G A R D A W I L W A T I K T A

Blog ini bertujuan sebagai wadah/sarana ilmu pengetahuan, sejarah, mitos, dan juga pencarian jejak-jejak peradaban peninggalan Kerajaan-kerajaan di Nusantara.
Silahkan bagi yang ingin mengikuti komunitas ini kita bisa belajar bersama-sama, karena kami juga sangat minim pengetahuan, dan diharapkan kita bisa sharing berbagai informasi tentang sejarah yang ada di Nusantara ini...

Laman

13 Agustus 2017

Sabda Enam Sumur Kuno


   Informasi adanya sumur di tepian sungai Brantas kami dengar dari teman kami Sutikno warga Desa Modopuro Mojosari, sekitar akhir tahun 2015 yang silam. Kami dari Garda Wilwatikta yang saat itu melakukan pendataan sampai ke wilayah Modopuro tepatnya di makam Resi Mayangkhara. Dalam perjalanan pulang kami singgah sebentar di warung sebelah utara jembatan darurat itu untuk sekedar minum. Lalu melihat sejenak dari atas ke bawah sungai Brantas tersebut. Dari atas kebun jagung ketika itu kami melihat bata-bata kuno berserakan di dalam air di sisi utara sungai, karena kondisi curam dan air sedang tinggi kami memutuskan tidak turun ke bawah. (lihat catatan "Perjalanan menuju Modopuro").

   Beberapa hari yang lalu saya bersama bapak Hadi seorang pecinta sejarah & budaya dari Tarik, kembali menuju situs tersebut. Dengan dipandu oleh Beliau saya mengikuti dari belakang menembus kebun yang ada di selatan tangkis ke arah barat, mencari jalan yang agak landai untuk turun kebawah, akhirnya pak Hadi turun ke bawah di sisi utara sungai yang airnya sedang surut.



   Ketika pertama turun, pak Hadi yang sejak siang telah menyusuri tempat ini menunjukkan pada saya sebuah sumur yang bentuknya bulat dengan bata-bata yang melengkung.



   Selanjutnya Sabtu sore (Sanaiscara 6 Agustus 2017) beberapa komunitas pecinta Sejarah berkumpul di lokasi untuk bersama-sama mendata temuan di tebing sungai Brantas tersebut, setelah sebelumnya berkumpul di kediaman pak Hadi. Mereka adalah Satrio Puser Mojopahit, Lakon Jagad, Garda Wilwatikta, Balasatya Wetan dan aktivis pergerakan yang dipimpin mas Tri Kisnowo Hadi dari Watesrowo.



   Dari tebing-tebing sungai tersebut tersisa struktur yang diduga sebuah bangunan. Pak Hadi terus menuju ke bawah jembatan menunjuk beberapa titik yang diduga ada jejak peradaban, bahkan menurutnya ada 3 sumur lagi di lokasi ini, hanya saja posisinya lebih kebawah sehingga terendam air. Karena waktu saya yang terbatas akhirnya saya meninggalkan lokasi tetapi sebelum saya pergi mas Sultoni dari Satrio Puser Mojopahit datang untuk meneruskan penelusuran sore itu bersama pak Hadi.



   Setelah melakukan olah lokasi bersama-sama akhirnya kami semua membuat sebuah Maklumat bersama yang isinya seruan untuk melakukan penyelamatan situs di tebing sungai brantas khususnya, dan situs-situs bersejarah lainnya. Mas Tri Kisnowo Hadi dari PPI (Perhimpunan Pergerakan Indonesia) mengusulkan harus ada beberapa orang yang tampil menyampaikan aspirasinya dalam maklumat budaya tersebut. Akhirnya disepakati bahwa Mas Dalang dari Satrio Puser Mojopahit yang menjadi pembukanya, disusul saya sebagai perwakilan dari Balasatya Wetan dan Garda Wilwatikta, lalu Mas Nizar dari Lakon Jagad, serta mas Tri Kisnowo Hadi.


   Masing-masing menyampaikan sesuai dengan kapasitasnya. Mas Dalang menyampaikan ajakan untuk turut serta uri-uri sejarah budaya nenek moyang agar tetap lestari, saya menyampaikan sedikit kronologi sejarah, dilengkapi mas Nizar menjelaskan temuan-temuan artefak yang ada, dan mas Kisnowo Hadi menyampaikan agar pihak-pihak yang punya wewenang dalam pelestarian baik pemerintah maupun independen untuk segera turun tangan menyelamatkan situs tersebut.


   Maklumat budaya tersebut disiarkan secara live melalui media sosial oleh mas Bagus dari PPI untuk disampaikan kepada publik, khususnya media sosial agar diketahui masyarakat bahwa ada sebuah kumpulan beberapa komunitas dalam ikut serta menyelamatkan dan melestarikan peninggalan sejarah dan budaya Nusantara, dengan harapan supaya masyarakat maupun pihak yang berwenang segera melakukan upaya-upaya penyelamatan. Karena jika tidak, dikhawatirkan situs-situs tersebut akan lenyap. Demikianlah, setelah cukup membuat dokumentasi di tebing sungai Brantas tersebut akhirnya kami memutuskan untuk melaporkan temuan itu kepada Kepala Desa setempat.


   Perwakilan dari beberapa komunitas tersebut menyampaikan temuan dan maksud kami pada Kades setempat yang direspon cukup baik oleh Kades. Bahkan Kades pun heran dan bangga akan kedatangan kami. Setelah cukup melaporkan temuan hari itu, kamipun meninggalkan rumah Kades untuk kembali ke rumah masing masing.



   Besar harapan kami agar usaha dan upaya kami ini mendapat respon positif dari masyarakat, pemerintah dan pihak terkait dalam pelestarian sejarah. Akhirnya saya selaku penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya pada seluruh teman dari berbagai komunitas yang mendukung upaya pelestarian Sejarah Budaya Nusantara.

   Mohon maaf bila ada kata dan tindak-tanduk saya, terutama tidak bisa menyebutkan nama satu persatu teman-teman yang hadir, dan atas nama seluruh komunitas yang hadir kami menyampaikan terimakasih. Tak ada beban yang berat bila dipikul bersama-sama...

Rahayu Rahayu Rahayu Sagung Dumadi... Salam Nusantara...


Share:
Komunitas Pecinta Sejarah dan Budaya - GARDA WILWATIKTA Tado Singkalan - "Menapak Jejak, Mematri Semangat, Mengunggah dan Melestarikan Peradaban Nusantara"

Garda Wilwatikta