G A R D A W I L W A T I K T A

Blog ini bertujuan sebagai wadah/sarana ilmu pengetahuan, sejarah, mitos, dan juga pencarian jejak-jejak peradaban peninggalan Kerajaan-kerajaan di Nusantara.
Silahkan bagi yang ingin mengikuti komunitas ini kita bisa belajar bersama-sama, karena kami juga sangat minim pengetahuan, dan diharapkan kita bisa sharing berbagai informasi tentang sejarah yang ada di Nusantara ini...

Laman

25 November 2017

Kenapa Banyak Bata Kuno di Makam-makam?


       Respati, Kamis Pahing November 2017. Setelah hampir 3 bulan lebih Komunitas Pecinta Sejarah dan Budaya Garda Wilwatikta akhirnya melakukan penelusuran Jejak Peradaban kembali, ya.. memang waktu dalam 3 bulan itu kita disibukkan dengan berbagai kegiatan lintas komunitas yang tergabung dalam 6 Komunitas di Sidoarjo yang bersama-sama bergotong-royong menggiatkan Pelestarian Sejarah dan Budaya.

Seperti biasa kami berangkat dari Tado sebelum jam 08.00 WIB menuju arah timur menyusuri jalan di tepian sungai Mangetan untuk menelusuri tempat-tempat yang belum sempat kami datangi. Memasuki tempat dimana Lumpang Buyut Tatu yang berada di Dusun Karang Wungu kami berbelok ke kiri memasuki jalanan yang berpaving, lalu berbelok ke kanan menyusuri jalan yang di samping kirinya ada persawahan. Tak jauh dari sana kami berhenti di sebuah Pemakaman Umum yang berada di kanan jalan.



Tanpa banyak kata kami bertiga segera berpencar mencari-cari keberadaan bata kuno di Pemakaman Dusun Karang Wungu itu. Memang tidak banyak yang kami temui, hanya ada beberapa saja bata kuno yang telah beralih fungsi menjadi Nisan. Kebetulan di pemakaman tersebut ada dua orang yang sedang membersihkan makam, salah satu diantaranya memberi info kalau bata-bata kuno di pemakaman ini hanya sedikit, tetapi menurut bapak yang usianya sekitar 60an ini dulu banyak bata kuno terutama di pemakaman kuno yang letaknya di barat pemakaman umum ini. Sementara itu Mas Eko Finda Jayanto bertanya pada bapak yang usianya lebih muda tentang bata kuno, bapak ini menjawab kalau dulu sekali di pemakaman ini khususnya di bagian timur, banyak sekali bata kunonya kalau melakukan penggalian. Dari dialog dengan kedua bapak tersebut dapat kami simpulkan kalau dulu di area pemakaman umum Karang Wungu dan sekitarnya ada bekas peradabannya.



       Dari Pemakaman Umum Karang Wungu ini, perjalanan kami lanjutkan ke arah timur. Di tengah persawahan kami melihat setidaknya ada tiga tempat yang ada pohonnya. Ketiga tempat itu kemungkinan ada punden di daerah Karang Wungu, kerena jalan harus melewati galengan yang baru dibuat oleh petani kami memutuskan untuk tidak masuk ke sana karena tidak enak kalau galengan yang baru dibuat itu rusak karena kami lewati.

Perjalananpun kami lanjutkan membelah dusun Plumpang dan Kedungsari lalu berbelok ke utara menuju arah pasar Surungan. Di tengah perjalanan tersebut kami berhenti karena penasaran ada sebuah gumukan di kiri jalan.


Akhirnya kami pun menuju gumukan tersebut mencari-cari kemungkinan adanya jejak seperti bata kuno atau pecahan gerabah, namun tidak kami temukan. Mungkin tertimbun di dalam tanah atau memang sudah hilang. Dari adanya akses jalan yang hendak dibangun, kemungkinan gumukan ini adalah sebuah punden desa.



Dari gumukan tadi kami menuju Pemakaman Umum desa Penambangan yang berada di utara Balai Desa Penambangan. Memasuki area pemmakaman, kami sudah disuguhi bata-bata kuno yang beralih fungsi menjadi Nisan atau bahkan menjadi alas jalan.



Dalam penelusuran kami di Pemakaman Umum Desa Penambangan ini kami menduga pernah ada sebuah pemukiman di sekitar tempat ini, kami juga berdialog dengan seorang warga yang sedang membersihkan makam tentang asal-muasal bata kuno yang banyak ditemukan disini. Menurut Bapak yang kebetulan kami temui itu, kalau ada warga yang meninggal dunia biasanya akan ada penggalian untuk liang kubur, nah dari penggalian itulah ditemukannya bata-bata kuno itu, yang kemudian dinaikan ke atas dan dibuat Nisan atau sekedar ditata di atasnya. Kebanyakan bata-bata tersebut ditemukan dalam keadaan tidak tertata. Sekitar dua tahun yang lalu Penulis juga pernah menelusuri pemakaman ini dan di sebelah timur pemakaman ini ditemukan sebuah lumpang yang terletak di luar rumah warga.

Setelah cukup membuat dokumentasi perjalanan kami lanjutkan menuju Jeruk Legi. Dalam Naditira Pradesa Amambangi disebut nama-nama pelabuhan sungai yang ada disungai Bengawan Solo dan Sungai Brantas, salah satunya adalah Jruk, Sarbha,Waringin Pitu, Trung. Dari tulisan yang pernah ditulis seorang peneliti dari Kediri yaitu Mas Munib tentang pergeseran aliran Sungai Brantas dan anak-anak sungainya menyebutkan bahwa kemungkinan ketiga pelabuhan yang disebutkan di atas ada di daerah Balongbendo yaitu Sarbha (Dusun Serbo - Bogem Pinggir), Waringin Pitu (Dusun WaringinPitu - Bakalan WringinPitu) dan Jruk (Desa Jeruk Legi).

Dugaan tempat pelabuhan penyeberangan tersebut ada di pemakaman Dusun Sudimoro Desa Jeruk Legi yang berada di sebelah barat sebuah Masjid, terletak diantara dua sungai yaitu Sungai Mas di utara dan anak Sungai Mangetan di sisi selatannya.

Dalam penelusuran kami di area pemakaman itu terdapat bata-bata kuno yang telah beralih fungsi menjadi Nisan atau sekedar ditata diatas makam, sementara di sebelah utara pemakaman itu terdapat aliran Sungai Mas yang mengalir dengan derasnya. Lembah sungai pun cukup lebar, menurut dugaan kami dulu di dekat pelabuhan penyeberangan ada sebuah pasar atau pemukiman yang bekas-bekasnya kini menjadi pemakaman.




       Selanjutnya kami terus menyusuri jalanan yang berada di tepi selatan Sungai Mangetan melewati Jrebeng, Bakalan, Dangsal, Tempel, Watugolong hingga ke selatan menuju Sidorono Bareng Krajan untuk menemui Senior kami yaitu Mas Agus Mulyono yang biasa kami sebut Mbah Mulo.


Dalam perbincangan hangat dengan Mbah Mulo kami ditunjukkan sebuah Makam atau petilasan yang ada di Bareng Krajan yaitu Makam Sentono Rejo yang konon menurut cerita masih ada hubungannya dengan Kadipaten Trung. Dalam perjalanan pulang kami sempatkan mampir kesana. Setelah mencari-cari akhirnya kami menemukan situs yang dimaksudkan.




Sebuah tempat di tengah-tengah pemukiman warga yang tingginya sekitar 2.5 meter dengan dikelilingi tembok bata tanpa lepo. Dibagian timur ada sebuah tangga kecil menuju pintu masuk di atas yang berpintu besi. Diantara anak tangga itu ada beberapa balok andesit yang ditata. Sebenarnya kami mau bertanya atau izin dulu pada warga untuk masuk tetapi tidak ada warga yang terlihat akhirnya kami naik dan mendokumentasikannya. Setelah pintu besi kami buka terdapat bangunan tembok, akhirnya kami memilih masuk lewat kanan. Di sana terdapat dua buah makam yang cukup panjang, diantara dua makam ada semacam lantai yang memisahkannya. Balok batu Andesit menjadi Nisan kedua Makam tersebut. Tentang siapa yang dimakamkan dan bagaimana sejarahnya, kami belum mengetahuinya. Demikianlah catatan ringkas perjalanan hari ini.
Salam Nusantara...
Share:
Komunitas Pecinta Sejarah dan Budaya - GARDA WILWATIKTA Tado Singkalan - "Menapak Jejak, Mematri Semangat, Mengunggah dan Melestarikan Peradaban Nusantara"

Garda Wilwatikta