G A R D A W I L W A T I K T A

Blog ini bertujuan sebagai wadah/sarana ilmu pengetahuan, sejarah, mitos, dan juga pencarian jejak-jejak peradaban peninggalan Kerajaan-kerajaan di Nusantara.
Silahkan bagi yang ingin mengikuti komunitas ini kita bisa belajar bersama-sama, karena kami juga sangat minim pengetahuan, dan diharapkan kita bisa sharing berbagai informasi tentang sejarah yang ada di Nusantara ini...

Laman

22 Februari 2017

Jejak Peradaban Agung Bhumi Medang "Mbah Pande Gong"

Soma Legi, 20 Februari 2017

 


   Menurut berbagai sumber dalam literatur sejarah kerajaan Medang itu awalnya berpusat di Jawa Tengah yang telah mendirikan berbagai macam peninggalan peradaban yang sangat tinggi nilainya, seperti Prambanan, Candi Sewu, bahkan Candi Borobudur konon juga dibangun pada masa Medang atau Mataram ini.

   Seiring berlalunya waktu, berbagai peristiwa dan sebab akhirnya Mpu Sindok memindahkan pusat kerajaan yang pernah berjaya itu ke Jawa Timur. Menurut dugaan para ahli sejarah pusat pemerintahan Medang sempat ada di Tembelang Jombang namun kemungkinan pernah berpindah-pindah.

   Adalah sebuah tempat di tengah persawahan yang ditumbuhi beberapa pohon yang cukup rimbun dengan nuansa wingit. Menurut informasi dari Nur Wikayat seorang warga Jombang, tempat itu disebut warga setempat sebagai Punden Mbah Pande Gong. Hal itu juga penulis kroscekan dengan keterangan seorang warga setempat yang berjualan es degan di tepi jalan dekat punden tersebut.


   Saat itu penulis bersama mas Aziz Samsudin mendengarkan cerita warga tersebut sambil minum es degan yang segar. Menurut cerita orang-orang dahulu, kalau ada warga yang mempunyai hajat -ingin nanggap wayang kulit atau sekedar campursari- yang tentunya membutuhkan seperangkat gamelan, maka warga Nggarutan akan suguh sesaji atau tumpengan di punden tersebut, setelah itu maka seperangkat gamelan akan datang di rumah warga yang punya hajatan tersebut. Begitulah kisah dari warga penjual es degan itu, benar tidaknya cerita itu tentu saja warga tersebut juga tidak tahu.


   Setelah mendengar cerita itu kami berdua menuju punden Mbah Pande Gong dengan berjalan kaki, karena tidak ada akses jalan masuk ke sana sementara motor kami titipkan pada penjual es degan tadi. Kami menyeberangi saluran air kemudian melewati tepi sungai lalu melewati pematang sawah menuju lokasi.


   Di pematang sawah kami mendapati pecahan bata kuno tercecer diantara padi yang menguning. Dengan hati-hati kami mulai masuk area Punden tersebut karena rumput cukup lebat dan kami khawatir jika ada ular disana, setelah berdoa dan menyapa kami masuk.


   Punden Mbah Pande Gong ini kira-kira berukuran 30 x 50 meter. Terdapat sebuah makam disini, mungkin inilah yang dimaksud makam Mbah Pande Gong, disebut begitu karena diwaktu-waktu tertentu dari punden ini terdengar suara Gong salah satu alat dari gamelan. Terdapat pecahan bata kuno yang dikumpulkan di bawah beberapa pohon, ada juga beberapa yang masih utuh terlihat disana, ada beberapa takir yang berisi daun-daun seperti yang biasa dibuat sajen di beberapa tempat.


   Selanjutnya kami berdua menuju sebuah tangga yang disusun dari bata-bata kuno menuju tempat yang tinggi, disana tampak bata-bata kuno disusun seperti pelataran, kemungkinan ini tempat untuk warga berkenduri. Di tempat ini dikelilingi beberapa pohon yang di bawahnya terdapat rumput cukup lebat.


   Menurut dugaan kami bagian inti sebuah bangunan yang kemungkinan ada di bawah tanah di punden ini adalah disini, melihat dari pecahan-pecahan yang tersebar kemungkinan bangunan disini ada sebuah altar tetapi tentu saja itu hanya sebatas dugaan kami saja.



   Ukuran bata kuno disini panjangnya 32 x 22 centimeter dengan tebal 7 sampai 8 centimeter. Kemungkinan berasal dari era Mojopahit atau bahkan bisa dari era Medang Mpu Sindok mengingat jejak Medang juga ada di wilayah Jombang ini.


   Penulis juga sempat mengontak mas Nurwikayat untuk bisa bersama-sama menelusuri situs ini, namun karena suatu hal dan sempitnya waktu akhirnya kami belum bisa bertemu di punden Mbah Pande Gong ini.


   Dalam penelusuran kali ini kami semakin yakin akan banyaknya situs-situs yang berasal dari berbagai zaman itu luas merata di semua tempat di pulau Jawa ini. Sungguh itu merupakan bukti keberadaan peradaban Agung Nusantara dari zaman ke zaman yang seharusnya dipelajari, ditelusuri dan diambil hikmahnya bagi kehidupan dimasa kini.

   Setelah puas menelusuri punden Mbah Pande Gong kami memutuskan untuk kembali pulang, di tengah perjalanan kami menyempatkan untuk mampir ke Trowulan tepatnya di situs Sumur Upas dan Candi Kedaton.



   Demikianlah penelusuran jejak peradaban hari ini, Terimakasih atas informasi dari mas Nurwikayat dan mohon maaf atas segala kekurangan dari catatan yang seadanya ini, Terimakasih…


Share:

1 komentar:

  1. D Pandhe gong kmrn baru di temukan kepala arca....apa blh tidak di lanjutkan dg penggalian2? Kebetulan tanah pandhe gong pajak tanah atas nama org tua saya?? Bkn y apa2....pandhe gong adalah sejarah desa kami...bkn y musyrik...org2 percaya...pandhe gong adalah pusat dr desa kami...yg ngejaga keseimbangan desa kami...

    BalasHapus

Komunitas Pecinta Sejarah dan Budaya - GARDA WILWATIKTA Tado Singkalan - "Menapak Jejak, Mematri Semangat, Mengunggah dan Melestarikan Peradaban Nusantara"

Garda Wilwatikta