G A R D A W I L W A T I K T A

Blog ini bertujuan sebagai wadah/sarana ilmu pengetahuan, sejarah, mitos, dan juga pencarian jejak-jejak peradaban peninggalan Kerajaan-kerajaan di Nusantara.
Silahkan bagi yang ingin mengikuti komunitas ini kita bisa belajar bersama-sama, karena kami juga sangat minim pengetahuan, dan diharapkan kita bisa sharing berbagai informasi tentang sejarah yang ada di Nusantara ini...

Laman

11 Oktober 2016

HILANGNYA PERADABAN KUNO


   Begitu banyaknya cerita tentang banyaknya peradaban yang ada di Nusantara khususnya di Jawa, baik cerita itu berasal dari cerita rakyat ataupun yang sudah diteliti oleh pihak yang dianggap berkompeten yang sudah disepakati sebagai catatan sejarah masa lalu. Namun banyak dari semua itu baik yang sudah jadi literatur maupun yang masih bersifat cerita rakyat sedikit sekali bukti arkeologisnya, atau setidak-tidaknya sisa dari adanya peradaban tersebut.

   Bagaimana semua peradaban-peradaban dari kerajaan-kerajaan tersebut bisa hilang bahkan terkesan tiada sama sekali? Tentu saja banyak sekali faktor penyebabnya. Faktor alam yaitu adanya bencana alam seperti gunung meletus yang material letusannya bisa menghancurkan sebuah kota sekaligus menimbunnya sehingga lenyap, juga gempa bumi ataupun banjir yang bisa juga menyebabkan kehancuran.

   Selain faktor alam yang menyebabkan kehancuran peradaban dan melenyapkannya adalah faktor manusianya, seperti adanya peperangan antar kerajaan tersebut. Namun ada juga sebuah alasan yang cukup menghebohkan yaitu adanya sebuah hipotesa yang tahun-tahun belakangan ini cukup familiar yaitu adanya sebuah situs peradaban yang sengaja dipendam sendiri oleh pihak tertentu dimasa lalu demi menyelamatkannya dari pengerusakan. Tentu saja semua faktor di atas merupakan hasil hipotesa dari para ahli sejarah dalam memahami temuan-temuan arkeologis yang telah ada selama ini.

   Dalam hal ini kami mendengar dan mengikuti langsung pengalaman dari Komunitas Pecinta dan Pelestari Budaya Nusantara Lakon Jagad, dalam kesempatan ini kita bersama salah satu anggotanya yaitu mas Agus Mulyono.


   Dalam kesempatan Sabtu 8 Oktober 2016 kami mengajak mas Agus Mulyono untuk melihat temuan struktur bata kuno di Dusun Gapuro Desa Mojojajar Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto yang telah beredar beritanya di media sosial beberapa waktu yang lalu.

penemuan situs Mojojajar
   Dalam perjalanan penulis sengaja mengajak salah satu penggali situs Terung tersebut ke sebuah punden di Desa Mojolebak Jetis-Mojokerto. Situs Mojolebak tersebut terdapat beberapa balok andesit yang berlubang, pecahan arca, umpak andesit, sebuah patung Nandi yang terpotong kepalanya, sebuah yoni dan bata kuno yang berserakan, penulis langsung mengajak mas Agus Mulyono ke tempat tersebut.


Situs Mojolebak
   Mas Agus Mul begitu sapaan akrabnya cukup senang karena simpul-simpul tanda adanya peradaban masa silam masih bisa didapati sekalipun sudah tidak utuh lagi bentuknya seperti yang penulis sebutkan di atas, seperti Yoni, pecahan Arca, Arca Nandi, Balok Andesit yang berlubang dan umpak. Menurut pengalaman mas Agus Mul yang telah menelusuri jejak peradaban di Sidoarjo menyebutkan kalau situs Mojolebak ini cukup aman dari intervensi peradaban yang lebih muda, kenapa demikian? Karena jauh dari makam ataupun masjid, pondok ataupun pemukiman penduduk. Relatif cukup utuh dan kalaupun diadakankan penggalian sangat dimungkinkan masih ada struktur bangunan di bawah permukaan tanah.


   Dari situs Mojolebak kami menuju Dusun Gapuro. Setelah beberapa saat kemudian kami tiba di lokasi, di sana telah menunggu mas Aziz salah satu anggota Garda Wilwatikta untuk bersama menelusuri jejak peradaban.

dibawah pohon Soeko
   Di temuan struktur bata di sebidang tanah yang hendak dibangun polindes itu kami melihat galian di titik temuan ke 3 dan ke 4 yang terlihat adanya bata kuno yang tiada beraturan. Setelah cukup mengambil dokumentasi kami menuju pemakaman Dusun Sumbersari yang masih di wilayah Desa Mojojajar untuk menelusuri jejak peradaban di sana, sementara itu mas Aziz kembali ke Singkalan setelah mengantar keponakannya pulang.

   Kamipun memasuki pemakaman Sumbersari yang terlihat di tengah persawahan. Dalam penelusuran ini, penulis mengikuti mas Agus Mul mendapati beberapa benda artefak yang mengindikasikan adanya sebuah pemukiman yaitu banyaknya bata-bata kuno yang masih utuh maupun yang sudah pecah. Adanya bata lengkung (yang umumnya digunakan untuk sumur), pecahan gerabah dan pecahan batu andesit bekas dari sebuah benda atau mungkin arca.




   Dari temuan di pemakaman ini kami beranggapan bahwa persebaran situs tidak hanya berada di Gapuro saja, tetapi ada banyak dan merata di Desa Mojojajar ini.


pemakaman Sumbersari
bata kuno di pemakaman Sumbersari
   Setelah puas menelusuri jejak peradaban di Mojojajar, penulis mengajak mas Agus Mul menuju Candi Sumur Gantung yang terletak di Desa Berat Wetan. Sebuah situs yang diduga bangunan sebuah candi.



   Kamipun masuk area candi yang telah masuk Situs Cagar Budaya BPCB Trowulan itu. Kebetulan rumah bapak Sukanan (juru peliharanya) berada di sebelah barat situs candi dan beliau sedang ada disana sehingga penulis menyapa beliau dan memperkenalkan mas Agus Mul, sementara mas Agus Mul sibuk mengamati situs penulis berbincang-bincang dengan bapak Sukanan.


   Setelah mengamati dan berbincang dengan seorang warga, mas Agus Mul mempunyai sebuah pendapat kalau Candi ini sebagian besar masih terpendam di bawah permukaan tanah sekitar 55 %, Jadi yang terlihat itu adalah bagian atasnya saja. Kenapa Mas Agus Mul berpendapat demikian? Karena ratusan tahun yang lalu bisa saja ada bencana alam yang menimbun permukaan tanah termasuk menutup badan candi ini, dan itu berlangsung berulang-ulang, karena dari ratusan tahun itu sangat mungkin ada beberapa kali letusan gunung berapi yang meletus dan memuntahkan lahar yang materialnya mampu menutupi tanah sehingga permukaannya semakin meninggi.


bata kuno di Candi Sumur Gantung
Bagian atas Candi Sumur Gantung
   Dan dari semuanya itu penulis menyimpulkan bahwa hilangnya peradaban memang bisa terjadi karena beberapa faktor seperti yang disebutkan diawal, yaitu faktor alam dan faktor manusia yang motifnya juga beragam seperti karena perang atau sengaja dipendam yang masing-masing punya alasan tersendiri, atau juga adanya faktor religi dari masyarakat dahulu untuk memohon doa kepada Tuhan untuk menurunkan bencana agar peradabannya tertutup sehingga suatu saat nanti bisa dibuka dan disaksikan anak cucunya dikemudian hari.



   Demikian cerita perjalanan dari kami, mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila ada salah kata, semoga kita dapat menjaga dan memelihara peninggalan-peninggalan leluhur kita untuk kejayaan dimasa mendatang. Terimakasih…
Salam Nusantara…
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Komunitas Pecinta Sejarah dan Budaya - GARDA WILWATIKTA Tado Singkalan - "Menapak Jejak, Mematri Semangat, Mengunggah dan Melestarikan Peradaban Nusantara"

Garda Wilwatikta