Pagi itu Anggoro 4 Juli 2017, sesuai dengan waktu yang telah
disepakati bersama, Arek-arek
Watesrowo yang dinahkodai mas Tri Kisnowo Hadi dari Dusun Watesrowo bersama
komunitas Garda Wilwatikta bersiap melakukan sebuah observasi tentang dugaan
adanya sumur kuno yang telah ditemukan oleh pak Sariali pada tanggal 29 Juni
2017 lalu. Pak Sariali menemukan beberapa bata kuno yang bentuknya melengkung
ketika beliau hendak membuat sumuran untuk menyirami tanaman terong di lahan
yang disewa mas Sumantri dari warga dusun Ciro kulon. Temuan bata melengkung
tersebut kemudian disampaikannya kepada mas Sumantri.
|
bata lengkung khas sumur kuno |
Bertepatan saat itu mas Tri Kisnowo Hadi sedang berlebaran di
Dusun Watesrowo, dan pada kesempatan itupun mas Sumantri menceritakan perihal temuan
bata tersebut di sebuah warung kopi. Karena penasaran atas cerita mas Sumantri
tersebut mas Tri mengajak mas Sumantri survei ke sawah yang dimaksud di malam
itu juga, sekitar jam 2 pagi mereka bertiga menuju persawahan yang terkenal
angker itu.
Akhirnya mereka bertiga menuju tempat dimana sumuran itu dan
berhasil mendapatkan ketiga bata kuno tersebut dan mendokumentasikannya. Kemudian
saya salah seorang anggota komunitas Garda Wilwatikta pun mendatangi persawahan
itu pada hari Jum’at 30 Juni 2017 dan bertemu dengan mas Sumantri, mas Tri
serta beberapa orang pemuda lainnya.
Pada kesempatan itu mas Tri dan mas Sumantri sepakat untuk
meminta pak Singo -seorang petani yang
kebetulan mengerjakan sawah di timur temuan itu- untuk menggali tanah yang
kemungkinan ada sebuah sumur kunonya pada hari Selasa 4 Juni 2017.
|
galian sumuran pak Sariali di tengah sawah |
Saya (penulis) telah berada ditempat penggalian sekitar jam
06.00 WIB saat itu masih belum ada teman-teman dari Watesrowo. Tak lama
kemudian pak Singo datang dari arah utara menuju ke tempat saya berada sambil
memanggul sebuah cangkul dengan tangan kirinya membawa tas plastic. Lalu pak
Singo segara menyapa saya dan menanyakan keberadaan mas Sumantri, saya jawab “mas Sumantri belum datang pak..”.
|
persiapan mbah Singo sebelum penggalian |
Lalu pak Singo menyiapkan ubo rampe untuk melakukan ritual sebelum melakukan penggalian dugaan
sumur tersebut. Aroma khas pun segera merebak, tak lama kemudian beberapa orang
pemuda Watesrowo pun datang termasuk mas Aziz dari Garda Wilwatikta. Setelah
berjabat tangan dengan pak Singo mereka segera mengambil dokumentasi.
|
ritual dari mbah Singo |
Tidak lama kemudian Pak Singo mulai membaca mantra untuk
ritual penggalian, setelah itu penggalianpun dilakukan. Kami semua ikut membantu pak Singo melakukan penggalian
sampai mas Sumantri datang, ketika mas Sumantri datang beliau bilang kalau
bukan sumuran ini yang digali tetapi yang sebelah selatan, jadinya kami semua
senyum-senyum melihat kejadian itu akhirnya kamipun menuju ke tempat sumuran
yang di selatan dan melakukan penggalian.
|
mulai penggalian |
|
proses penggalian |
Pelan namun pasti bata lengkung mulai terlihat, pak Singo
kami minta untuk berhati-hati karena khawatir cangkulnya akan mengenai batanya.
Airpun disedot pakai mesin diesel, pelan-pelan air mulai surut namun karena
kondisi tanah yang lengket dan berlumpur cukup menyulitkan proses penggalian. Struktur
bata melengkung yang berupa sumur pun mulai terlihat sedikit demi sedikit.
|
menyedot genangan air dengan mesin diesel |
Penggalianpun terus dilakukan oleh pak Singo dengan
menggunakan bawak, sementara kami membantu dengan mengangkat timba yang telah diisi
tanah galian oleh pak Singo keatas, begitulah perlahan-lahan penggalian sudah
sampai 50 centimeter dari bata paling atas. Pak Singo kami ajak untuk
beristirahat dan minum air agar tidak kecapaian. Haripun makin siang, sinar
matahari mulai terasa panas menyengat dikulit. Tak berapa lama kemudian mas Tri
Kisnowo Hadi datang ke lokasi dengan membawa makanan dan air mineral.
|
Mbah Singo (kiri), Tri Kisnowo Hadi (kanan) |
Hari makin panas, waktu menunjukkan pukul 10.00 WIB
penggalianpun dilanjutkan setelah pak Singo selesai sarapan. Mas Tri terlibat
dalam penggalian dengan membantu mengangkat tanah keatas, penggalian hampir
mencapai 100 centimeter dari bata teratas, air tanah mulai merembes di sumur
yang menyebabkan penggalian terganggu karena harus menguras terlebih dahulu. Dari
tanah-tanah yang diangkat keatas terdapat pula bata lengkung yang utuh maupun
yang sudah pecah, juga terdapat beberapa pecahan keramik. Kemungkinan bata-bata
lengkung yang ada di dalam sumur tersebut adalah reruntuhan dari bata sumur
bagian atas, sedangkan bata yang sudah pecah atau pecahan keramik bisa saja
sengaja dilemparkan oleh anak-anak kecil masa itu. Menjelang pukul 11.00 WIB
penggalian telah mencapai kedalaman 125 centimeter dari bata paling atas, akhirnya
penggalianpun dicukupkan untuk hari ini.
|
penggalian dalam sumur |
Dari kronologi penggalian Sumur kuno ini kami bisa mencatat
kalau ketebalan bata lengkung ini rata-rata 8 centimeter, semakin kebawah
semakin tebal hingga mencapai 9 centimeter. Disamping bata-bata lengkung ada
juga ditemukan pecahan bata kuno dengan ukuran 30 cm x 20 cm dan tebal 8 cm.
|
kedalaman sumur |
Begitulah observasi dan penggalian dugaan sumur kuno yang
ditemukan di Dusun Ciro Kulon Desa Bakung Temenggungan Kecamatan Balongbendo
Sidoarjo. Setelah penggalian selesai datanglah seorang wartawan dari “Sidoarjo Terkini” untuk meliput
kegiatan hari ini. Temuan sumur kuno ini tentunya bukan temuan tunggal di
wilayah ini, karena dari informasi warga setempat setidaknya ada satu sumur
kuno lagi di pemukiman Ciro Kulon yang masih aktif sampai sekarang hanya
kondisi sekarang ditutup sebuah papan dan di dalam rumah warga.
Dari catatan
kami yang pertama mengenai jejak peradaban Ciro Kulon yang lalu memang hanya
mengulas jejak bata kuno yang ada di pemakaman umumnya saja, tetapi dengan adanya
temuan baru ini tentu akan lebih memperkuat dugaan kami tentang adanya jejak
pemukiman kuno di Dusun Ciro Kulon ini umumnya Desa Bakung Temenggungan. Kalaupun
kami menyebutnya sebagai sumur Jenggala bukan karena apa-apa tetapi semata-mata
karena wilayah Kabupaten Sidoarjo adalah bekas wilayah Jenggala atau Kahuripan,
tentu itu bisa saja terlalu naif tetapi tentu saja itu perlu diluruskan oleh
pihak-pihak yang berwenang dengan berbagai riset.
|
Sumantri (kiri), Agus Subandriyo (kanan) |
Selanjutnya kami dari komunitas Garda Wilwatikta
menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya pada mas Tri Kisnowo Hadi dan
kawan-kawan dari Watesrowo, mas Sumantri, pak Singo dan seluruh pihak yang terkait.
Tiada yang berat bila dipikul bersama-sama, tiada gading yang tak retak.
maafkan bila ada tutur kata kami yang tidak pantas... Salam Nusantara..