Pertempuran berkecamuk dengan ganasnya, kedua pasukan saling mengeluarkan segala kekuatannya, korbanpun mulai berjatuhan di kedua belah pihak.
Ditengah-tengah palagan peperangan tampak kedua orang pemimpin pasukan sedang bertarung sengit. Pangeran Samarawijaya menghadapi adik tirinya dari Panjalu, Pangeran Garasakan, keduanya adalah putra-putra Prabu Airlangga dari selir-selir.
"Hai Garasakan! Ayo tunjukkan kemampuanmu sebagai putra Kahuripan! Hadapilah aku! Mari kita buktikan siapa yang lebih pantas menjadi Raja! Ayooo!" Samarawijaya segera mempersiapkan jurus-jurus andalannya menghadapi Garasakan.
"Mari kanda Samarawijaya! Akupun sanggup menghadapimu!" Seru Garasakan tak mau kalah, keduanya segera terlibat pertarungan sengit.
Serangan silih berganti dilancarkan keduanya, terlihat keduanya memang sangat tangguh sebagai pangeran-pangeran Kahuripan walau sayang harus bertarung satu sama lain. Setelah beberapa jurus berlangsung dengan sengit, mulai terlihat Samarawijaya lebih unggul dari Garasakan, beberapa kali pukulan dan tendangannya mengenai sasarannya dengan telak hingga Garasakan berkali-kali tersungkur namun dengan semangat yang tidak padam dia bangkit dan terus melakukan perlawanan.
"Garasakan! Sudahlah adinda, kau takkan bisa menang melawanku! Sudahlah menyerahlah kepadaku! Dan akuilah bahwa akulah yang paling pantas menggantikan ayahanda Prabu menjadi raja di Kahuripan ini!" kata Samarawijaya dengan berkacak pinggang. Sementara Garasakan yang tersungkur buru-buru bangkit dan berseru lantang.
"Kanda Samarawijaya! Aku belum kalah kanda! Aku belum kalah!"
"Hahaha dinda Garasakan, apa kamu masih mampu melawanku?"
"Tentu kanda, mari kita lanjutkan peperangan ini!"
Keduanya kembali bertarung dengan sering sebagaimana kedua pasukannya yang terus bertempur...
Sementara itu ditempat lain Sanggramawijaya sedang berada diperjalanan menuju pertapan Kapucangan di utara Megaluh. Di tengah perjalanan Sangramawijaya beristirahat di hutan yang berawa di dekat Bengawan Gangga. Disana mereka bertemu sepasang pertapa di hutan itu, ketika suami istri pertapa itu sedang menaman pohon berwarna hijau.
Sanggramawijaya mengajak 2 orang prajurit Brajan Impling yang mengawalnya beristirahat di pondok kedua pertapa itu,
"Paman berdua sementara kita beristirahat di pondok Bapa Pertapa ini."
"Sendiko dawuh Gusti Putri Sanggramawijaya"
Kedua prajurit itu segera menyiapkan segala sesuatunya untuk menginap di pondok kedua pertapa itu.
"Gusti Putri hamba dan istri hamba baru beberapa minggu di hutan ini, karena titah dari Gusti Maharaja Airlangga untuk menaman pohon Medang."
"Benarkah begitu bapa pertapa? Kapankah andika berdua bertemu ayahanda?"
"Ketika Beliau sedang berada di hutan ini dan sedang sakit Gusti". Jawab istri pertapa itu sambil menghidangkan polo pendem.
"Benar Gusti, bahkan Gusti Prabu sangat-sangat bersedih karena pertikaian Pangeran Samarawijaya dengan Pangeran Garasakan" sambung bapa pertapa, mendadak hati Sanggramawijaya tidak tenang mendengar kata pertapa tua itu, dia khawatir akan terjadi apa-apa di Kahuripan terkait pertentangan kedua adik tirinya itu.
Akhirnya Sanggramawijaya memutuskan untuk kembali melihat kondisi Kahuripan, setelah berkemas mereka berpamitan kepada kedua pertapa itu.
"Bapa dan Nyai mohon maafkan saya, saya harus kembali ke kotaraja Kahuripan karena saya khawatir dengan keadaan disana"
"Baiklah Gusti Putri Sanggramawijaya, kami berdua hanya bisa berharap pada Dewata semoga tidak terjadi apa-apa di kotaraja Gusti..."
Kembali di pertempuran di luar kotaraja masih berlangsung dan sangat sengit, teriakan dan pekik kematian menggema. Kedua pasukan masih terus bertempur seperti kedua junjungannya Pangeran Samarawijaya dan Pangeran Garasakan.
Kondisi Garasakan semakin terdesak oleh serangan Samarawijaya hingga dia harus jatuh bangun...
"Garasakan! Sudahlah dinda... Lihat dirimu sudah tak mampu lagi melawanku... relakan aku menjadi raja dindaa!"
"Tidaaak kandaaa! Aku belum kalah dan tidak sudi melihatmu menjadi raja!"
Keduanya kembali bertempur dengan sengitnya hingga sebuah bayangan menghantam mereka berdua. Keduanya terjungkal oleh hantaman bayangan itu, bayangan itu tidak lain adalah maharaja Airlangga.
Melihat kehadiran ayahandanya kedua pangeran itu segera bersujud dihadapannya, dengan wajah penuh amarah Sang Prabu Airlangga bersabda.
"Seperti inikah kelakuan kedua pangeran utama kahuripan? Seperti inikah kalian memberi contoh kepada para kawula kahuripan? Memalukaaan!" kedua pangeran itu menundukkan wajahnya tidak berani memandang wajah ayahandanya yang sedang murka...
"Samarawijaya! Kau sebagai putra yang lebih tua dari Garasakan seharusnya kau bisa menahan diri! Kau juga Garasakan! Sebagai putra termuda seharusnya kau tidak lancang kepada kakakmu!" Prabu Airlangga benar-benar murka hingga peperangan yang berkobarpun terhenti, semua prajurit dikedua belah pihak berdiri dikedua sisi dikawal pasukan Kahuripan.
"Oh Dewata Yang Agung... Kenapa Engkau menghukumku dengan memiliki dua putra seperti kalian! Kenapa juga Sanggramawijaya menolak tahta..."
"Jika kalian terus seperti ini lebih baik aku tidak punya putra! Lebih baik kalian aku bunuuh saja!" Prabu Airlangga segera mengepalkan tangan kanannya yang telah dilambari Ajian Lembu Sekilan. Melihat hal itu Patih Narotama segera bersujud dan berkata, "Mohon ampun Gusti Prabu... Janganlah gelap mata Gusti... Keduanya adalah putra-putramu sendiri.. Mohon tahan kemurkaan paduka.."
"Kanda Patih Narotama, keduanya memalukan! Mereka harus dihukum!"
Tiba-tiba muncullah Sanggramawijaya Tunggadewi dihadapan prabu Airlangga melindungi kedua adiknya dari pukulan ayahandanya.
"Tunggu ayahandaaa! Kalau ayahanda ingin membunuh kedua adikku bunuh juga ananda ayahanda!" Tentu saja prabu Airlangga terkejut dan mengurungkan niatnya.
"Sanggramawijaya.. putriku..."
"Tidak ayahanda.. tidak.. jika ayahanda tetap berniat menghukum keduanya maka hukum juga ananda.."
"Sanggramawijaya, kenapa engkau membela kedua orang memalukan ini... Sanggramawijaya... baiklah putriku..."
Sanggramawijaya segera memeluk ayahandanya dengan erat, keduanya menangis haru.
Bagaimanakah kisah selanjutnya? Apakah Sanggramawijaya memutuskan untuk kembali ke kedaton? Dan mengurungkan niatnya menjadi bikuni? Dan bagaimanakah nasib kedua adiknya? Ikuti kisahnya dibagian Keempat
0 komentar:
Posting Komentar