28 Januari 2019
Jejak Peradaban Dusun Punggul , Ngastemi ,Bangsal Mojokerto
7 Januari 2019
Sedikit Tentang Komunitas Garda Wilwatikta
Komunitas pecinta sejarah dan budaya Garda Wilwatikta Tado Singkalan adalah sebuah komunitas yang berdiri karena keprihatinan para penggiat dan pemerhati Sejarah budaya yang ada di Sidoarjo khususnya , adalah Agus Subandriyo seorang anggota komunitas Balasatya Wetan mengajak beberapa pemuda yang cinta akan sejarah Nusantara membentuk komunitas Garda Wilwatikta untuk bergerak menelusuri jejak-jejak sejarah disekitar kecamatan Balongbendo serta memberi pemahaman akan peradaban juga persebarannya .
Mereka adalah Eko Finda Jayanto , Abdul Aziz Samsudin dan Dicki Wahyudi , sejak akhir Agustus 2015 Garda Wilwatikta mulai menelusuri persawahan , Makam - Makam , Punden yang ada disekitar kecamatan Balongbendo hingga Tarik dan Krian , mulailah hari-hari dengan berbagai temuan , pecahan bata kuno , pecahan gerabah , keramik , sumur - sumur kuno hingga memberanikan diri melakukan observasi mandiri dengan melakukan sedikit penggalian di sebidang tanah milik seorang warga di Dukuh Pulolancing Kedung Sukodani untuk membuktikan dugaan adanya peradaban kuno yang terpendam di desa tersebut .
Untuk mengabadikan kegiatan mereka tersebut dibuatlah Blog , saluran You Tobe dan group Facebook yang memuat kegiatan dan temuan - temuan mereka , semua upaya tersebut bukanlah tujuan utama mereka karena sebenarnya tujuan utama mereka adalah tumbuhnya kesadaran seluruh elemen masyarakat untuk sadar , mencintai peninggalan- peninggalan sejarah budaya serta turut melestarikan nya .
Hingga suatu hari datanglah seorang pemuda aktivis sejarah dan budaya dari Surabaya memberikan support untuk mendorong Garda Wilwatikta untuk mencatat seluruh kegiatan nya dalam sebuah buku . Setelah menyakinkan pentingnya sebuah catatan yang berupa buku pada Agus Subandriyo terutama untuk kepentingan dimasa - masa depan akhirnya Noer Satriawan bisa tersenyum karena akhirnya Garda Wilwatikta membuat sebuah buku yang berisi catatan tentang kegiatan- kegiatan mereka , buku tersebut ditulis oleh Agus Subandriyo dengan editor nya Abdul Aziz Samsudin sekaligus desain Covernya , Setting oleh Burhan Fatahilah dan Konektor Edwin Mardianto dari Balasatya Wetan .
Karena ketiadaan dana untuk menerbitkan buku di penerbit , akhirnya dicetak beberapa buah untuk diberikan ke beberapa pihak sebagai wujud keberadaan Garda Wilwatikta sebagai salah satu komunitas pecinta sejarah dan budaya Nusantara , khusus nya di Sidoarjo . Alhamdulillah atas bantuan serta upaya seorang guru di Gresik yaitu Ibu Ismawita akhirnya buku Mengais Jejak Peradaban Bumi Kahuripan diterbitkan oleh Pihak Perpustakaan Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan kini menjadi koleksi Perpustakaan di Surabaya .
Semoga ini adalah langkah awal untuk terus bergerak dan berkarya dimasa - masa mendatang yang bermanfaat bagi upaya pelestarian sejarah budaya .
Terima kasih .
2 Januari 2019
Seminar Sejarah Alas Trik
Memang sejak adanya temuan struktur pondasi pada tanggal 3 Februari 2018 yang lalu di desa Kedungbocok khususnya Klinter oleh Mbah Paiman gaungnya terus bergema kemana - mana termasuk membuat guru Sejarah SMA Negeri 1 Tarik menugaskan murid- muridnya untuk melakukan investigasi dan penelitian terkait temuan yang diduga kuat sebagai situs awal Mojopahit . Secara berkelompok murid - murid jurusan IPS SMA Negeri 1 Tarik mendatangi situs Alas Trik yang terletak didusun Klinter , mereka menemui anggota komunitas yang kebetulan berada diarea situs untuk menanyakan kronologi temuan dan literatur tentang Alas Trik .
Karena keterbatasan waktu akhirnya disepakati kalau akan diadakan semacam wawancara bersama terkait temuan situs dibalai desa Kedungbocok pada hari Minggu 30 September 2018 dengan narasumbernya beberapa orang anggota komunitas . Materi segera disiapkan Mas Prasetyo dari Satriyo Puser Mojopahit yang menceritakan kronologi temuan situs dan Museum Wiwitan Alas Trik , Pengantar sejarah awal Mojopahit dipandu Ki Ook Subianto seorang Dalang Wayang kulit yang juga dari Satriyo Puser Mojopahit , Moderator oleh Agus Subandriyo dari Garda Wilwatikta dan pembawa acara Mas Umarjiono seorang warga Kedungbocok anggota Paguyuban Kedhaton Mojopahit Wiwitan , lihat selengkapnya disini https://youtu.be/2Np0FnU3cm8 .
Pukul 09.00 WIB acara Seminar Alas Trik segera dimulai , siswa- siswi SMA Negeri 1 Tarik sudah duduk ditempat yang telah disiapkan termasuk ibu guru Sejarah juga sudah hadir . Mas Umarjiono segera membuka acara dengan membacakan susunan acara sebagai berikut :
1. Pembukaan.
2. Pengantar sejarah Alas Trik.
3. Kronologi temuan dan Museum.
4. Dialog seputar peranan komunitas
5. Pengenalan Museum dan situs.
Agus Subandriyo selaku moderator sedikit menceritakan Pararaton tentang pembukaan Alas Trik untuk pemukiman Dyah Sanggramawijaya beserta pengikutnya setelah kehancuran Singhasari , selanjutnya Dalang Ki Ook Subianto secara panjang lebar menceritakan prosesnya dengan gaya khasnya, dari pertempuran dengan pasukan Glang-Glang di Singhasari hingga lari ke Madura . Setelah berhasil tiba di Songenep Dyah Sanggramawijaya beserta seluruh pengikutnya dijamu dengan oleh Arya Wira raja , hingga suatu saat Arya Wiraraja ini menyarankan kepada Dyah Sanggramawijaya untuk pura- pura menyerah kepada Prabu Jayakatong di Daha agar kelak mendapatkan sebuah tanah perdikan untuk membangun pemukiman baru , Akhirnya Dyah Sanggramawijaya menuruti saran Adipati Songenep itu datang menghamba di Daha selama beberapa waktu , atas pengabdian nya itu akhirnya Prabu Jayakatong memberikan tanah perdikan yang masih berupa hutan atau Alas yaitu Alase Wong Trik .
Disanalah Kelak Putra Dyah Lembu Tak itu membuka pemukiman baru yang dinamakan Mojopahit yang terletak di dekat sungai Brantas yang tidak jauh dari Canggu , tentang seberapa luas Alas Trik tersebut Dalang Ook menyebutkan sebenarnya Alas Trik itu luas mulai dari kaki gunung Penanggungan , Arjuna , Anjasmoro hingga kaki gunung Lawu .
Selanjutnya moderator menyerahkan waktu pada Mas Prasetyo untuk memaparkan kronologi temuan situs dan Museum ,Mas Prasetyo menceritakan jauh sebelum ada temuan situs beberapa Komunitas Pecinta sejarah dan budaya yang tergabung dalam 6 Komunitas telah melakukan penelusuran jejak-jejak peradaban di Tarik khususnya dan Sidoarjo umumnya . Tentang asal mula Museum Wiwitan Alas Trik yang berada di Balai desa KedungBocok diawali dari berpindahnya Dorpel dari tempat semula di persawahan Klinter oleh seorang warga ( lihat Penyelamatan Dorpel ) dari peristiwa itulah akhirnya Kades KedungBocok Bapak H. M. Ali Ridho membawa Dorpel tersebut ke balai desa untuk diamankan , selanjutnya artefak-artefak lainnya dibawa ke balai desa hingga akhirnya disebut Museum Wiwitan Alas Trik .
Kronologi temuan situs Pondasi yang kemudian disebut situs Alas Trik ini Prasetyo menceritakan hasil catatan Balai Pelestarian Cagar Budaya ( BPCB) Trowulan pada tanggal 7 Februari dan 21 Februari 2018 yang intinya mencatat adanya struktur pondasi bata kuno yang bentuk dan polanya diduga dari zaman Mojopahit , demikian pula pernyataan Drs. Edhi Widodo kepala Kasi Perlindungan dan Penyelamatan tentang dugaan bahwa situs yang ditemukan di desa KedungBocok adalah pemukiman awal Mojopahit sesuai yang tertera dalam serat Pararaton .
Acara selanjutnya adalah tanya jawab terkait temuan situs Alas Trik dan sambutan ibu guru Sejarah SMA Negeri I Tarik yang menyampaikan rasa terima kasih nya atas respon dan sambutan pihak desa dan komunitas pada kegiatan-kegiatan murid-murid nya pada kegiatan penelitian dan penelusuran sejarah , pihaknya tidak menduga akan diadakan semacam seminar Sejarah untuk murid-murid nya .
Kemudian acara pengenalan Museum dan situs dipandu oleh Bapak Hadi , Bapak Kusbiyanto , Mukhammad Sultoni dan Dalang Ki Ook Subianto . Murid-murid SMA Negeri 1 Tarik dikenalkan dengan artefak-artefak yang terdapat dalam Museum dan juga diajak melihat langsung lokasi temuan dibeberapa titik sehingga mudah-mudahan mereka bisa mengenal dan akan tumbuh rasa cinta nya pada peninggalan sejarah .
Demikianlah JASMERAH ! Jangan lupakan Sejarah !
1 Januari 2019
Tata Pemerintahan yang aneh dan legenda Pencarian Air Liur Naga di desa Suwaluh.
Ketika sore hari empat orang Pecinta dan pemerhati Sejarah mendatangi rumahnya Bapak Kades Suwaluh H. Mochammad Heru Sulthon yang berada ditepi jalan Raya Mojokerto Surabaya sebelah Utara , mereka adalah Sigit Hariadi, Burhan Fatahilah, Ikhwan Darmo dan Aris Kusbiyanto . Ketika itu menjelang Maghrib Abah Heru begitu nama Kades biasa disebut mempersilakan keempat tamunya , mereka pun masuk diruang tamu , Ikhwan Darmo salah seorang yang berusia paling matang memulai pembicaraan tentang kemungkinan izin dari Kades Suwaluh untuk pembukaan sebuah tempat yang diduga sebuah Situs peninggalan Purba yaitu Situs Pelawangan .
Setelah terjadi proses pembicaraan tentang latar belakang dan alasan mengapa Situs tersebut harus dibuka, Abah Heru pada intinya menyambut baik keinginan keempat Pecinta dan pemerhati Sejarah , namun Beliau akan mengkomunikasikan dengan pihak - pihak terkait dalam hal ini seperti para pemilik tanah dan perangkat Desa secara keseluruhan supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan , pada kesempatan ini Sigit Hariadi sedikit menceritakan tentang kisah Situs Pelawangan dan beberapa kegiatan sebelum nya dengan yang dilakukan dengan sejumlah tokoh .
Sejak saat itu dilakukan pertemuan- pertemuan intensif baik itu di rumahnya Abah Heru atau di Balai desa Suwaluh , sekitar awal bulan Februari 2014 mereka amat inten melakukan pertemuan tersebut sampai akhirnya dicapai kesepakatan bahwa pembukaan Situs Pelawangan akan digunakan tanggal 14 Februari 2014 . Dari sering nya pertemuan dengan Kades maupun perangkat Desa lainnya ditemui keanehan - keanehan , misalnya dalam tata Pemerintahan desa Suwaluh terdapat dua dusun , yaitu dusun Pelawangan Utara ( Suwaluh Utara ) yang Kasun nya ibu Yuli dan dusun Pelawangan selatan ( Suwaluh Selatan ) dengan Kasun nya bapak Mulyono , dari sini masyarakat Suwaluh secara turun-temurun menyebut dua tempat yang lebat dengan pepohonan ditengah persawahan desa adalah Pelawangan , yang sebelah Utara disebut Pelawangan lor dan yang Selatan Pelawangan kidul . Menurut legenda setempat konon dikedua tempat ini dihuni Naga atau Ular raksasa , di Pelawangan lor menurut warga ada sebuah sumur yang terdiri dari susunan bata kuno melingkar disebut sumur Lanang sementara di Pelawangan kidul ada sumur yang berbentuk kotak disebut sumur Wadon , bisa disimpulkan dari bentuk kedua sumur tersebut mengisyaratkan kalau Naga yang menghuni Pelawangan lor adalah Naga laki- laki atau Lanang sementara di Pelawangan kidul adalah Naga perempuan atau Wadon .
Justru yang aneh kedua Kasun tersebut malah menjadi pamong di kedua tempat yang tidak berpenghuni alias hanya persawahan belaka ! Ketika ditanya tentang hal itu Bapak Mulyono tidak dapat menjawab nya karena kenyataannya kedua tempat itu tidak ada warga yang tinggal di sana demikian pula Ibu Yuli juga tidak bisa menjawab nya , lantas dengan nada bercanda Abah Heru berkata ," Berarti pak Mulyono punya warga demit ?". Mereka semua senyum - senyum dan merasa heran kenapa semua itu bisa terjadi .
Dari keterangan warga kalau bata- bata kuno di Pelawangan lor telah diambil warga untuk pondasi beberapa rumah, untuk Pelawangan kidul relatif masih utuh karena warga takut memasuki nya karena banyaknya cerita dan kejadian- kejadian menyeramkan di sana, terutama tentang mitos Naga , lantas kenapa di Pelawangan lor warga berani mengambil bata -bata kunonya ? Hal ini terjadi mungkin karena kesalahan penempatan Kasun nya ... Seharusnya di Pelawangan kidul Kasun nya perempuan bukan laki-laki demikian pula sebaliknya , demikian penjelasan Sigit Hariadi .
Pembukaan Situs Pelawangan diawali dengan Tumpengan pada hari Respati Kamis Kliwon 13 Februari 2014 di Balai Desa bersama warga dan di situs Pelawangan kidul , entah kebetulan atau tidak setelah seluruh anggota team keluar dari situs beberapa menit kemudian terdengar berita kalau gunung Kelud meletus mengeluarkan abu bahkan di desa Suwaluh malam itu juga , jadi sebagai pengingat kapan pembukaan Situs Pelawangan yang izin resmi nya memakai nama BALASATYA WETAN LAKON JAGAD ( yayasan Jagad Wetan ) adalah waktu gunung Kelud meletus yaitu 14 Februari 2014.
Setelah hampir tiga Bulan eskavasi telah sampai pada pembukaan tanah didepan kepala Sang Naga , pemuda dan warga mulai turun membantu proses tersebut , hingga akhirnya kisah yang sempat terlupakan kembali teringat yaitu dahulu kalau banyak spiritualis dari sekitar desa Suwaluh berlomba-lomba mencari ILER NOGO atau air liur Naga , bagaimana kisahnya?
Dahulu bila ada warga yang sakit keras dan sulit untuk disembuhkan maka mereka akan mencari air liur Naga , itu berdasarkan petunjuk dari para spiritualis yang prihatin karena banyak warga yang sakit , entah ada atau belum yang menemukan ILER NOGO tadi sampai sekarang belum ada yang tahu pasti .
Menurut legenda yang berkembang dulu terdapat patung Naga yang besar di Pelawangan kidul , dari mulut nya patung itu keluar air , mungkin dari sana lah legenda ILER NOGO itu berasal tetapi ada pula informasi lain kalau air yang dimaksudkan ILER NOGO itu berasal dari delapan mata air yang berbeda biasa disebut air yang berasal dari sumur Windu .
Menurut hasil uji test di laboratorium Petrokimia Gresik air dari sumur Wadon Pelawangan kidul PHnya cukup baik yaitu 7 , warnanya cukup bening , baunya tidak banger tetapi terlalu banyak mengandung zat besi , mungkin hal itu karena lama tidak dikuras dan dibersihkan .
Tentang air yang disebut ILER NOGO tadi kami berkesimpulan tidak jauh dari hasil laboratorium diatas bahkan mungkin jauh lebih baik dari pada air sumur Wadon karena berasal dari delapan sumber mata air yang berbeda , tentu kandungan - kandungan mineral nya lebih banyak dan lebih kaya nutrisi nya berguna bagi siapa saja yang meminum nya , termasuk kemungkinan bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit seperti legenda diatas , tetapi semua itu perlu pengujian dan penelitian lebih lanjut ... Sehingga bisa dipertanggungjawabkan secara medis dan ilmiah ..
Juli 2014.
Terimakasih ...
Sumber Buku Mengais Jejak Bumi Kahuripan .