Wrhaspati 4 Agustus 2016, Garda Wilwatikta kembali mencoba menelusuri jejak-jejak peradaban yang ada di kawasan Jrambe, Tegalsari, Puri, dan sekitarnya yang berada di Kecamatan Dlanggu dan Kecamatan Puri Kabupaten Mojokerto.
Peta Jrambe |
Kami langsung menuju sebuah
pertigaan desa, di sana kami berhenti sejenak dan melihat-lihat situasi, dan
kebetulan didekat sebuah sungai kecil di dalam rerimbunan pohon bambu ada
seorang warga sedang membuat jembatan bambu, kami bertanya pada bapak tersebut
yang ternyata bernama Pak Imam Samsudin.
Menurut bapak Imam Samsudin di
Dusun Jrambe ini ada kalanya kalau menggali tanah seringkali menemukan bata-bata
kuno atau batu andesit yang dibentuk, namun karena bata-bata tersebut tidak
membentuk sebuah struktur atau pola sehingga kebanyakan warga mengabaikannya. Ketika
kami menanyakan sebuah Punden yang tak jauh dari tempat itu, Beliau bilang tidak
mengetahui secara pastinya siapa yang dimakamkan di situ dan bagaimana sejarahnya,
Pak Imam hanya tahu kalau makam itu adalah makam Leluhur yang membabat Alas
dusun Jrambe.
>>>Lihat video disini
Namun menurut keterangan dari pemuda
setempat yang bernama mas Andri Bayu (yang kebetulan teman dari mas Aziz), diceritakan
bahwa dahulu kala ada seseorang yang datang dari jauh dan melewati hutan yang
terdapat banyak sekali Pohon Jambe (sehingga dinamai hutan Jambe), kemudian
orang tersebut ingin membangun tempat tinggal di Hutan Jambe ini. Ketika
menebangi Pohon Jambe untuk membangun sebuah rumah, orang itu beristirahat dan
merasa kehausan, kemudian Ia melihat ada pohon Jeram (jeruk) dan diambilnya
buah jeruk untuk melepas dahaga. Jadi asal-usul Desa Jrambe diambil dari nama
Pohon Jambe dan Pohon Jeram. Dan sekarang desa tersebut terdapat tiga dusun,
yaitu Dusun Jrambe, Dusun Kauman, dan Dusun Sumber Agung.
Kemudian kami menuju sebuah
Punden lain yang letaknya tak jauh dari punden pertama, di sana terdapat
beberapa makam dan juga terdapat sebuah Lumpang. Menurut informasi mas Andri,
dulu pernah ada warga yang menggali tanah di sebelah utara punden ini dan
menemukan bata-bata kuno, oleh warga bata-bata tersebut dinaikkan ke atas dan digunakan
untuk Nisan atau sekedar ditata saja, entah karena itu atau ada sebab lain
warga tersebut tak lama kemudian meninggal dunia, hal inilah yang membuat warga
Jrambe takut sehingga mengembalikan bata-bata kuno tadi. Juga lumpang yang ada
di depan makam tersebut berasal dari pemukiman warga yang dipindahkan ke sana
supaya tidak meresahkan.
Dari kedua punden tersebut kami
diantar oleh mas Andri menuju dua buah pemakaman, yaitu pemakam Dusun Kauman
dan pemakaman Dusun Jrambe. Dari penelusuran kami di kedua pemakaman tersebut,
terdapat bata–bata kuno yang telah beralih fungsi menjadi Nisan atau sekedar
ditata sebagai pembatas makam.
Kemungkinan bata-bata tersebut diperoleh dari dalam tanah yang diangkat ketika ada penggalian untuk mengubur jenazah.
Dari sana kami segera menuju
sebuah punden yang berada di Desa Tegalsari, letaknya sekitar 3 Km dari Desa
Jrambe. Di sana terdapat sebuah pohon besar yaitu Pohon Iprik yang dikeramatkan
oleh warga sekitar, pohonnya yang rindang dan suasananya sangat sejuk tetapi
cukup mengesankan adanya aroma mistis karena juga ada bekas kembang dan dupa.
Kemungkinan bata-bata tersebut diperoleh dari dalam tanah yang diangkat ketika ada penggalian untuk mengubur jenazah.
Peta Punden Puri |
Di bawah pohon raksasa ini terdapat beberapa balok andesit yang ditata, juga pecahan bata kuno tersebar juga terjepit diantara akar–akar pohon.
Terlihat berapa balok andesit
yang juga terjepit, mungkin juga ada sesuatu yang terpendam di bawah pohon
tersebut.
Menurut keterangan Ibu Pemilik
warung yang ada di dekat Punden yang disebut sebagai Punden Mbah Gelang Kakung ini
sering dijadikan tempat untuk menyepi, berziarah, dan bahkan sempat ditayangkan
pada sebuah program Acara di TV Swasta Nasional beberapa tahun silam. Konon
dari Acara tersebut digambarkan ada Jin penunggu pohon ini yang bernama Ki
Suryo yang mempunyai Pusaka terkenal yaitu Keris Nogo Sosro. Benar tidaknya semua
itu kita tidak bisa memastikannya juga, konon ada yang menyebutkannya tempat
ini adalah bekas Pertapaan atau Pemujaan sejak era Kerajaan Mojopahit.
Selanjutnya kami menuju sebuah
Situs atau Punden Mbah Gelang Putri yang berada di sebelah Lapangan Puri, Desa Puri
yang dekat dengan Kantor Kecamatan Puri. Menurut keterangan warga situs ini
berhubungan dengan Punden Mbah Gelang Kakung, memang kalau dilihat dari namanya
memang terkesan ada keterkaitannya. Di sini juga terdapat beberapa Balok
Andesit yang ditata sedemikaian rupa, juga bata-bata kuno yang terdapat di bawah
kedua pohon tersebut, dan juga terdapat bekas dupa yang dibakar di atas salah
satu batu, sama seperti di Punden Mbah Gelang Kakung Tegalsari tadi.
Demikianlah Perjalanan
Penelusuran Jejak Paradaban Leluhur kali ini, semoga dengan semakin banyaknya
pengetahuan kita akan Situs-situs Peninggalan Leluhur Nusantara akan semakin
membuka kesadaran kita semua untuk mencari, mengaplikasikan dalam kehidupan
masa kini maupun masa depan dan melestarikannya. Terimakasih…
Salam Nusantara...
Jaya Jaya
Jaya Jaya Wijayanti….
nah .. ini nih... ka;au Puri itu Tempat Kedaton, Tempat istirahat Raja dan pemaisuri .... kalau Bangsal bisa disitilahkan Markas Besar tempat Kerja...
BalasHapusBahkan Yai Agus Sunyoto (Atlas Walisongo) pernah bilang ke saya Bahwa MABES dari Gajah MAda ya di SPN (Sekolah Polisi Negara) di Bangsal itu ...