29 Oktober 2016
MOJOPAHIT ADA DI SEKITAR KITA
BUKAN HANYA DI TROWULAN SAJA
Bila kita berkunjung ke Museum Mojopahit
yang ada di Trowulan Mojokerto maka kita dapat menyaksikan artefak-artefak
peninggalan masa Kerajaan Mojopahit disana. Mulai dari prasasti, patung, bata
kuno, batu andesit, keramik dan gerabah semua ada disana, juga kotak-kotak
eskavasi bekas pemukiman era itu, candi-candi maupun makam-makam.
18 Oktober 2016
SEKILAS DI TLATAH LAMONG
Budha 12 Oktober
2016, Team Garda Wilwatikta Tado Singkalan berangkat dari basecamp sekitar jam
07.45 WIB.
11 Oktober 2016
HILANGNYA PERADABAN KUNO
Begitu banyaknya cerita tentang banyaknya peradaban yang ada di Nusantara khususnya di Jawa, baik cerita itu berasal dari cerita rakyat ataupun yang sudah diteliti oleh pihak yang dianggap berkompeten yang sudah disepakati sebagai catatan sejarah masa lalu. Namun banyak dari semua itu baik yang sudah jadi literatur maupun yang masih bersifat cerita rakyat sedikit sekali bukti arkeologisnya, atau setidak-tidaknya sisa dari adanya peradaban tersebut.
Bagaimana semua
peradaban-peradaban dari kerajaan-kerajaan tersebut bisa hilang bahkan terkesan
tiada sama sekali? Tentu saja banyak sekali faktor penyebabnya. Faktor alam
yaitu adanya bencana alam seperti gunung meletus yang material letusannya bisa
menghancurkan sebuah kota sekaligus menimbunnya sehingga lenyap, juga gempa
bumi ataupun banjir yang bisa juga menyebabkan kehancuran.
Selain faktor alam
yang menyebabkan kehancuran peradaban dan melenyapkannya adalah faktor
manusianya, seperti adanya peperangan antar kerajaan tersebut. Namun ada juga
sebuah alasan yang cukup menghebohkan yaitu adanya sebuah hipotesa yang tahun-tahun
belakangan ini cukup familiar yaitu adanya sebuah situs peradaban yang sengaja
dipendam sendiri oleh pihak tertentu dimasa lalu demi menyelamatkannya dari
pengerusakan. Tentu saja semua faktor di atas merupakan hasil hipotesa dari
para ahli sejarah dalam memahami temuan-temuan arkeologis yang telah ada selama
ini.
Dalam hal ini kami
mendengar dan mengikuti langsung pengalaman dari Komunitas Pecinta dan Pelestari
Budaya Nusantara Lakon Jagad, dalam
kesempatan ini kita bersama salah satu anggotanya yaitu mas Agus Mulyono.
Dalam kesempatan
Sabtu 8 Oktober 2016 kami mengajak mas Agus Mulyono untuk melihat temuan
struktur bata kuno di Dusun Gapuro Desa Mojojajar Kecamatan Kemlagi Kabupaten
Mojokerto yang telah beredar beritanya di media sosial beberapa waktu yang lalu.
penemuan situs Mojojajar |
Dalam perjalanan
penulis sengaja mengajak salah satu penggali situs Terung tersebut ke sebuah
punden di Desa Mojolebak Jetis-Mojokerto. Situs Mojolebak tersebut terdapat
beberapa balok andesit yang berlubang, pecahan arca, umpak andesit, sebuah
patung Nandi yang terpotong kepalanya, sebuah yoni dan bata kuno yang
berserakan, penulis langsung mengajak mas Agus Mulyono ke tempat tersebut.
Situs Mojolebak |
Mas Agus Mul begitu
sapaan akrabnya cukup senang karena simpul-simpul tanda adanya peradaban masa
silam masih bisa didapati sekalipun sudah tidak utuh lagi bentuknya seperti
yang penulis sebutkan di atas, seperti Yoni, pecahan Arca, Arca Nandi, Balok Andesit
yang berlubang dan umpak. Menurut pengalaman mas Agus Mul yang telah menelusuri
jejak peradaban di Sidoarjo menyebutkan kalau situs Mojolebak ini cukup aman
dari intervensi peradaban yang lebih muda, kenapa demikian? Karena jauh dari
makam ataupun masjid, pondok ataupun pemukiman penduduk. Relatif cukup utuh dan
kalaupun diadakankan penggalian sangat dimungkinkan masih ada struktur bangunan
di bawah permukaan tanah.
Dari situs
Mojolebak kami menuju Dusun Gapuro. Setelah beberapa saat kemudian kami tiba di
lokasi, di sana telah menunggu mas Aziz salah satu anggota Garda Wilwatikta
untuk bersama menelusuri jejak peradaban.
Di temuan struktur bata
di sebidang tanah yang hendak dibangun polindes itu kami melihat galian di titik
temuan ke 3 dan ke 4 yang terlihat adanya bata kuno yang tiada beraturan. Setelah
cukup mengambil dokumentasi kami menuju pemakaman Dusun Sumbersari yang masih di
wilayah Desa Mojojajar untuk menelusuri jejak peradaban di sana, sementara itu mas
Aziz kembali ke Singkalan setelah mengantar keponakannya pulang.
Kamipun memasuki pemakaman
Sumbersari yang terlihat di tengah persawahan. Dalam penelusuran ini, penulis
mengikuti mas Agus Mul mendapati beberapa benda artefak yang mengindikasikan
adanya sebuah pemukiman yaitu banyaknya bata-bata kuno yang masih utuh maupun
yang sudah pecah. Adanya bata lengkung (yang umumnya digunakan untuk sumur),
pecahan gerabah dan pecahan batu andesit bekas dari sebuah benda atau mungkin
arca.
Dari temuan di pemakaman
ini kami beranggapan bahwa persebaran situs tidak hanya berada di Gapuro saja,
tetapi ada banyak dan merata di Desa Mojojajar ini.
pemakaman Sumbersari |
Setelah puas
menelusuri jejak peradaban di Mojojajar, penulis mengajak mas Agus Mul menuju
Candi Sumur Gantung yang terletak di Desa Berat Wetan. Sebuah situs yang diduga
bangunan sebuah candi.
Kamipun masuk area
candi yang telah masuk Situs Cagar Budaya BPCB Trowulan itu. Kebetulan rumah bapak
Sukanan (juru peliharanya) berada di sebelah barat situs candi dan beliau sedang
ada disana sehingga penulis menyapa beliau dan memperkenalkan mas Agus Mul, sementara
mas Agus Mul sibuk mengamati situs penulis berbincang-bincang dengan bapak
Sukanan.
Setelah mengamati
dan berbincang dengan seorang warga, mas Agus Mul mempunyai sebuah pendapat kalau
Candi ini sebagian besar masih terpendam di bawah permukaan tanah sekitar 55 %,
Jadi yang terlihat itu adalah bagian atasnya saja. Kenapa Mas Agus Mul
berpendapat demikian? Karena ratusan tahun yang lalu bisa saja ada bencana alam
yang menimbun permukaan tanah termasuk menutup badan candi ini, dan itu
berlangsung berulang-ulang, karena dari ratusan tahun itu sangat mungkin ada
beberapa kali letusan gunung berapi yang meletus dan memuntahkan lahar yang
materialnya mampu menutupi tanah sehingga permukaannya semakin meninggi.
bata kuno di Candi Sumur Gantung |
Dan dari semuanya
itu penulis menyimpulkan bahwa hilangnya peradaban memang bisa terjadi karena beberapa
faktor seperti yang disebutkan diawal, yaitu faktor alam dan faktor manusia
yang motifnya juga beragam seperti karena perang atau sengaja dipendam yang
masing-masing punya alasan tersendiri, atau juga adanya faktor religi dari
masyarakat dahulu untuk memohon doa kepada Tuhan untuk menurunkan bencana agar
peradabannya tertutup sehingga suatu saat nanti bisa dibuka dan disaksikan anak
cucunya dikemudian hari.
Demikian cerita
perjalanan dari kami, mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila ada salah kata,
semoga kita dapat menjaga dan memelihara peninggalan-peninggalan leluhur kita
untuk kejayaan dimasa mendatang. Terimakasih…
Salam Nusantara…MELINTAS BRANG LOR (utara sungai Brantas)
Wrashpati 06 Oktober 2016, pada hari itu penulis dijemput
dua punggawa Garda Wilwatikta Tado Singkalan yaitu mas Eko Finda Jayanto danmas
Abdul Aziz Samsudin untuk melakukan penelusuran di daerah utara Sungai Brantas atau biasa disebut Brang
Lor.
Semingguan yang lalu terdengar adanya temuan struktur
pondasi bata kuno di Dusun Gapuro Desa Mojojajar Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto,
yang ditemukan oleh para pekerja ketika menggali tanah untuk menanam semacam cor
(sepatu besi) dalam pembangunan pondasi Polindes.
Para pekerja dan warga Gapuro menggali pada dua titik, yang
pertama hanya beberapa centimeter saja telah menemukan bata-bata yang berukuran
besar, karena penasaran warga meneruskan penggalian sehingga mereka menemukan
struktur pondasi bata.
Lihat video Temuan Situs Gapuro
Atas temuan ini warga melaporkannya kepada pemerintah Desa Mojojajar
yaitu kepada Kepala Desa. Setelah melihat temuan di lapangan Kepala Desa Mojojajar
segera memerintahkan agar pembangunan pondasi polindes dihentikan, begitulah
ceritanya sehingga berita itu menyebar lewat media sosial.
Karena ingin melihat langsung temuan tersebut maka kami
bertiga segera berangkat menuju lokasi di daerah Kecamatan Kemlagi Kabupaten
Mojokerto. Karena sebelumnya mas Aziz
sudah ke sana akhirnya kami tidak kesulitan menuju temuan struktur bata di Dusun
Gapuro tersebut.
Kami bertigapun tiba di Dusun Gapuro, disana tampak ada beberapa
orang warga yang berjualan makanan ringan dan minuman. Terdapat tali pembatas
di sekeliling temuan situs, dan juga ada semacam papan nama di sana.
barang dagangan seorang penjual disekitar temuan situs |
Mas Eko sedang berdialog dengan ibu penjual minuman, sementara
mas Aziz sedang mengambil dokumentasi di lokasi temuan yang ternyata sudah ada
penggalian baru di sebelah selatan. Ada dua titik penggalian yang keduanya
terdapat banyak bata-bata kunonya.
Temuan pertama |
Temuan kedua |
Temuan ketiga |
Kami menanyakan bagaimana proses penemuan juga berita
tentang rencana penutupan temuan ini oleh Kepala Desa setempat dan pihak BPCB
Trowulan dengan alasan bahwa temuan di Dusun Gapuro ini kurang memiliki nilai
sejarah.
Ternyata warga disini justru tidak mendengar berita yang
beredar di media sosial tersebut, beliau malah dengan antusias menceritakan
guyup dan senangnya warga Gapuro dengan temuan tersebut. Warga Gapuro menurut
anggota LPM ini setiap hari terutama di malam hari selalu berkumpul di Soeko (Tempat-temuan
struktur bata itu berada di kawasan Punden Soeko yang ditandai dengan adanya
dua Pohon Soeko) untuk bersih-bersih situs dan berkenduri. Juga beberapa
pemudanya melakukan penggalian di beberapa titik untuk mengetahui persebaran
batanya.
dibawah Pohon Soeko |
Dari dialog di bawah Pohon Soeko itu kami mendapat informasi
adanya sebuah Lumpang di tengah areal persawahan, adanya sebuah Punden lain di dalam
area SMP Negeri Kemlagi. Setelah meminta izin satpam sekolah tersebut kami
bertiga masuk area sekolah untuk melihat punden tersebut, punden tersebut
terletak di sebelah selatan pintu masuk dekat dengan pagar dengan tanah yang
relatif lebih tinggi dari sekitarnya (nggumuk
kata orang). Disana kami dapati sebuah makam dengan Nisan sebuah Bata kuno, ada
bekas dupa dan pecahan bata kuno, kami menduga ada jejak peradaban yang merata
di Desa Mojojajar ini, terlebih menurut warga ada sebuah Makam yang ada di
sebelah barat desa yang konon adalah Makam Raja Buluketigo. Buluketigo adalah
sebuah kerajaan yang ada di wilayah Kecamatan Kemlagi dan Kecamatan Gedeg,
konon begitulah cerita rakyat setempat.
Dari cerita rakyat tersebut membuat kami tertarik sehingga
kami bertiga ingin mencari tahu keberadaannya. Kamipun menuju Desa Berat Wetan,
disana ada sebuah peninggalan yang disebut Candi
Sumur Gantung.
Menurut keterangan dari Juru Pelihara Candi Sumur Gantung
ini yaitu bapak Sukanan, sebenarnya tumpukan bata kuno yang tingginya kira-kira
2.5 meter ini adalah sebuah candi namun bentuknya sudah tidak diketahui karena
ditemukan sudah dalam keadaan seperti sekarang. Situs ini dimasukkan salah satu
Situs Cagar Budaya sekitar tahun 1985. Dulunya di sekitar candi ini ditumbuhi
pohon-pohon besar seperti Beringin dan Serut bahkan di atas Candi juga
ditumbuhi beberapa pohon, namun setelah diakui BPCB pohon-pohon di atas candi
tersebut ditebang supaya tidak merusak struktur candi.
Juru Pelihara Candi Sumur Gantung |
bagian atas Sumur Gantung |
lihat video Hilangnya Peradaban
Bata-bata yang berserakan di Candi Sumur Gantung |
mas Eko dan mas Aziz |
Dari sedikit perjalanan melintas Brang Lor ini kami membuat
sebuah kesimpulan bahwa dulu pada zaman Mojopahit di wilayah Kecamatan Gedeg
dan Kecamatan Kemlagi atau mungkin lebih luas lagi terdapat sebuah Kerajaan Lokal
(Kadipaten atau Tanah Perdikan) yang disebut Kerajaan Buluketigo. Tentu saja
kemungkinan situs di Dusun Gapuro tersebut ada hubungannya dengan Kerajaan
Lokal tersebut, namun tentu saja semua adalah dugaan semata, lebih bagus kita
semua mengharapkan pihak yang berwenang meneliti temuan di Dusun Gapuro
Mojojajar Kemlagi Mojokerto tersebut supaya masyarakat luas bisa mengetahui
sejarah leluhurnya. Ingat Jasmerah! Jangan lupakan Sejarah!!!
Terimakasih dan mohon maaf yang sebesar besarnya bila ada
kata-kata yang salah dalam catatan kami, tiada gading yang tak retak.
Salam Nusantara...
Lihat video pembukaan situs oleh BPCB