16 Juni 2016
GALILAH LEBIH DALAM LAGI NAK
Sepulang dari Tlatah Lamong tadi, membuat
Finda gelisah, dia merasa ada sesuatu yang mengganggu pikirannya ketika sejak
memasuki sebuah Makam yang istimewa di suatu tempat di Tlatah Lamong. Semenjak
memasuki makam tersebut kepalanya merasa pusing entah apa sebabnya dia merasa
penasaran dengan Kisah Makam tersebut.
6 Juni 2016
KUNJUNGAN DI LUKREJO
Raditya
29 Mei 2016, Team GARDA WILWATIKTA berkesempatan mengunjungi Desa Lukrejo yang
berada di Kecamatan Kalitengah Lamongan.
Tak banyak yang kami ketahui tentang Desa Lukrejo atau biasa disebut warga dengan sebutan desa Ngeluk kecuali dari buku “Jatidiri Gajah Mada dan peranan Umat Islam Majapahit” yang ditulis oleh mas SofyanSunaryo Al Jawi yang leluhurnya berasal dari Lukrejo. Kami tidak memabahas tentang peradaban yang ada di sini karena telah dibahas dalam bukunya mas Sofyan diatas, kehadiran kami di sini semata-mata ingin bersilaturahim dengan pemuda-pemuda Lukrejo yang tergabung dalam SATYAH TLATAH LAMONG, yaitu sebuah komunitas pecinta Sejarah dan Budaya yang kebetulan pusatnya ada di Lukrejo.
Tak banyak yang kami ketahui tentang Desa Lukrejo atau biasa disebut warga dengan sebutan desa Ngeluk kecuali dari buku “Jatidiri Gajah Mada dan peranan Umat Islam Majapahit” yang ditulis oleh mas SofyanSunaryo Al Jawi yang leluhurnya berasal dari Lukrejo. Kami tidak memabahas tentang peradaban yang ada di sini karena telah dibahas dalam bukunya mas Sofyan diatas, kehadiran kami di sini semata-mata ingin bersilaturahim dengan pemuda-pemuda Lukrejo yang tergabung dalam SATYAH TLATAH LAMONG, yaitu sebuah komunitas pecinta Sejarah dan Budaya yang kebetulan pusatnya ada di Lukrejo.
Kami
berdua (Penulis dan mas Eko Finda Jayanto ketua Garda Wilwatikta) berangkat dari Singkalan sekitar pukul 08.00 WIB.
Dengan melalui jalur Dawar Blandong – Balong Panggang berbelok ke barat menuju
Mantup, dari Mantup kami mengikuti jalan menuju Kota Lamongan, sekitar pukul
09.00 WIB kami memasuki Kota Lamongan dan beristirahat sejenak di depan Masjid
Agung Lamongan yang berada di dekat Alun-alun.
Dari sana kami mencari informasi arah jalan menuju desa Lukrejo. Setelah beberapa kali bertanya akhirnya kami berada di jalur yang benar menuju tujuan kami yaitu Desa Lukrejo. Sekitar pukul 09.45 WIB kami akhirnya mencapai pintu masuk Desa Lukrejo. Penulis segera mengirim SMS kepada salah seorang pemuda Lukrejo untuk mengabarkan kehadiran kami, tak lama kemudian mas Lukman datang menjemput kami.
Dari sana kami mencari informasi arah jalan menuju desa Lukrejo. Setelah beberapa kali bertanya akhirnya kami berada di jalur yang benar menuju tujuan kami yaitu Desa Lukrejo. Sekitar pukul 09.45 WIB kami akhirnya mencapai pintu masuk Desa Lukrejo. Penulis segera mengirim SMS kepada salah seorang pemuda Lukrejo untuk mengabarkan kehadiran kami, tak lama kemudian mas Lukman datang menjemput kami.
Kami
berdua segera mengikuti mas Lukman menuju rumah Pak Suwanto salah seorang warga
Lukrejo, di sana kami diterima dengan hangat oleh mereka. Setelah beberapa saat
terlibat perbincangan yang hangat kami pun minta diantarkan sowan ke rumah Pak
Kades Lukrejo, namun Beliau sedang tidak berada di rumah, begitu juga saat ke rumah
Bapak Kartam mantan kades juga Beliau tidak berada di rumah.
Akhirnya kami beritiga menuju Makam Mbah Piluk, di sana pak Suwanto dan para pemuda sudah berada di sana. Kami kembali berbincang-bincang tentang situs yang ada di Desa Lukrejo ini termasuk berbagi macam kisahnya. Di sini para pemuda menyimpan pecahan artefaknya.
Akhirnya kami beritiga menuju Makam Mbah Piluk, di sana pak Suwanto dan para pemuda sudah berada di sana. Kami kembali berbincang-bincang tentang situs yang ada di Desa Lukrejo ini termasuk berbagi macam kisahnya. Di sini para pemuda menyimpan pecahan artefaknya.
Kami pun
masuk ke dalam area makam Mbah Piluk atau yang nama lengkapnya Ki Lukman Hakim.
Tentang siapa beliau, telah dikupas dalam Buku Jatidiri Gajah Mada oleh mas
Sofyan Sunaryo Al Jawi, namun versi tentang siapakah Mbah Piluk itu sendiri ada
beberapa macam versinya, demikian yang kami dengar dari Pak Suwanto dan
beberapa warga lainnya. Sayangnya Makam Mbah Piluk sudah direnovasi lebih modern
sehingga sulit mencari kekunoannya. Menurut informasi dari warga di area Makam ini
dulu banyak struktur bata kuno yang kini telah tertutup oleh bangunan Makam, juga
temuan-temuan Kerangka Manusia yang ditemukan ketika hendak membangun Pendopo
Makam kemudian kerangka-kerangka tersebut dipendam kembali, kini ada di bawah
lantai keramik pendopo.
Setelah
itu kami diajak para pemuda menuju sebuah tempat di belakang Balai Desa Lukrejo
yang kini menjadi tambak, menurut warga di tempat itulah dulu pernah ditemukan
uang kepeng gobog dalam sebuah Guci dan baju besi yang konon milik leluhur desa
ini. Mungkin baju besi ini seperti yang dimaksudkan mas Sofyan Sunaryo tentang
tujuh buah baju besi milik pengikut Ki Lukman Hakim yang konon baju besi
tersebut adalah baju besi tentara Mongol yang dirampas Prajurit Mojopahit
ketika awal-awal Mojopahit berdiri (konon baju-baju besi tersebut dipakai
kesatuan pengawal Raja yaitu Bhayangkara). Tentara Mongol merampas Baju besi
tersebut dari Kerajaan Abbasiyah yang pusatnya berada di kota Baghdad.
Setelah
itu kami menuju situs Mbok Rondo Kuning (Situs Roboto) yang berada di tengah tambak,
di tengah rerimbunan rumput gajah atau disebut warga sebagai Embet. Karena
teremdam air kami tidak bisa mendekat ke situs ini. Banyak versi yang beredar tentang
situs ini, ada yang bilang ini janda Cina, ada yang bilang seorang janda
pendatang dari luar daerah yang kemudian tinggal di sana.
Di sekitar
situs Mbok Rondo Kuning terdapat juga bata-bata kuno yang ditemukan baik yang
masih utuh maupun yang sudah pecah, demikian pula pecahan gerabah lainnya. Ketika
kami kembali menuju ke motor kami secara tidak sengaja putra bapak Kartam
mantan kades Lukrejo sedang lewat kemudian mas Lukman Hakim memanggil beliau
kemudian mas Lukman Hakim memperkenalkan kami kepada putra bapak Kartam
tersebut yang ternyata bernama bapak Didik. Setelah berdialog sebentar bapak
Didik mengajak kami menuju makam desa Cluring, “Mumpung berada di Ngelukrejo monggo melihat sebuah tulisan yang ada di
sebuah pohon yang menurut informasi tetua desa Cluring tulisan yang tidak bisa
dibaca itu telah ada sejak mereka masih kecil.“ Begitu ajak bapak Didik
kepada kami. Kami pun segera mengikuti beliau menuju makam Desa Cluring.
Sesampainya
di makam Cluring tersebut kami segera memasuki tengah area pemakaman yang ada
pohon besarnya, di situlah ada semacam aksara yang diukir di pohon ( ternyata tulisan tersebut bukan termasuk tinggalan arkeologi ).
Setelah
memberi penjelasan tentang kegiatan yang pernah beliau lakukan bersama mas
Sofyan Sunaryo beberapa tahun yang lalu di Desa Lukrejo dan sekitarnya, bapak
Didik sebenarnya ingin mengajak kami ke sebuah tempat dimana ada sebuah
inskripsi huruf kuno di sebuah nisan namun karena waktu kami yang terbatas
akhirnya kami mohon diri untuk segera kembali ke Sidoarjo.
Ada
beberapa poin yang kami dapatkan dalam kunjungan kali ini, yaitu belum adanya
kesadaran dari pihak pemerintah desa maupun dari masyarakat akan pentingnya
pelestarian benda-benda bersejarah yang ada di sekitar kita. Adanya keengganan
pemerintah desa memberi tempat untuk menyimpan benda-benda bersejarah yang
ditemukan di Desa tersebut. Kedua adanya kesengajaan dari beberapa oknum
pelestarian sejarah yang kurang memperhatikan keberadaan benda-benda bersejarah
yang pernah ditemukan, contoh adanya oknum yang tidak mau mengembalikan
benda-benda bersejarah ke tempat asalnya.
Semoga ada guna dan manfaatnya dari kunjungan Team
GARDA WILWATIKTA kali ini terima kasih…
Salam Nusantara…
Lihat Video disini