga akan ada tindak lanjut dari instansi pemerintah tersebut.

Bapak Nugroho Lukito

Demikianlah yang bisa kami sampaikan, kurang lebihnya kami mohon maaf yang sebesar-besarnya, kami juga menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Tri Cahyono dan isteri yang telah memberikan izin kepada kami untuk melakukan observasi di tanah miliknya, serta semua warga Dukuh pada umumnya. Terimakasih...
download PDF, klik disini




................................................................................
Lihat juga sisi lain dari Dukuh, klik disini


Share:

2 komentar:

  1. Masukkan komentar Anda...Semua yg kita lakukan diDukuh tentu tak lepas dari segala kekurangannya, baik dalam cara observasi maupun dalam analisis yang mungkin belum sesuai standart dalam dunia arkeologi ,namun kami tetap tak lupa menghaturkan rasa trimakasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam observasi ini, terutama kepada Bapak Tri Cahyono sekeluarga,bapak Sofyan Sunaryo arkeologi numismsttik indonesia,bapak kasun Eko Wiyono dan dulur dulur Lakon Jagad dan Laskar Wetan...

    BalasHapus
  2. Setelah melaporkan temuan ini ke BPCB Jatim .Garda Wilwatikta juga menyampaikan temuan ini disesi tanya jawab forum seminar ITS Surabaya 8 Januari 2016 yg lalu semoga ada respon dari akademisi...spy jejak peradaban tsb tdk keburu lenyap

    BalasHapus

Komunitas Pecinta Sejarah dan Budaya - GARDA WILWATIKTA Tado Singkalan - "Menapak Jejak, Mematri Semangat, Mengunggah dan Melestarikan Peradaban Nusantara"

Garda Wilwatikta

Blog Archive