G A R D A W I L W A T I K T A

Blog ini bertujuan sebagai wadah/sarana ilmu pengetahuan, sejarah, mitos, dan juga pencarian jejak-jejak peradaban peninggalan Kerajaan-kerajaan di Nusantara.
Silahkan bagi yang ingin mengikuti komunitas ini kita bisa belajar bersama-sama, karena kami juga sangat minim pengetahuan, dan diharapkan kita bisa sharing berbagai informasi tentang sejarah yang ada di Nusantara ini...

Laman

28 Januari 2016

Sisi Lain di Dukuh (part 3)

PEMBANTAIAN DI DUKUH

   Malam itu suasana sangat mencekam, langit gelap gulita, petir menyambar seolah mengabarkan sebuah tregedi yang akan terjadi. Angin berhembus semakin kencang, serpihan daun ikut beterbangan. Di sudut pos penjagaan tentara Belanda tampak beberapa orang tentara sedang terkantuk-kantuk, beberapa diantaranya malah tertidur pulas. Malam semakin larut, suasana pun semakin mencekam.
Share:

20 Januari 2016

JEJAK PERADABAN DI PRINGGODANI

   Jika kita mendengar kata Pringgodani, maka kita akan teringat sebuah kerajaan yang ada dikisah pewayangan Jawa dalam serial Mahabharata. Dalam kisah itu Pringgodani adalah sebuah negeri tempat kelahiran Gatot Kaca Otot Kawat Balung Wesi putra dari Werkudara salah satu Pandawa yang terkenal dengan Godo Rujak Polonya.

   Dusun Pringgodani terletak di Desa Bakung Pringgodani Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo. Di sini lekat dengan Mitos Pewayangan, khususnya Gatot Kaca, hal ini sering disebutkan warga kalau di Dusun ini ada sebuah tempat yang dikatakan sebagai Petilasan dari Gatot Kaca, bahkan ada yang mengatakan itu adalah makamnya Gatot Kaca, tempat itu sekarang dinamakan Krapyak oleh warga.
Share:

18 Januari 2016

JEJAK PERADABAN DI KEDUNG MOJO

   Kedung Mojo adalah sebuah Dusun yang berada di Desa Kedung Sukodani Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo. Kami menelusuri Jejak-jejak Peradaban purba mulai dari sebuah tempat yang berada di tengah persawahan sebelah barat Dusun, tempat itu disebut warga sebagai Punden Perbokeso. Perbokeso menurut informasi yang kami peroleh dari beberapa orang warga adalah sosok Leluhur Dusun Kedung Mojo yang pertama kali membabat alas, namun dari nama tersebut warga mengatakan bahwa Mbah Perbokeso adalah seorang Patih dan secara umum tempat tersebut juga dikatakan sebagai Kepatihan. Ketika kami bertanya kenapa namanya berbau nama Tokoh Pewayangan, warga menjawab tidak tahu karena itulah yang mereka dengar dari kakek-nenek mereka. Sedangkan kami mencoba mengartikan nama dari "Kedung Mojo". Kedung yaitu sebuah Kolam atau Danau, sedangkan Mojo mungkin maksudnya adalah wilayah Mojopahit.
Share:

15 Januari 2016

Sisi Lain di Dukuh (Part 2)

TIGA TEMPAT MISTERIUS

   Setelah Joyo Jumeno tewas melayang di udara, sang Adik Pangeran Joyo Subroto matanya nampak berkaca-kaca, dia tampak menyesali kematian saudaranya itu.

"Ohh Kakang Joyo Jumeno, kenapa kita harus saling bertikai? sehingga engkau harus terbunuh Kakang…"

Share:

14 Januari 2016

Blusukan di Desa Kwedenkembar

   Pada tanggal 28 Desember 2015, kami melaporkan hasil observasi di Dukuh ke pihak BPCB Trowulan. Kami menyerahkan laporan proposal kepada BPCB yang diterima langsung oleh bapak Nugroho Lukito selaku staf BPCB. Setelah kami serahkan sepenuhnya kepada pihak BPCB, kami pun pulang menuju sebuah Desa bernama Kweden Kembar.
Share:

11 Januari 2016

Sisi Lain di Dukuh (part 1)

PERTEMPURAN DUA PANGERAN

   Terdengar benturan suara yang menggelegar di atas pepohonan yang melingkar mengelilingi tempat yang asing itu, tampak sesosok lelaki berpakaian khas sebuah kerajaan sedang melayang dan berlatih mempersiapkan jurus-jurus pangkasnya. Terlihat dia menatap ke arah depan dengan tatapan sangat tajam seolah terdapat api yang siap membakar apapun yang dilihatnya. Sementara itu di hadapanya ada saudaranya yang sedang berdiri berkacak pinggang dengan senyum sinis di wajahnya, sesaat terjadi keheningan ….

Share:

OBSERVASI DUGAAN SITUS DUKUH


Pada tanggal 20 November 2015, kami tim GARDA WILWATIKTA melakukan observasi di sebidang tanah milik warga yang bernama bapak Wahyono. Asal mulanya kenapa kami mengadakan observasi di Dukuh ini karena bapak Wahyono memberi informasi kepada kami sebelumnya pada tanggal 16 November 2015, saat kami berkunjung ke sana bersama seorang Arkeolog Numismatik Indonesia, mas Sofyan Sunaryo Al Jawi. Diceritakan bahwa ketika pak Wahyono menggali tanahnya untuk menanam pohon srikaya, beliau menemukan bata-bata kuno yang bertumpuk tiga, namun bata-bata tersebut kebanyakan telah pecah.

Share:

9 Januari 2016

JEJAK PERADABAN DI DUKUH

area persawahan

      Sumur adalah salah satu bukti adanya sebuah Peradaban, karena kehidupan manusia tidak akan jauh dari adanya ketersediaan air. Lebih jelas lagi sumur memang sangat vital bagi kehidupan masyarakat pada saat itu.

 Adanya sumur adalah sebuah pertanda adanya sebuah pemukiman suatu masyarakat, adanya sumur-sumur kuno yang ada di sebuah dusun tentu sangat menarik untuk ditelusuri.



           Dalam penelusuran kami di sebuah dusun yang namanya Pulolancing,  namun tempat itu disebut Dukuh oleh warga , Dukuh hanya terdiri beberapa rumah saja ,  menurut bahasa kuno Dukuh itu maknanya kurang lebih adalah tempat belajar bagi calon pendeta dalam agama Hindu atau mungkin Budha , kalau sekarang semacam Pesantren ( keterangan dari KH.Agus Sunyoto Ketua Lesbumi PBNU ) , kami mendapati adanya informasi dari warga tentang keberadaan Sumur kuno. Kami berusaha menanyakan kepada bapak Masduki salah seorang warga di dusun tersebut mengenai sumur kuno itu.

        Pada mulanya bapak Masduki agak curiga pada kami yang bermaksud melihat sumur itu, namun setelah kami sampaikan tujuan kami pada beliau, akhirnya bapak Masduki bersedia mengantarkan kami menuju sumur kuno itu. Sumur kuno itu terletak di kebun yang bersebelahan dengan tanaman Bambu atau dalam bahasa Jawa disebut Barongan.

       Sumur kuno tersebut tertutup oleh semak-semak yang akan sulit untuk terlihat. Setelah kami periksa Sumur tersebut kami dapat gambaran tentang kondisi Sumur kuno itu, bagian atas sampai dua meter kedalam terlihat seperti disusun ulang oleh warga, terlihat dari bata-batanya yang tidak teratur dan bukan dari bata melengkung seperti bata melengkung khas sumur-sumur kuno bundar Mojopahit yang banyak ditemukan di Trowulan.

sumur pertama


      Di bagian dalam, pada kedalaman 2 meter terlihat susunannya masih asli dengan bata-bata melengkungnya, susunannya masih rapi dan masih terdapat air di sumur ini walau sedikit. Berikut adalah titik koordinat dari sumur kuno tersebut 7°24’58,52”S  112°29’5,77”T.

    Beranjak dari Sumur yang pertama tadi, kami menuju sumur kuno yang kedua, yaitu sebuah sumur yang berada tepat di belakang rumah seorang warga. Menurut keterangan seorang warga, di dekat sumur itu terdapat sebuah Yoni atau Lumpang, bahkan dahulu di sana pernah ada sebuah pohon Tanjung, namun tiga tahun yang lalu pohon itu telah roboh.


      Seperti tampak foto di atas, tongkat yang dipegang oleh mas Eko Jayanto dulunya ada pohon Tanjung. Sementara Sumur kuno tersebut ada disebelah kanan Yoni tersebut. Kami lalu melihat ke dalam sumur itu, dan yang terlihat bagian atas nampak telah diperbarui namun bagian dasar terlihat bata-bata melengkung menyusun sumur kuno ini. Sumur ini masih ada airnya walau sedikit.
 
sumur kedua
bata melengkung


     Di dekat sumur ini kami juga menemukan sebuah bata yang melengkung, tepatnya di dekat kandang sapi milik warga. Selain itu, terdapat banyak bata-bata kuno yang ada di pekarangan warga baik yang masih utuh maupun yang sudah pecah.


    Dan di dekat tempat tersebut terdapat sebuah makam yang dikeramatkan warga, yaitu makam Mbah Renggo yang mana makamnya terdiri dari bata-bata kuno. Menurut seorang Arkeolog Numismatik Indonesia bapak Sofyan Sunaryo yang pernah sidak ke Dukuh, bata-bata kuno tersebut berasal dari abad kesepuluh Masehi.


            Di posisi inilah seorang warga setempat menemukan struktur bata kuno yang bertumpuk tiga, ketika menggali tanah untuk menanam tanaman. Dan ketika warga ini mencoba untuk menggali di beberapa tempat lain, juga menemukan hal yang sama, namun karena takut warga ini pun tidak berani meneruskannya. Berikut koordinatnya 7°24’57,59”S  112°29’7,58”T.

   Setelah cukup puas menelusuri area sekitar Sumur kuno yang kedua ini, kami segera menuju Sumur kuno yang ketiga, yang ada diujung pemukiman Dukuh ini. Sumur ketiga ini terletak di sebuah pekarangan yang dipenuhi pohon pisang, di sebelah selatan dari rumah Kepala Dusun Pulolancing, Bapak Eko Wiyono.

  Kami segera menuju sumur Kuno yang ketiga itu dan segera melihat kondisinya dari dekat. Dari atas terlihat tumpukan bata-bata yang telah pecah mengelilingi sumur itu. Kemudian kami melihat kondisi sumur pada bagian dalamnya, tampak bagian tengah dalam sumur itu tersusun dari bata-bata yang melengkung namun kami tidak dapat melihat dasarnya karena sumur ini masih ada airnya. Namun pada bagian bawah bata-bata yang melengkung tadi, susunannya terlihat berbeda dari kedua sumur sebelumnya, yaitu bata-bata kuno era Mojopahit berukuran 32.5 cm x 22.5 cm ditata berdiri melingkar, seperti foto dibawah ini.

 
sumur ketiga
lihat juga videonya disini

  Kami tidak mengerti apa susunan tersebut asli atau sudah disusun ulang. Berikut titik koordinatnya 7°24’56,34”S  112°29’9,40”T.

   Setelah beberapa hari kemudian, kami kembali ditunjukkan pada sumur kuno lagi oleh pak Kasun, Eko Wiyono. Sumur keempat ini lokasinya berada agak jauh di belakang rumah warga. Sumur ini sudah tidak ada airnya lagi dan sepertinya sumur ini sudah dialih fungsikan menjadi tempat sampah oleh warga setempat, sehingga sumur ini hampir tidak terlihat lagi karena tumpukan sampahnya. Kami tidak mengetahui apakah susunan sumur itu masih asli atau sudah disusun ulang. Dan kami juga menjumpai adanya batu bata melengkung di sumur itu. Berikut adalah foto dari sumur keempat.

sumur keempat
  Demikianlah penelusuran kami tentang Sumur-sumur kuno yang ada di Dukuh, Dukuh ini termasuk dalam Dusun Pulolancing Desa Kedung Sukodani Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo.


   Untuk membuktikan dugaan kami tentang adanya peradaban di Dukuh ini, kami melalukan Observasi ditanah milik seorang warga yang bersedia tanahnya kami gali untuk membuktikan adanya sebuah bangunan atau setidaknya bata-bata kuno yang terpendam.

   Pada hari Jumat 20 November 2015, kami menuju lokasi yang hendak kami observasi, yaitu di belakang rumah bapak Tri Cahyono, sebuah tanah yang ditanami tanaman Srikaya. Setelah meminta izin dan meminjam sebuah linggis pada pak Wahyono, kami segera menggali tanah yang ditunjuk pak Tri Cahyono. Tanah yang gembur memudahkan kami untuk melakukan proses penggalian.


  Pada kedalaman sekitar 20 cm, kami mulai menemukan pecahan batu bata yang kelihatan bertumpuk. Lubang observasi kami perluas sehingga semakin banyak bata-bata kuno yang terlihat, namun kondisinya pecah dan kurang teratur. Karena cuaca terlalu panas kami pun mengakhiri penggalian pada hari itu. Hasil seperti yang terlihat pada foto diatas.

  Minggu 22 November 2015, kami kembali meneruskan penggalian dengan melebarkan lubang dan memperdalam galian. Pada kali ini kami memutuskan untuk mengambili bata-bata kecil (pecahan bata) yang ada di bagian atas, karena menurut kami itu bukanlah bagian bangunan, namun kami masih bingung bangunan apa yang sebenarnya. Kedalaman penggalian mencapai 35 cm, menurut kami bata-bata ini luas sekali persebarannya karena terus ada di setiap kali kami memperluas lubang observasi, karena waktu kami sedikit akhirnya kami putuskan untuk mengakhiri penggalian pada hari itu.






  Selasa 24 November 2015, penggalian kami lanjutkan kembali. Lubang kami perluas sampai 130 cm x 130 cm persegi. Kali ini kami mulai menduga 2 hal, yang pertama adalah, mungkin pada zaman Belanda pernah ada yang menemukan bata-bata kuno di Dukuh ini lalu menggunakannya kembali dengan menatanya seperti pelataran bata atau lantai bata. Yang kedua, mungkin saja yang kami temukan dalam penggalian ini memang asli pelataran, sehingga kami memutuskan untuk menghentikan observasi ini dan mengharapkan pak Wahyono melaporkan temuan ini ke pihak Desa setempat, dalam hal ini adalah Desa Kedung Sukodani. Tentunya berharap pihak Desa memperhatikan hal ini dan meneruskan untuk melaporkan kepada BPCB Jawa Timur yang berpusat di Trowulan-Mojokerto, agar segera ditindaklanjuti.

      
  Senin 30 November 2015, kami melaporkan temuan dan hasil observasi kami di Dukuh kepada Pemerintah Desa Kedung Sukodani. Dalam hal ini kami ditemui Kasun Pulolancing, yaitu bapak Eko Wiyono di Balai Desa Kedung Sukodani. Mengharapkan agar pihak Desa segera melihat kondisi di lapangan dan segera berkoordinasi dengan pemilik tanah untuk meneruskannya kepada BPCB Jawa Timur di Trowulan-Mojokerto.

Bapak Eko Wiyono (sebelah kanan)
kami berdialog dengan Bapak Suwarno
Pada foto di atas tampak seorang warga yang bernama Bapak Suwarno (mantan kades) sedang berdialog dengan kami di lokasi observasi. Kami memang sangat mengharapkan seluruh warga turut serta dalam melestarikan peninggalan yang ada di Dukuh ini maupun di Desa Kedung Sukodani umumnya.
           
  Berikut foto kegiatan Tim GARDA WILWATIKTA di Dukuh beberapa hari terakhir ini, juga temuan pecahan-pecahan tembikar dan gerabah.





  Dari temuan pecahan tembikar maupun gerabah, kami mendapatkan berbagai jenis, salah satunya adalah pecahan Terakkota bagian atas dari Sumur Jobong khas Mojopahit yang banyak ditemukan di Trowulan. Juga terdapat pecahan keramik khas Cina dan masih banyak lagi yang belum dapat kami identifikasi. Semoga hal ini dapat menggugah perhatian warga setempat untuk bersama-sama Tim GARDA WILWATIKTA melestarikan peninggalan peradaban di Dukuh ini maupun Desa Kedung Sukodani pada umumnya.

       
  Untuk menindaklanjuti temuan dugaan situs Dukuh, kami membuat surat laporan yang ditujukan  ke Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB), di Trowulan-Mojokerto. Berikut gambar dari suratnya.

surat kepada BPCB Trowulan

Surat tersebut telah dibaca dan diterima oleh Bapak Nugroho Lukito, salah seorang staff di BPCB Trowulan. Semoga akan ada tindak lanjut dari instansi pemerintah tersebut.

Bapak Nugroho Lukito

Demikianlah yang bisa kami sampaikan, kurang lebihnya kami mohon maaf yang sebesar-besarnya, kami juga menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Tri Cahyono dan isteri yang telah memberikan izin kepada kami untuk melakukan observasi di tanah miliknya, serta semua warga Dukuh pada umumnya. Terimakasih...
download PDF, klik disini




................................................................................
Lihat juga sisi lain dari Dukuh, klik disini


Share:

7 Januari 2016

JEJAK PERADABAN DI DUSUN TADO

Dusun Tado terletak di Desa Singkalan Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo, letaknya yang berada di tepi selatan Sungai Mas dan dibelah oleh Sungai Mangetan merupakan posisi yang strategis. Bicara mengenai jejak peradaban yang ada di Dusun ini setidaknya terdapat 3 titik :
1. Sekitar Makam Ndoro Raden Ayu yang berada di tengah pemakaman umum Dusun Tado.
2. Sekitar Punden Kyai Kesambi yang letaknya sekarang berada dalam area pabrik PT. Tjiwi Kimia.
3. Sekitar Punden Doro yang letaknya di persawahan Tado utara. Menurut Pendapat mas Dewa Angga dari Artefak Nusantara kemungkinan kata Tado berasal dari kata i Tda, sebuah tempat kuno yang disebutkan dalam Prasasti Trowulan 1 yang menjelaskan tentang nama nama Pelabuhan Sungai yang ada di Sungai Brantas dan Bengawan Solo, Prasasti ini dikeluarkan tahun 1358 Masehi oleh Sri Rajasanagara atau Prabu Hayam Wuruk. 

     Pertama, kita menelusuri sekitar makam Ndoro Raden Ayu. Menurut kisahnya, Ndoro Raden Ayu merupakan salah seorang putri/tokoh penting Kerajaan Mojopahit, hal ini kami dapatkan informasinya dari juru kunci (kuncen) dan warga lainnya.

dialog dengan seorang kuncen, pak Syamsi
makam Ndoro Raden Ayu
     Sekarang ini makam Ndoro Raden Ayu sekeluarga berada di tengah makam Dusun Tado. Dari penelusuran kali ini terdapat beberapa bata kuno yang berubah fungsi menjadi batu nisan dan juga terdapat sepasang nisan yang terbuat dari batu andesit.



    Di sebelah timur pemakaman Tado terdapat sebuah kebun yang masih wingit, kebanyakan ditumbuhi oleh pohon bambu dan pohon mangga. Dalam penelusuran kami terdapat sebuah sumur kuno yang telah terpendam dan pecahan bata kuno yang teronggok di kebun itu. Kami menduga di kebun inilah terdapat bangunan yang tersembunyi. Di sebelah barat pemakaman kini menjadi tempat pemukiman warga. Kami juga mendapat informasi bahwa terdapat beberapa sumur kuno beserta batu pipisan di rumah warga, dan juga sisa-sisa bata kuno di sekitar area masjid.

batu pipisan
    Selanjutnya kita menelusuri jejak peradaban yang ada di Punden Kyai Kesambi yang letaknya berada di area pabrik PT. Tjiwi Kimia, tepatnya di Dusun Tado Selatan.


    Di punden ini terdapat 3 pohon besar, salah satunya pohon Kecacil. Karena letaknya yang berada di dalam pabrik maka kami tidak bisa menelusurinya. Hanya beberapa kisah yang menggambarkan di tempat itu, salah satu kisahnya bahwa tempat itu merupakan tapal batas antara Mojopahit dan Kahuripan. Salah seorang warga bermimpi kalau dia pernah dipersilahkan masuk ke dalam sebuah bagian yang indah di dalam Keraton, dan dalam mimpinya warga tersebut disambut barisan dayang-dayang yang berjajar, karena ketakutan warga tersebut lari dan dia terbangun dari tidurnyaDugaan kami di bawah pepohonan Punden Kesambi tersebut ada struktur bangunan/pondasi kunonya.

    Pembahasan berlanjut pada sebuah Punden yang dinamakan oleh warga sebagai Punden Doro. Punden Doro terletak di persawahan Tado Utara, tepatnya berada sekitar 200 meter sebelah timur dari lapangan Tado dan bersebelahan dengan kandang ayam.

nampak dari atas
nampak dari utara punden
   Menurut informasi salah seorang warga, menyebutkan bahwa dulu pernah terjadi pertemuan antara jendral-jendral Mongolia dengan Sanggramawijaya beserta para pengikutnya untuk bersekutu menyerang Kerajaan Daha di punden Doro. 
Dalam penelusuran ini kami belum mendapatkan artefak apapun di sekitar Punden tersebut. Dan ada kisah lain tentang Punden tersebut, yaitu pada setiap Jum’at Legi sering terlihat Kereta Kencana dari Ratu Kidul yang muncul dari selatan menuju Punden Doro untuk mengadakan sebuah pertemuan tidak jelas. Pertemuan apakah itu ???

   Sekian penelusuran jejak peradaban yang ada di Dusun Tado, kurang lebihnya kami mohon maaf yang sebesar-besarnya, terima kasih...
Share:

5 Januari 2016

JEJAK PERADABAN PURBA DI TEMENGGUNGAN

Dusun Temenggungan adalah salah satu Dusun yang ada di Desa Bakung Temenggungan Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo. Mendengar nama Dusun ini kita akan teringat pada sebuah nama jabatan di masa klasik, yaitu Temenggungan atau warga setempat cukup menyebutnya dengan Nggungan saja.

Dalam penelusuran Jejak Peradaban kali ini kami mencoba mencari tahu kenapa Dusun yang terletak di Jalan Nasional Surabaya-Mojokerto ini disebut Dusun Temenggungan, dan tentu saja tetap menelusuri jejak persebaran bata-bata kunonya. Kami memasuki pemakaman Dusun Temenggungan yang ada di utara jalan raya, kebetulan di dalam pemakaman itu ada seseorang yang sedang bersih-bersih makam dengan memakai sapu lidi. Kami segera menghampiri bapak tersebut, yang ternyata adalah seorang Juru Kunci (kuncen) pemakaman tersebut, bapak itu bernama Bapak Sukastono.
Share:

JEJAK PERADABAN PURBA DI DUSUN PLUMPUNG

   Plumpung adalah sebuah Dusun yang ada di Desa Bakung Pringgodani Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo. Dusun Plumpung terletak di pesisir selatan Sungai Mas dan pesisir utara Sungai Mangetan. Kami tidak mendapat informasi tentang arti dari nama "Plumpung" secara jelas, hanya saja dari penelusuran Jejak Peradaban Purba kami menduga ada bekas Peradaban di Dusun ini.
Share:

JEJAK PERADABAN PURBA DI CIRO WETAN

   Di dusun Ciro Wetan kami menelusuri jejak–jejak peradaban yang ada di sana. Ada di dua tempat yang kami telusuri, yang pertama ada di pemakaman Dusun Ciro Wetan, yang kedua ada di tengah-tengah persawahan Dusun Ciro Wetan, di situ terdapat punden Mbah Sarinten dan sejumlah gumukan yang terindikasi banyak batu bata kunonya.
Share:

3 Januari 2016

JEJAK PERADABAN DI DUSUN CIRO KULON

   Ciro Kulon adalah salah satu Dusun yang berada di wilayah Desa Bakung Temenggungan Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo. Letaknya berada di paling ujung barat, berbatasan dengan Dusun Tado Desa Singkalan.

   Kami mencoba menelusuri jejak-jejak peradaban yang mungkin ada di Dusun ini. Perhatian kami langsung tertuju pada pemakaman umum di Ciro Kulon, kami mendapati banyak sekali batu bata kuno (berukuran 32,5 cm x 22,5 cm) yang dijadikan sebagai nisan, pembatas pemakaman, bahkan dijadikan patelah (alas jalan). Dari situ kami juga mendapati sepasang nisan yang terbuat dari batu andesit yang berada di ujung barat pemakaman.

   Di tengah-tengah pemakaman terdapat sebuah makam yang dikeramatkan yaitu makam "Mbah Kyai Jimat". Tidak banyak yang kami ketahui tentang siapa jati diri Mbah Kyai Jimat tersebut, juga tidak mengetahui darimana asal-muasal batu bata kuno maupun batu andesit tersebut.

Share:
Komunitas Pecinta Sejarah dan Budaya - GARDA WILWATIKTA Tado Singkalan - "Menapak Jejak, Mematri Semangat, Mengunggah dan Melestarikan Peradaban Nusantara"

Garda Wilwatikta

Blog Archive