Respati, Kamis Pahing
November 2017. Setelah hampir 3 bulan lebih Komunitas Pecinta Sejarah dan
Budaya Garda Wilwatikta akhirnya melakukan penelusuran Jejak Peradaban kembali,
ya.. memang waktu dalam 3 bulan itu kita disibukkan dengan berbagai kegiatan
lintas komunitas yang tergabung dalam 6 Komunitas di Sidoarjo yang bersama-sama
bergotong-royong menggiatkan Pelestarian Sejarah dan Budaya.
Seperti biasa kami berangkat
dari Tado sebelum jam 08.00 WIB menuju arah timur menyusuri jalan di tepian
sungai Mangetan untuk menelusuri tempat-tempat yang belum sempat kami datangi. Memasuki
tempat dimana Lumpang Buyut Tatu yang berada di Dusun Karang Wungu kami
berbelok ke kiri memasuki jalanan yang berpaving, lalu berbelok ke kanan
menyusuri jalan yang di samping kirinya ada persawahan. Tak jauh dari sana kami
berhenti di sebuah Pemakaman Umum yang berada di kanan jalan.
Tanpa banyak kata kami bertiga
segera berpencar mencari-cari keberadaan bata kuno di Pemakaman Dusun Karang
Wungu itu. Memang tidak banyak yang kami temui, hanya ada beberapa saja bata
kuno yang telah beralih fungsi menjadi Nisan. Kebetulan di pemakaman tersebut
ada dua orang yang sedang membersihkan makam, salah satu diantaranya memberi
info kalau bata-bata kuno di pemakaman ini hanya sedikit, tetapi menurut bapak
yang usianya sekitar 60an ini dulu banyak bata kuno terutama di pemakaman kuno
yang letaknya di barat pemakaman umum ini. Sementara itu Mas Eko Finda Jayanto
bertanya pada bapak yang usianya lebih muda tentang bata kuno, bapak ini
menjawab kalau dulu sekali di pemakaman ini khususnya di bagian timur, banyak
sekali bata kunonya kalau melakukan penggalian. Dari dialog dengan kedua bapak
tersebut dapat kami simpulkan kalau dulu di area pemakaman umum Karang Wungu
dan sekitarnya ada bekas peradabannya.
Dari Pemakaman Umum Karang
Wungu ini, perjalanan kami lanjutkan ke arah timur. Di tengah persawahan kami
melihat setidaknya ada tiga tempat yang ada pohonnya. Ketiga tempat itu
kemungkinan ada punden di daerah Karang Wungu, kerena jalan harus melewati
galengan yang baru dibuat oleh petani kami memutuskan untuk tidak masuk ke sana
karena tidak enak kalau galengan yang baru dibuat itu rusak karena kami lewati.
Perjalananpun kami lanjutkan
membelah dusun Plumpang dan Kedungsari lalu berbelok ke utara menuju arah pasar
Surungan. Di tengah perjalanan tersebut kami berhenti karena penasaran ada
sebuah gumukan di kiri jalan.
Akhirnya kami pun menuju gumukan
tersebut mencari-cari kemungkinan adanya jejak seperti bata kuno atau pecahan
gerabah, namun tidak kami temukan. Mungkin tertimbun di dalam tanah atau memang
sudah hilang. Dari adanya akses jalan yang hendak dibangun, kemungkinan gumukan
ini adalah sebuah punden desa.
Dari gumukan tadi kami menuju
Pemakaman Umum desa Penambangan yang berada di utara Balai Desa Penambangan. Memasuki
area pemmakaman, kami sudah disuguhi bata-bata kuno yang beralih fungsi menjadi
Nisan atau bahkan menjadi alas jalan.
Dalam penelusuran kami di Pemakaman
Umum Desa Penambangan ini kami menduga pernah ada sebuah pemukiman di sekitar
tempat ini, kami juga berdialog dengan seorang warga yang sedang membersihkan
makam tentang asal-muasal bata kuno yang banyak ditemukan disini. Menurut Bapak
yang kebetulan kami temui itu, kalau ada warga yang meninggal dunia biasanya akan
ada penggalian untuk liang kubur, nah dari penggalian itulah ditemukannya bata-bata
kuno itu, yang kemudian dinaikan ke atas dan dibuat Nisan atau sekedar ditata
di atasnya. Kebanyakan bata-bata tersebut ditemukan dalam keadaan tidak tertata. Sekitar dua tahun yang lalu
Penulis juga pernah menelusuri pemakaman ini dan di sebelah timur pemakaman ini
ditemukan sebuah lumpang yang terletak di luar rumah warga.
Setelah cukup membuat
dokumentasi perjalanan kami lanjutkan menuju Jeruk Legi. Dalam Naditira Pradesa
Amambangi disebut nama-nama pelabuhan sungai yang ada disungai Bengawan Solo
dan Sungai Brantas, salah satunya adalah Jruk, Sarbha,Waringin Pitu, Trung.
Dari tulisan yang pernah ditulis seorang peneliti dari Kediri yaitu Mas Munib
tentang pergeseran aliran Sungai Brantas dan anak-anak sungainya menyebutkan
bahwa kemungkinan ketiga pelabuhan yang disebutkan di atas ada di daerah Balongbendo
yaitu Sarbha (Dusun Serbo - Bogem Pinggir), Waringin Pitu (Dusun WaringinPitu -
Bakalan WringinPitu) dan Jruk (Desa Jeruk Legi).
Dugaan tempat pelabuhan
penyeberangan tersebut ada di pemakaman Dusun Sudimoro Desa Jeruk Legi yang
berada di sebelah barat sebuah Masjid, terletak diantara dua sungai yaitu Sungai
Mas di utara dan anak Sungai Mangetan di sisi selatannya.
Dalam penelusuran kami di area
pemakaman itu terdapat bata-bata kuno yang telah beralih fungsi menjadi Nisan atau
sekedar ditata diatas makam, sementara di sebelah utara pemakaman itu terdapat
aliran Sungai Mas yang mengalir dengan derasnya. Lembah sungai pun cukup lebar,
menurut dugaan kami dulu di dekat pelabuhan penyeberangan ada sebuah pasar atau
pemukiman yang bekas-bekasnya kini menjadi pemakaman.
Selanjutnya kami terus
menyusuri jalanan yang berada di tepi selatan Sungai Mangetan melewati Jrebeng,
Bakalan, Dangsal, Tempel, Watugolong hingga ke selatan menuju Sidorono Bareng
Krajan untuk menemui Senior kami yaitu Mas Agus Mulyono yang biasa kami sebut
Mbah Mulo.
Dalam perbincangan hangat
dengan Mbah Mulo kami ditunjukkan sebuah Makam atau petilasan yang ada di
Bareng Krajan yaitu Makam Sentono Rejo yang konon menurut cerita masih ada hubungannya
dengan Kadipaten Trung. Dalam perjalanan pulang kami sempatkan mampir kesana.
Setelah mencari-cari akhirnya kami menemukan situs yang dimaksudkan.
Sebuah tempat di tengah-tengah
pemukiman warga yang tingginya sekitar 2.5 meter dengan dikelilingi tembok bata
tanpa lepo. Dibagian timur ada sebuah tangga kecil menuju pintu masuk di atas
yang berpintu besi. Diantara anak tangga itu ada beberapa balok andesit yang
ditata. Sebenarnya kami mau bertanya atau izin dulu pada warga untuk masuk
tetapi tidak ada warga yang terlihat akhirnya kami naik dan mendokumentasikannya.
Setelah pintu besi kami buka terdapat bangunan tembok, akhirnya kami memilih
masuk lewat kanan. Di sana terdapat dua buah makam yang cukup panjang, diantara
dua makam ada semacam lantai yang memisahkannya. Balok batu Andesit menjadi
Nisan kedua Makam tersebut. Tentang siapa yang dimakamkan dan bagaimana
sejarahnya, kami belum mengetahuinya. Demikianlah catatan ringkas perjalanan
hari ini.
Salam
Nusantara...