Sang Prabu Airlangga murka mendengar laporan Telik sandi Brajan Impling Kahuripan yang menyebutkan adanya perselisihan antara Pangeran Samarawijaya dengan Pangeran Garasakan, keduanya adalah putra Sang Prabu dari selir-selirnya. Hal inilah yang dikhawatirkan Maharaja Kahuripan itu sejak lama, kegundahan Sang Prabu semakin bertambah karena Putri Mahkota Kahuripan Putri Sanggramawijaya Tunggadewi tidak berkenan naik tahta.
"Sekarang pergilah kalian, terus awasi kedua pangeran itu dan laporkan setiap perkembangan kepadaku..." Prabu Airlangga segera bangkit dari singgasana menghampiri Patih Narotama sementara prajurit Brajan Impling meninggalkan Paseban.
"Kanda Narotama bagaimana pendapatmu tentang kondisi Kahuripan ini?"
"Ampun Gusti Prabu, Putri Sanggramawijaya Tunggadewilah harapan kita... Paduka harus memintanya untuk menjadi penerus Paduka karena jika tidak akan terjadi pertumpahan darah..." kata patih Narotama sambil menghaturkan sembah.
"Tapi kanda Narotama bukankah kanda tahu sendiri kalau Sanggramawijaya Tunggadewi tidak mau menjadi penerusku... Sementara Samarawijaya dan Garasakan selalu tidak akur, apa jadinya Kahuripan ini..."
"Hamba tahu Gusti Prabu, tetapi tidak ada salahnya Gusti Prabu mencobanya kembali, mungkin saja Putri Mahkota mau memahami kondisi Kahuripan ini dan bersedia naik tahta..."
"Baiklah kanda Narotama... Aku akan mencoba berbicara dengan Sanggramawijaya... Semoga dia bersedia..." pungkas Sang Prabu dengan suara berat.
Sementara ini di kaputren Putri Mahkota Putri Sanggramawijaya sedang tercenung di beranda kamarnya, tampak air mata menetes di kedua pipinya.
Sebuah peristiwa yang baru saja terjadi membuatnya gundah-gulana, dalam semadinya dirinya mendapat sebuah petunjuk kalau namanya akan dikenal sebagai seorang pertapa suci, dalam petunjuk itu dirinya akan dikenal sebagai Dewi Kilisuci.
"Kalau memang benar petunjuk dalam semadiku tadi berarti diriku bukanlah wanita yang sempurna, bukan wanita seperti wanita-wanita lainya... Oh Dewa apakah diriku tidak bisa seperti kodratnya wanita...?" Air mata Sanggramawijaya terus menetes membasahi kedua pipinya.
Saat itulah ayahandanya datang menemuinya, dengan terburu-buru Sanggramawijaya Tunggadewi menghapus air matanya dan segera menyambut kedatangan ayahandanya Maharaja Airlangga, "Hamba menghaturkan sembah ayahanda, adakah kesalahan ananda sehingga ayahanda dapat menemui ananda..?"
Prabu Airlangga duduk di kursi beranda tanpa menujukkan kegundahannya, "Putriku Sanggramawijaya Tunggadewi, kedatangan ayahanda kesini hanya ingin melihat kondisimu saja... Dan ..." kata Sang Prabu terhenti.
"Ada apakah ayahanda..?"
"Sanggrawijaya, tahukah kamu kelakuan kedua adikmu..? Samarawijaya dan Garasakan sejak kecil..?"
"Tentu saja ananda mengetahuinya ayahanda, Samarawijaya selalu tidak akur dengan Garasakan dalam semua hal".
"Nah itu Sanggramawijaya kamu tahu, tetapi kamu juga mengetahui kalau keduanya sangat menyayangi dan menghormati kakaknya... Keduanya patuh padamu wahai Sanggramawijaya..."
Sanggramawijaya terdiam, dia mulai paham arah pembicaraan ayahandanya yang kembali memintanya untuk menjadi penerus ayahandanya menjadi Narendra di Kahuripan, Sang Prabu kembali bersabda.
"Putriku Sanggramawijaya, prajurit Brajan Impling melaporkan kalau kedua adikmu itu kembali bertikai, yang ayahanda khawatirkan keduanya akan berperang putriku..."
"Sekarang pergilah kalian, terus awasi kedua pangeran itu dan laporkan setiap perkembangan kepadaku..." Prabu Airlangga segera bangkit dari singgasana menghampiri Patih Narotama sementara prajurit Brajan Impling meninggalkan Paseban.
"Kanda Narotama bagaimana pendapatmu tentang kondisi Kahuripan ini?"
"Ampun Gusti Prabu, Putri Sanggramawijaya Tunggadewilah harapan kita... Paduka harus memintanya untuk menjadi penerus Paduka karena jika tidak akan terjadi pertumpahan darah..." kata patih Narotama sambil menghaturkan sembah.
"Tapi kanda Narotama bukankah kanda tahu sendiri kalau Sanggramawijaya Tunggadewi tidak mau menjadi penerusku... Sementara Samarawijaya dan Garasakan selalu tidak akur, apa jadinya Kahuripan ini..."
"Hamba tahu Gusti Prabu, tetapi tidak ada salahnya Gusti Prabu mencobanya kembali, mungkin saja Putri Mahkota mau memahami kondisi Kahuripan ini dan bersedia naik tahta..."
"Baiklah kanda Narotama... Aku akan mencoba berbicara dengan Sanggramawijaya... Semoga dia bersedia..." pungkas Sang Prabu dengan suara berat.
Sementara ini di kaputren Putri Mahkota Putri Sanggramawijaya sedang tercenung di beranda kamarnya, tampak air mata menetes di kedua pipinya.
Sebuah peristiwa yang baru saja terjadi membuatnya gundah-gulana, dalam semadinya dirinya mendapat sebuah petunjuk kalau namanya akan dikenal sebagai seorang pertapa suci, dalam petunjuk itu dirinya akan dikenal sebagai Dewi Kilisuci.
"Kalau memang benar petunjuk dalam semadiku tadi berarti diriku bukanlah wanita yang sempurna, bukan wanita seperti wanita-wanita lainya... Oh Dewa apakah diriku tidak bisa seperti kodratnya wanita...?" Air mata Sanggramawijaya terus menetes membasahi kedua pipinya.
Saat itulah ayahandanya datang menemuinya, dengan terburu-buru Sanggramawijaya Tunggadewi menghapus air matanya dan segera menyambut kedatangan ayahandanya Maharaja Airlangga, "Hamba menghaturkan sembah ayahanda, adakah kesalahan ananda sehingga ayahanda dapat menemui ananda..?"
Prabu Airlangga duduk di kursi beranda tanpa menujukkan kegundahannya, "Putriku Sanggramawijaya Tunggadewi, kedatangan ayahanda kesini hanya ingin melihat kondisimu saja... Dan ..." kata Sang Prabu terhenti.
"Ada apakah ayahanda..?"
"Sanggrawijaya, tahukah kamu kelakuan kedua adikmu..? Samarawijaya dan Garasakan sejak kecil..?"
"Tentu saja ananda mengetahuinya ayahanda, Samarawijaya selalu tidak akur dengan Garasakan dalam semua hal".
"Nah itu Sanggramawijaya kamu tahu, tetapi kamu juga mengetahui kalau keduanya sangat menyayangi dan menghormati kakaknya... Keduanya patuh padamu wahai Sanggramawijaya..."
Sanggramawijaya terdiam, dia mulai paham arah pembicaraan ayahandanya yang kembali memintanya untuk menjadi penerus ayahandanya menjadi Narendra di Kahuripan, Sang Prabu kembali bersabda.
"Putriku Sanggramawijaya, prajurit Brajan Impling melaporkan kalau kedua adikmu itu kembali bertikai, yang ayahanda khawatirkan keduanya akan berperang putriku..."
"Benarkah begitu ayahanda? Biar ananda saja yang akan menasehati keduanya... dimana mereka berdua sekarang ayahanda?" Sanggramawijaya segera bangkit dan hendak meninggalkan kaputren tetapi dicegah Sang Prabu.
"Tunggu Sanggramawijaya... Tunggu dulu, duduklah..." Sanggramawijaya kembali duduk ditempatnya.
"Tunggu Sanggramawijaya... Tunggu dulu, duduklah..." Sanggramawijaya kembali duduk ditempatnya.
"Hanya satu cara untuk mendamaikan Samarawijaya dan Garasakan itu, hanya satu cara... Engkau Sanggramawijaya harus menjadi Ratu Kahuripan menggantikan ayahanda...!"
"Ayahanda... Ananda tidak mampu dan tidak layak menjadi Ratu Kahuripan..."
"Putriku, hanya dengan cara itulah kedua adikmu bisa akur dan Kahuripan ini aman dari perang saudara..."
Sanggramawijaya Tunggadewi tetap bersikeras menolak naik tahta, hal itu semakin membuat Sang Prabu Airlangga semakin murka.
"Sanggramawijaya! Ayahanda kini bukan memintamu lagi tetapi memerintahkanmu menjadi Ratu Kahuripan!"
"Beribu ampun ayahanda... Ananda tidak sanggup... ampun baginda..." jawab Sanggramawijaya dengan menangis tersedu-sedu.
"Sanggramawijaya! Kalau engkau menolak perintah ayahanda akan mengusirmu dari kedaton ini...!!!" kata Sang Prabu dengan geram.
Sanggramawijaya Tunggadewi menangis sejadi-jadinya, hatinya hancur mendengar kata-kata dari ayahandanya yang akan mengusir dirinya dari kedaton Kahuripan.
Sang Prabu Airlangga sendiri merasa menyesal telah mengucapkan sabdanya, kemudian Sang Prabu menghampiri putrinya yang terduduk lunglai dan memegang kedua tangannya.
"Oh Dewa apa yang telah aku ucapkan... Sanggramawijaya maafkan ayahandamu ini putriku..." kata Sang Prabu sambil memeluk erat putri tercintanya itu.
"Sanggramawijaya! Ayahanda kini bukan memintamu lagi tetapi memerintahkanmu menjadi Ratu Kahuripan!"
"Beribu ampun ayahanda... Ananda tidak sanggup... ampun baginda..." jawab Sanggramawijaya dengan menangis tersedu-sedu.
"Sanggramawijaya! Kalau engkau menolak perintah ayahanda akan mengusirmu dari kedaton ini...!!!" kata Sang Prabu dengan geram.
Sanggramawijaya Tunggadewi menangis sejadi-jadinya, hatinya hancur mendengar kata-kata dari ayahandanya yang akan mengusir dirinya dari kedaton Kahuripan.
Sang Prabu Airlangga sendiri merasa menyesal telah mengucapkan sabdanya, kemudian Sang Prabu menghampiri putrinya yang terduduk lunglai dan memegang kedua tangannya.
"Oh Dewa apa yang telah aku ucapkan... Sanggramawijaya maafkan ayahandamu ini putriku..." kata Sang Prabu sambil memeluk erat putri tercintanya itu.
Bagaimanakah kisah selanjutnya? Apakah benar Putri Sanggramawijaya Tunggadewi akan pergi dari Kahuripan ?
Ikuti kisah selanjutnya dibagian-2
Ikuti kisah selanjutnya dibagian-2
0 komentar:
Posting Komentar