Sanaiscara
11 Februari 2017
Sebuah
perjalanan menelusuri keagungan peradaban masa silam di wilayah Balongbendo -
Krian (Sirapan, Watesari, Seketi, dan Wringinpitu). Adalah sebuah kebahagiaan
tersendiri bagi kita bila bisa meluangkan waktu diantara kesibukan kita untuk
bersama-sama mencari simpul-simpul jejak peradaban kuno.
Pagi itu penulis
bersama Mas Eko Finda dan Mas Aziz berangkat dari basecamp Tado-Singkalan menuju
ke Dusun Sirapan untuk bertemu dengan dulur dari Terung yaitu Mas Agus Mulyono
atau yang biasa kita panggil dengan nama ‘Mbah Mulo’ untuk bersama-sama mencari
jejak-jejak peradaban. Kami bertigapun telah berada di lokasi pemakaman Islam Dusun
Sirapan yang terletak di Desa Kemangsen Kecamatan Balongbendo.
|
Makam Islam Sirapan |
Setelah
beberapa lama kita menunggu Mbah Mulo ternyata belum terlihat, akhirnya kita
memutuskan untuk berjalan dulu menelusuri jejak yang ada di Dusun Sirapan
sambil menanti kabar dari Mbah Mulo. Di pemakaman Sirapan ini cukup banyak bata
kunonya, juga ada beberapa balok andesitnya (sebelumnya telah ada dokumentasi
dari mas Eko lihat di youtube Jelajah Pemakaman Part1).
|
Nisan dari Batu Andesit |
Balok
andesit yang berubah menjadi nisan ada di makam Sirapan, disamping bata-bata
kuno lainnya. Ini menunjukkan adanya jejak
peradaban di Dusun Sirapan ini. Selanjutnya
kami mencari informasi tentang punden Mbah Wungu kepada warga yang kebetulan ada di
dekat area pemakaman tersebut.
Setelah
mendapat keterangan dari warga tersebut kami segera menuju lokasi Punden Mbah
Wungu yang berada di tengah persawahan. Di Punden Mbah Wungu terdapat cungkup
dan sebuah musholah di dekatnya, ada sebuah pohon besar yang dinamakan pohon Wungu.
Dalam Cungkup ada sebuah makam yang tidak jelas siapakah dan bagaimanakah
sejarahnya. Mas Eko mendapati informasi dari seorang warga kalau ada Punden Juwet
dan Punden Mbah Bokor yang lokasinya tidak berjauhan dari Punden Mbah Wungu.
|
Pohon Wungu |
|
Punden Mbah Wungu |
|
Punden Mbah Juwet |
|
Punden Mbah Bokor |
Dari
ketiga punden tersebut kami mempunyai keyakinan bahwa itu merupakan tetenger
(penanda) adanya sesuatu di masa lalu yang sengaja di pendam. Kami bertiga
mencoba mencari jejak kekunoan di ketiga punden tersebut, namun belum menemukan
sesuatu yang bisa kita duga sebagai jejak, mungkin perlu penggalian untuk
memastikannya.
Perjalananpun
kami lanjutkan ke arah selatan menuju Dusun Sonosari, terus berbelok ke arah
barat menuju pemakaman Watesari. Di pemakaman Watesari terdapat banyak bata
kuno yang berubah fungsi menjadi nisan, juga banyak yang ditumpuk-tumpuk begitu
saja. Menurut keterangan seorang pencari kayu bakar di situ, bahwa setiap ada
penggalian makam maka selalu menemukan bata-bata kuno yang kemudian dinaikkan
ke atas. Disamping itu ada juga cerita tentang adanya harta karun di sini. Ukuran
bata kuno di sini tergolong besar, ada yang panjangnya mencapai 45 cm x 25 cm
dengan ketebalan 7 cm.
|
Bata Kuno berukuran besar |
Penulis
pernah ke pemakaman Watesari ini beberapa waktu yang lalu, selanjutnya kami
bertiga menuju punden yang berada di utara-barat pemakaman ini, namun akses
jalan menuju punden tersebut tidak bisa dilalui motor terlebih dibagian barat
telah ditutup proyek pabrik, akhirnya kamipun meneruskan perjalanan menuju Desa
Seketi untuk bertemu dengan Mbah Mulo di Situs Guo Seketi.
|
Situs Guo |
Kami
segera menuju Situs Prabu Joko yang menurut keterangan warga adalah pelaku
sejarah yang membabat alas Desa Seketi ini. Terdapat beberapa makam di sini, juga
ada sebuah tumpukan bata kuno yang memiliki dua lubang, mungkin karena
berlubang inilah akhirnya disebut Guo.
|
Kedatangan Mbah Mulo |
Setelah
menunggu beberapa saat, Mbah Mulo pun tiba di Situs Guo ini, kitapun berbincang-bincang
untuk menentukan tujuan arah perjalanan yang akan kita tempuh dalam kesempatan waktu
yang tidak terlalu lama ini.
|
Mbah Mulo Sang Penasehat Garda Wilwatikta |
Setelah
disepakati kami berempat meneruskan perjalanan menuju arah selatan-barat. Dalam
perjalanan kami mampir ke sebuah pemakaman yang masih berada di Desa Seketi, di
pintu masuk pemakaman terdapat sebuah artefak yang terbuat dari batu andesit, menurut
keterangan Mbah Mulo kemungkinan benda tersebut adalah sebuah lumpang yang
terbalik. Mas Eko dan Mas Aziz mencoba mengkorek-korek tanah di sebelah lumpang
tersebut, ternyata lumpang tersebut berbentuk lebar dibawahnya (seharusnya di
atas karena posisinya terbalik).
|
Artefak Andesit |
Dalam pemakaman ini terdapat bata kuno yang
berubah fungsi jadi nisan namun tidak banyak. Dari pemakaman Seketi ini kami melanjutkan
perjalanan, tetapi karena cuaca agak kurang mendukung [hujan] kamipun diajak Mbah
Mulo istirahat dulu dan menikmati tahu lontong di sebuah warung di tepi sungai,
di sini kami banyak membicarakan perkembangan Garda kedepan dan juga diberikan
wejangan dari Mbah Mulo tentang berbagai hal.
|
Tahu Lontong |
Hari
makin siang awan mendung pun masih betah bergantung di langit sehingga hawa
sejuk mewarni perjalanan ini. Kami menyusuri jalanan di tepi sungai itu terus
memasuki Desa Gagang Kepuhsari, Desa Waruberon selanjutnya ke utara menuju
Wringinpitu. Dalam perjalanan ini kami mampir ke sebuah gumukan di tengah
persawahan.
|
Menuju Gumukan di Tengah Sawah |
Kami
berhenti lalu memarkirkan motor di tepi jalan dan meniti jembatan bambu menuju
gumuk Jati yang sangat menarik perhatian kami. Dengan pengalaman yang dimiliki Mbah
Mulo mengajak kami menyisir gumukan jati yang semula kami duga masih masuk Desa
Waruberon dan ternyata sudah memasuki wilayah Desa Wringinpitu yang terkenal
dalam Naditira Pradesa itu.
|
Pecahan Bata Kuno di Gumuk Jati |
|
Nisan Bata Kuno di Gumuk Jati |
|
Lubang Untuk Mengambil Air |
Di lubang yang
dibuat warga untuk mengambil air itu terdapat pecahan bata. Setelah dari gumuk jati yang misterius ini perjalanan kami lanjutkan menuju Wonosari -
Wonokupang untuk melihat langsung lima gumukan yang berada di tengah
persawahan. Karena waktu sudah terlalu siang maka kami memutuskan menundanya.
Demikianlah perjalanan
menelusuri jejak peradaban agung Nusantara kali ini, banyak kekurangan baik
dalam kata maupun perbuatan kami, dan tak lupa kami haturkan terimakasih yang
sebesar-besarnya atas kehadiran Mas Agus Mulyono dalam penelusuran hari ini.
Sirapan yang ada di makam umum sirapan dulu ada sebuah makam lama yang katany seng mbabat alas sirapan terus di angkt d masukan ke makam umum islam sirapan namanya mbah raden
BalasHapus