Pada tanggal 20 November 2015, kami tim GARDA WILWATIKTA melakukan observasi di sebidang tanah milik warga yang bernama bapak Wahyono. Asal mulanya kenapa kami mengadakan observasi di Dukuh ini karena bapak Wahyono memberi informasi kepada kami sebelumnya pada tanggal 16 November 2015, saat kami berkunjung ke sana bersama seorang Arkeolog Numismatik Indonesia, mas Sofyan Sunaryo Al Jawi. Diceritakan bahwa ketika pak Wahyono menggali tanahnya untuk menanam pohon srikaya, beliau menemukan bata-bata kuno yang bertumpuk tiga, namun bata-bata tersebut kebanyakan telah pecah.
Jumat
20 November 2015, pukul 08.00 WIB kami memulai penggalian tanah untuk observasi,
yaitu untuk melihat apakah benar di bawah permukaan tanah tersebut ada semacam
bangunan atau setidaknya struktur bata kuno. Dengan menggunakan alat seadanya
berupa linggis kami menggali tanah
yang telah ditunjukkan bapak Wahyono.
Setelah
menggali di kedalaman 20 cm, kami menemukan pecahan-pecahan bata yang
berserakan, tidak beraturan. Hal itu membuat kami untuk meneruskan proses
penggalian lebih dalam lagi, dan ternyata di bawah pecahan-pecahan bata
tersebut masih ada bata-bata lain yang susunannya tidak beraturan. Kemudian
kami menggali lagi di kedalaman 35 cm, disana kami menemukan susunan bata yang
mirip pelataran atau lantai bata, namun kebanyakan masih berupa pecahan bata
yang masih mendominasi, walaupun ada beberapa bata yang masih utuh seperti yang
terlihat pada foto.
Ukuran
lubang observasi kami yang semula hanya 50 cm x 50 cm pada 2 hari pertama, kami
lebarkan menjadi 130 cm x 130 cm di hari yang ketiga, karena penasaran kami
mencoba mengangkat beberapa bata ke atas, lalu mencoba menggali tanah di bawah
bata-bata yang telah kami ambil tadi. Setelah menggali beberapa centimeter kami
menemukan pecahan-pecahan tembikar dan gerabah seperti yang terlihat di foto
ini.
Pecahan-pecahan
tembikar tersebut mulai kami temukan di kedalaman ±40 cm, karena tidak mau
penggalian terlalu melebar kami putuskan untuk kembali menutup lubang dimana
banyak temuan tembikar itu ditemukan dengan kembali menutupnya dengan tanah dan
bata seperti semula seperti pada foto berikut.
Namun
ada beberapa pecahan gerabah atau tembikar yang menarik perhatian kami, lalu
kami bersihkan dengan kuas dan mencoba untuk merangkaikannya.
Kami
tidak mengetahui berasal dari manakah pecahan-pecahan gerabah tersebut. Dan
setelah kami coba share di media sosial facebook,
kami mendapat informasi bahwa ternyata pecahan gerabah yang kami temukan
tersebut adalah pecahan fragmen Terakkota Sumur Jobong Mojopahit yang banyak
ditemukan di daerah Trowulan - Mojokerto. Atas saran dan masukan dari seorang
pelestari sejarah dan budaya “Lakon Jagad”,
yang bernama mas Agus Mulyono, kami memutuskan untuk kembali menggali setengah
luas lubang observasi. Kami terpaksa harus mengambili beberapa batu bata dari
tempatnya untuk memudahkan proses penggalian kami.
Jumat
4 Desember 2015, kami melanjutkan kembali observasi seperti yang disarankan oleh
mas Agus Mulyono dari Katerungan-Krian. Pukul 08.30 WIB dimulai proses
penggalian dengan menggunakan peralatan seadanya, Tim GARDA WILWATIKTA mulai
kembali menemukan pecahan-pecahan tembikar dan gerabah. Mulai dari pecahan yang
tipis maupun yang tebal semua kami kumpulkan di atas plastik yang telah tersedia.
Setelah mencapai kedalaman 60 cm kami kembali menemukan pecahan fragmen
Terakkota Sumur Jobong seperti beberapa hari yang lalu. Selanjutnya kami tetap
melanjutkan penggalian hingga mencapai kedalaman ±70 cm, pecahan tembikar yang
kami temukan mulai jarang ditemukan di kedalaman ini. Karena waktu yang tidak
memungkinkan akhirnya kegiatan harus kami akhiri hari itu.
lihat juga videonya disini
Sabtu
5 Desember 2015, observasi kembali kami lakukan dengan melanjutkan penggalian,
tak banyak tembikar yang kami temukan di kedalaman 80 cm. Akhirnya kami
memutuskan untuk menghentikan penggalian dan memilih untuk membersihkan
pecahan-pecahan tembikar dan gerabah yang telah kami temukan.
Senin
7 Desember 2015, observasi tidak bisa kami lanjutkan karena hari Minggu kemarin
hujan mengguyur lokasi seharian, sehingga membuat kondisi tanah lengket dan
becek, sulit untuk meneruskan penggalian dalam kondisi seperti itu.
Ketika kami
mencoba memasukan sebilah kayu ke dalam tanah, kayu itu seperti membentur
sesuatu yang keras sehingga kayu cuma masuk sekitar 15 cm saja. Kami belum bisa
memastikan apa yang menghambat kayu itu masuk. Akhirnya kami memutuskan untuk
berkunjung ke Balai Desa Kedung Sukodani untuk menyampaikan hasil observasi
kami kepada aparat Desa, dan kebetulan bapak Kades sedang ada di kantornya saat
itu, kami pun menyampaikan semua temuan-temuan kami kepada beliau dan
jajarannya.
Sementara
ini kami hanya bisa perlihatkan foto-foto dari tembikar maupun gerabah dari
hasil observasi kami di Dukuh Pulolancing yang sempat kami bersihkan.
Demikianlah
yang sementara bisa kami sampaikan tentang observasi kami di Dukuh ini, Terimakasih.
Walau situs kecil tetap saja BPCB yg memang sudah menjadi tugasnya seharusnya merespon juga pihak pihak yg terkait dlm pelestarian lainnya juga para akademisi
BalasHapussaya sangat tertarik untuk menemukan misteri . haha salam sejarah
BalasHapus