Dilihat dari maknanya Pulolancing adalah pulaunya para bujang, yang maksudnya bila kita mencoba menduga atau berhipotesa adalah tempat bermukimnya para pedagang dari mancanegara. Hal ini setelah mengkaji berbagai aspek dan lingkungan sekitar Dukuh khususnya dan Pulolancing pada umumnya. Secara umum Pulolancing terletak di sebelah timur sungai Mas dekat percabangan dengan sungai Marmoyo yang mengarah ke Dusun Pelabuhan Canggu Jetis yang telah diduga sebagai tempat pelabuhan Canggu dimasa silam.
peta sekitar Dukuh-Pulolancing |
Tampak ketua
Balasatya Wetan beserta anggotanya mengklarifikasikan temuan artefak di Museum
Mini Dukuh. Sebelumnya rombongan Balasatya Wetan ini telah mensurvei dukuh tempat
observasi Garda Wilwatikta.
Dalam kesempatan
itu Balasatya Wetan diantar dua anggota Garda Wilwatikta yaitu mas Eko Jayanto (ketua) dan mas Aziz (sekretaris) untuk melihat 4 buah sumur
kuno yang telah diketahui di Dukuh, ,juga menceritakan secara kronologis proses
awalnya observasi sampai kisah-kisah mistis yang menyertainya.
Dalam kesempatan
itu kami juga sowan kepada pemilik tanah observasi bapak Tri Wahyono juga bapak
Kepala Dusun Pulolancing bapak Eko Wiyono, untuk bersilahturahim dan
membicarakan kondisi terkini Dukuh mengingat kami Garda Wikwatikta telah
melaporkan temuan-temuan itu kepada Balai Pelestarian Cagar Budaya BPCB Jawa
Timur di Trowulan pada Desember 2015 yang lalu. Setelah berdialog dengan bapak
Eko Wiyono selaku kasunnya kita mendapati belum ada survei dari BPCB.
Sumur kuno yang terdapat di Dukuh |
lihat video Ekspedisi Dukuh #2
Setelah melakukan
survei di Dukuh maupun melihat artefak di Dukuh, komunitas Balasatya Wetan
melalui ketuanya bapak Edwin Mardianto mengapresiasi secara positif dan terus
mendukung aktifitas komunitas Garda Wilwatikta yang berpusat di Dusun Tado Desa
Singkalan ini. Dan juga bapak Edwin Mardianto membuat sebuah kesimpulan bahwa dahulu
kala diduga di Dukuh maupun Pulolancing umumnya adalah tempat bermukim para
pedagang dari mancanegara seperti China, hal ini didasarkan dari tempatnya yang
strategis dan temuan-temuan artefaknya seperti koin-koin asing, koin gobog,
maupun keramik asing. Namun demikian dugaan sampai zaman dimana kawasan Dukuh
maupun Pelabuhan Canggu dan Sarbha terus digunakan, karena melihat kondisi sungai Mas maupun sungai Marmoyo sekarang telah terjadi penyempitan dan pendangkalan.
Menurut literatur
tahun 1625 Masehi tentara Mataram menutup aliran sungai Marmoyo di daerah Gedeg - Mojokerto dengan bangkai manusia dan
hewan dalam perang menaklukan daerah Brang Wetan yang dipimpin Surabaya saat
itu, konon karena penutupan sungai Marmoyo
tidak hanya membuat perlawanan Surabaya kalah tapi juga mematikan roda
perekonomian dijalur sungai Marmoyo
dan sungai Mas seperti Pelabuhan
Canggu, Sarbha, Jruk yang tentu saja berdampak pada pemukiman pedagang di Dukuh.
Konon ada kisah
dari warga Dukuh kalau pernah ada wabah atau pagebluk yang memaksa penghuni Dukuh
meninggalkan pemukimannya, bisa saja wabah itu berasal dari virus-virus
penyakit yang ditimbulkan dari tumpukan bangkai manusia dan bangkai hewan
dihulu sungai Marmoyo tadi. Sekedar
menduganya saja, konon karena blokade atau penutupan sungai Marmoyo oleh tentara Mataram itu membuat Perlawanan Surabaya
berhenti karena kurangnya pasokan bahan makanan, air bersih, dan terkena
penyakit.
Demikianlah
kegiatan komunitas Balasatya Wetan dan Garda Wilwatikta di Dukuh Pulolancing desa
Kedung Sukodani kecamatan Balongbendo Sidoarjo. Semoga saja akan ada respon
positif baik dari warga setempat maupun pihak yang terkait, tak lupa kami
menghaturkan terimakasih yang sebesar-besarnya atas peran serta bapak kasun
Pulolancing, seluruh anggota Balasatya yang hadir yang telah meluangkan
waktunya mengunjungi Dukuh.
Maturnuwun, Salam Nusantara...
dulu sering menemukan uang kuno cina di kalimas dusun kedung sumur kidul desa canggu pas pertigaan jembatan canggu,asli warga canggu
BalasHapus