G A R D A W I L W A T I K T A

Blog ini bertujuan sebagai wadah/sarana ilmu pengetahuan, sejarah, mitos, dan juga pencarian jejak-jejak peradaban peninggalan Kerajaan-kerajaan di Nusantara.
Silahkan bagi yang ingin mengikuti komunitas ini kita bisa belajar bersama-sama, karena kami juga sangat minim pengetahuan, dan diharapkan kita bisa sharing berbagai informasi tentang sejarah yang ada di Nusantara ini...

Laman

11 Oktober 2016

MELINTAS BRANG LOR (utara sungai Brantas)


   Wrashpati 06 Oktober 2016, pada hari itu penulis dijemput dua punggawa Garda Wilwatikta Tado Singkalan yaitu mas Eko Finda Jayanto danmas Abdul Aziz Samsudin untuk melakukan penelusuran di daerah utara Sungai Brantas atau biasa disebut Brang Lor.


   Semingguan yang lalu terdengar adanya temuan struktur pondasi bata kuno di Dusun Gapuro Desa Mojojajar Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto, yang ditemukan oleh para pekerja ketika menggali tanah untuk menanam semacam cor (sepatu besi) dalam pembangunan pondasi Polindes.

Penemuan situs di Gapuro-Mojojajar
   Para pekerja dan warga Gapuro menggali pada dua titik, yang pertama hanya beberapa centimeter saja telah menemukan bata-bata yang berukuran besar, karena penasaran warga meneruskan penggalian sehingga mereka menemukan struktur pondasi bata.

Lihat video Temuan Situs Gapuro

Struktur bata kuno
   Atas temuan ini warga melaporkannya kepada pemerintah Desa Mojojajar yaitu kepada Kepala Desa. Setelah melihat temuan di lapangan Kepala Desa Mojojajar segera memerintahkan agar pembangunan pondasi polindes dihentikan, begitulah ceritanya sehingga berita itu menyebar lewat media sosial.

   Karena ingin melihat langsung temuan tersebut maka kami bertiga segera berangkat menuju lokasi di daerah Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto. Karena sebelumnya mas Aziz sudah ke sana akhirnya kami tidak kesulitan menuju temuan struktur bata di Dusun Gapuro tersebut.

Garis polisi disekeliling temuan situs
   Kami bertigapun tiba di Dusun Gapuro, disana tampak ada beberapa orang warga yang berjualan makanan ringan dan minuman. Terdapat tali pembatas di sekeliling temuan situs, dan juga ada semacam papan nama di sana.

barang dagangan seorang penjual disekitar temuan situs
   Mas Eko sedang berdialog dengan ibu penjual minuman, sementara mas Aziz sedang mengambil dokumentasi di lokasi temuan yang ternyata sudah ada penggalian baru di sebelah selatan. Ada dua titik penggalian yang keduanya terdapat banyak bata-bata kunonya.


Temuan pertama
Temuan kedua
Temuan ketiga
   Di tengah-tengah asyiknya kami mengambil dokumentasi datanglah seorang warga anggota LPM desa setempat, kamipun berdialog dengan warga tersebut.

mas Agus S. berdialog dengan warga Gapuro
mas Eko Jayanto berdialog dengan warga Gapuro
   Kami menanyakan bagaimana proses penemuan juga berita tentang rencana penutupan temuan ini oleh Kepala Desa setempat dan pihak BPCB Trowulan dengan alasan bahwa temuan di Dusun Gapuro ini kurang memiliki nilai sejarah.

Bata kuno yang masih melekat dari penemuan situs
   Ternyata warga disini justru tidak mendengar berita yang beredar di media sosial tersebut, beliau malah dengan antusias menceritakan guyup dan senangnya warga Gapuro dengan temuan tersebut. Warga Gapuro menurut anggota LPM ini setiap hari terutama di malam hari selalu berkumpul di Soeko (Tempat-temuan struktur bata itu berada di kawasan Punden Soeko yang ditandai dengan adanya dua Pohon Soeko) untuk bersih-bersih situs dan berkenduri. Juga beberapa pemudanya melakukan penggalian di beberapa titik untuk mengetahui persebaran batanya.

dibawah Pohon Soeko
   Mendengar keterangan warga tersebut juga dari warga-warga lainnya yang ada di lokasi membuat kami senang, karena rasa cinta dan bangga warga Gapuro akan temuan ini cukup tinggi. Kamipun menyaksikan banyak siswa-siswa SD-SMP dari desa sekitar datang untuk melihat temuan situs tersebut. Dan menurut warga yang kebetulan menjadi pengantar surat pos, hari itu telah tiba surat dari BPCB Trowulan untuk Desa Mojojajar dan untuk Kecamatan Kemlagi. Mudah-mudahan isi surat tersebut adalah surat keterangan dari lembaga pemerintah untuk melakukan eskavasi dan penelitian di Dusun Gapuro ini.
 

   Dari dialog di bawah Pohon Soeko itu kami mendapat informasi adanya sebuah Lumpang di tengah areal persawahan, adanya sebuah Punden lain di dalam area SMP Negeri Kemlagi. Setelah meminta izin satpam sekolah tersebut kami bertiga masuk area sekolah untuk melihat punden tersebut, punden tersebut terletak di sebelah selatan pintu masuk dekat dengan pagar dengan tanah yang relatif lebih tinggi dari sekitarnya (nggumuk kata orang). Disana kami dapati sebuah makam dengan Nisan sebuah Bata kuno, ada bekas dupa dan pecahan bata kuno, kami menduga ada jejak peradaban yang merata di Desa Mojojajar ini, terlebih menurut warga ada sebuah Makam yang ada di sebelah barat desa yang konon adalah Makam Raja Buluketigo. Buluketigo adalah sebuah kerajaan yang ada di wilayah Kecamatan Kemlagi dan Kecamatan Gedeg, konon begitulah cerita rakyat setempat.

Nisan dari bata kuno di punden Mojojajar
   Dari cerita rakyat tersebut membuat kami tertarik sehingga kami bertiga ingin mencari tahu keberadaannya. Kamipun menuju Desa Berat Wetan, disana ada sebuah peninggalan yang disebut Candi Sumur Gantung.

Candi Sumur Gantung
   Menurut keterangan dari Juru Pelihara Candi Sumur Gantung ini yaitu bapak Sukanan, sebenarnya tumpukan bata kuno yang tingginya kira-kira 2.5 meter ini adalah sebuah candi namun bentuknya sudah tidak diketahui karena ditemukan sudah dalam keadaan seperti sekarang. Situs ini dimasukkan salah satu Situs Cagar Budaya sekitar tahun 1985. Dulunya di sekitar candi ini ditumbuhi pohon-pohon besar seperti Beringin dan Serut bahkan di atas Candi juga ditumbuhi beberapa pohon, namun setelah diakui BPCB pohon-pohon di atas candi tersebut ditebang supaya tidak merusak struktur candi.

Juru Pelihara Candi Sumur Gantung
   Bapak Sukanan juga sempat menceritakan kisah cerita rakyat dibalik keberadaan candi ini. Adalah seorang putri cantik (putri dari kerajaan Buluketigo) hendak dipersunting oleh seorang pangeran atau Raja dari Mojopahit untuk menjadi istrinya. Raja Buluketigo meminta syarat agar pihak Mojopahit memberi mahar dengan membuat bangunan sumur yang debit airnya lebih tinggi dari air sungai, maka segeralah dibangun sumur tersebut.


bagian atas Sumur Gantung
   Dari kisah di atas bapak Sukanan Memberikan keterangan bahwa sebenarnya dalam pembuatan candi itu bukan mengedepankan kesaktian untuk membuat air sumur lebih tinggi dari air sungai, justru disini menggambarkan tingginya teknologi masa itu. Di sekitar candi dulu dikelilingi pohon-pohon yang besar yang fungsinya adalah untuk menahan air yang ada dalam sumur (di tengah candi) agar tetap besar debitnya. Hal inilah yang membuat debit air di sumur itu lebih tinggi dari air sungai. Tak terbayang betapa hebatnya para ahli di zaman dulu telah memiliki teknologi semacam itu.

lihat video Hilangnya Peradaban
Bata-bata yang berserakan di Candi Sumur Gantung
mas Eko dan mas Aziz
   Lantas kami bertanya pada bapak Sukanan tentang dimana keberadaan pusat kerajaan Buluketigo itu. Menurut peta kuno yang dibuat Belanda, nama Buluketigo masih ada dan berada di sekitar wilayah Desa Berat Wetan dan Berat Kulon, konon di sebuah makam di Berat Wetan masih ada sebuah umpak yang diyakini bekas umpak kraton Buluketigo, juga konon dulu ada beberapa arcanya, namun kini sulit dicari keberadaannya. Disamping itu dulu banyak petani setempat kalau membajak sawah sering menemukan pecahan tembikar, bata kuno dan artefak lainnya namun lokasi tersebut kini telah menjadi lahan pabrik.

pintu masuk Candi Sumur Gantung
   Dari sedikit perjalanan melintas Brang Lor ini kami membuat sebuah kesimpulan bahwa dulu pada zaman Mojopahit di wilayah Kecamatan Gedeg dan Kecamatan Kemlagi atau mungkin lebih luas lagi terdapat sebuah Kerajaan Lokal (Kadipaten atau Tanah Perdikan) yang disebut Kerajaan Buluketigo. Tentu saja kemungkinan situs di Dusun Gapuro tersebut ada hubungannya dengan Kerajaan Lokal tersebut, namun tentu saja semua adalah dugaan semata, lebih bagus kita semua mengharapkan pihak yang berwenang meneliti temuan di Dusun Gapuro Mojojajar Kemlagi Mojokerto tersebut supaya masyarakat luas bisa mengetahui sejarah leluhurnya. Ingat Jasmerah! Jangan lupakan Sejarah!!!

   Terimakasih dan mohon maaf yang sebesar besarnya bila ada kata-kata yang salah dalam catatan kami, tiada gading yang tak retak.

Salam Nusantara...

Share:

1 komentar:

Komunitas Pecinta Sejarah dan Budaya - GARDA WILWATIKTA Tado Singkalan - "Menapak Jejak, Mematri Semangat, Mengunggah dan Melestarikan Peradaban Nusantara"

Garda Wilwatikta