Hujan rintik-rintik telah turun sejak petang, hawa dingin menyebar ke segala penjuru alam, angin lembut datang silih berganti seakan mengabarkan berganti-ganti zaman. Suasana di Balai Desa itu cukup ramai karena adanya sosialisasi sebuah kegiatan yang rutin digelar secara berkala di Negeri ini.
Tak lama kemudian datanglah lima orang di Balai Desa itu, mereka adalah anggota dari paguyuban pecinta sejarah dan budaya yang selama ini melakukan penelusuran jejak masa silam di Desa itu. Umar seorang pemuda setempat segera menyambut kedatangan mereka dengan memperkenalkannya kepada pemuda-pemuda Karang Taruna yang memang sengaja menunggu mereka. Kelima orang tersebut adalah Tri Kisnowo Hadi, Kusbiyanto, Ahmadun Syirot, Sultoni, Prasetyo dan Bapak Hadi.
Tak lama kemudian datanglah Abah Ridho Kepala Desa Kedung Bocok bersama seorang bawahan yang membawa motor pengangkut di Balai Desa. Merekapun segera mengadakan pembicaraan seputar upaya pelestarian sejarah budaya khususnya benda-benda arkeologis yang ada di wilayah desa Kedung Bocok. Abah Ridho selaku Kepala Desa menyampaikan tekadnya untuk mendukung upaya-upaya pelestrian tersebut, juga menegaskan keinginannya untuk membuat semacam tempat penampungan artefak atau Museum Desa.
Sementara itu Tri Kisnowo Hadi yang mewakili 6 komunitas pecinta sejarah budaya menyatakan rasa terimakasihnya atas dukungan Kepala Desa dan jajarannya karena telah menyediakan salah satu ruangan yang kosong di Balai Desa untuk menampung sementara temuan-temuan artefak dan juga menyampaikan beberapa analisis hasil penelusurannya diantara kegiatannya.
Akhirnya tepat pukul 21.00 WIB merekapun bergerak menuju makam Klinter dengan memakai motor melalui jalan berpaving yang sempit dan berlubang, dipimpin Bapak Hadi seorang warga Bocok lor. Rombongan tersebut diikuti Abah Ridho yang penasaran dengan temuan-temuan di sana.
Tak lama kemudian sampailah rombongan bermotor tersebut di barat makam, kemudian pak Hadi dan Prasetyo menuju ke tengah pemakaman diikuti semua rombongan untuk mengadakan ritual di depan kumpulan artefak yang dikumpulkan.minggu lalu. Prasetyo mulai membakar dupa di depan tumbukan bata dan batu artefak.
Setelah ritual berakhir merekapun mengangkat artefak-artefak ke atas gerobak untuk diangkut ke Balai Desa. Para pemuda Karang Taruna tampak bahagia diraut wajahnya karena merasa senang sekali melihat artefak-artefak peninggalan Leluhurnya di tempat tersebut.
Akhirnya semua artefak dibawa ke ruang Balai Desa, ditata rapi oleh paguyuban 6 komunitas bersama para pemuda Karang Taruna Kedung Bocok yang kompak serta antusias. Akhirnya sekitar pukul 22.00 WIB semua artefak telah masuk di salah satu ruangan yang kosong.
Acarapun dilanjutkan dengan beramah-tamah antara 6 komunitas dengan warga setempat untuk mendengar cerita dan kisah pinisepuh tentang sejarah Desa Kedung Bocok hingga pukul WIB 03.00 WIB. Banyak informasi-informasi baru yang didapat dari pinisepuh Kedung Bocok yang seakan-akan menemukan kembali kegairahan jiwa dalam menelusuri kembali khazanah-khazanah cerita rakyat di seputar Kedung Bocok maupun daerah sekitarnya yang berada dalam lingkungan Alas Terik yang diyakini para sesepuh dahulu adalah Wiwitannya Mojopahit.
Begitulah catatan yang bisa penulis haturkan tentang penyelamatan Artefak yang ada di pemakaman Klinter, sebuah koordinat sentral dalam kisah pembukaan Alas Terik ini. Tiada gading yang tak retak, begitu pula dengan segala kalimat dan kata-kata yang saya tuliskan, dan saya memohon maaf yang sebesar-besarnya.
Terimakasih yang sebesar-besarnya untuk Kepala Desa Kedung Bocok, Pemuda-pemuda Karang Taruna, Dulur Satriyo Puser Mojopahit beserta 5 komunitas pecinta sejarah dan budaya yang telah mendukung penuh acara malam ini.
Salam Nusantara ....
Salam Nusantara ....
Agus Subandriyo, anggota Garda Wilwatikta 6 Komunitas
0 komentar:
Posting Komentar