28 Januari 2016
Sisi Lain di Dukuh (part 3)
PEMBANTAIAN
DI DUKUH
Malam
itu suasana sangat mencekam, langit gelap gulita, petir menyambar seolah
mengabarkan sebuah tregedi yang akan terjadi. Angin berhembus semakin kencang, serpihan daun ikut beterbangan. Di sudut pos penjagaan tentara Belanda tampak
beberapa orang tentara sedang terkantuk-kantuk, beberapa diantaranya malah
tertidur pulas. Malam semakin larut, suasana pun semakin mencekam.
20 Januari 2016
JEJAK PERADABAN DI PRINGGODANI
Jika kita mendengar kata
Pringgodani, maka kita akan teringat sebuah kerajaan yang ada dikisah pewayangan
Jawa dalam serial Mahabharata. Dalam kisah itu Pringgodani adalah sebuah negeri tempat kelahiran Gatot Kaca Otot Kawat Balung Wesi
putra dari Werkudara salah satu Pandawa yang terkenal dengan Godo Rujak Polonya.
Dusun Pringgodani terletak di Desa Bakung Pringgodani Kecamatan
Balongbendo Kabupaten Sidoarjo. Di sini lekat dengan Mitos Pewayangan, khususnya
Gatot Kaca, hal ini sering disebutkan warga kalau di Dusun ini ada sebuah
tempat yang dikatakan sebagai Petilasan dari Gatot Kaca, bahkan ada yang mengatakan
itu adalah makamnya Gatot Kaca, tempat itu sekarang dinamakan Krapyak oleh warga.
18 Januari 2016
JEJAK PERADABAN DI KEDUNG MOJO
Kedung Mojo adalah sebuah Dusun yang berada di
Desa Kedung Sukodani Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo. Kami menelusuri
Jejak-jejak Peradaban purba mulai dari sebuah tempat yang berada di tengah
persawahan sebelah barat Dusun, tempat itu disebut warga sebagai Punden
Perbokeso. Perbokeso menurut informasi yang kami peroleh dari beberapa orang
warga adalah sosok Leluhur Dusun Kedung Mojo yang pertama kali membabat alas,
namun dari nama tersebut warga mengatakan bahwa Mbah Perbokeso adalah
seorang Patih dan secara umum tempat tersebut juga dikatakan sebagai Kepatihan. Ketika kami bertanya kenapa namanya berbau nama Tokoh Pewayangan, warga
menjawab tidak tahu karena itulah yang mereka dengar dari kakek-nenek mereka.
Sedangkan kami mencoba mengartikan nama dari "Kedung Mojo". Kedung yaitu sebuah Kolam atau
Danau, sedangkan Mojo mungkin maksudnya adalah wilayah Mojopahit.
15 Januari 2016
Sisi Lain di Dukuh (Part 2)
TIGA TEMPAT MISTERIUS
Setelah Joyo Jumeno tewas melayang di udara, sang Adik Pangeran Joyo Subroto matanya nampak berkaca-kaca, dia tampak menyesali kematian saudaranya itu.
"Ohh Kakang Joyo Jumeno, kenapa kita harus saling bertikai? sehingga engkau harus terbunuh Kakang…"
14 Januari 2016
Blusukan di Desa Kwedenkembar
Pada tanggal 28 Desember 2015, kami
melaporkan hasil observasi di Dukuh ke pihak BPCB Trowulan. Kami menyerahkan
laporan proposal kepada BPCB yang diterima langsung oleh bapak Nugroho Lukito selaku
staf BPCB. Setelah kami serahkan sepenuhnya kepada pihak BPCB, kami pun pulang menuju
sebuah Desa bernama Kweden Kembar.
11 Januari 2016
Sisi Lain di Dukuh (part 1)
PERTEMPURAN DUA PANGERAN
Terdengar benturan suara yang menggelegar di
atas pepohonan yang melingkar mengelilingi tempat yang asing itu, tampak
sesosok lelaki berpakaian khas sebuah kerajaan sedang melayang dan berlatih mempersiapkan
jurus-jurus pangkasnya. Terlihat dia menatap ke arah depan dengan tatapan
sangat tajam seolah terdapat api yang siap membakar apapun yang dilihatnya. Sementara
itu di hadapanya ada saudaranya yang sedang berdiri berkacak pinggang dengan
senyum sinis di wajahnya, sesaat terjadi keheningan ….
OBSERVASI DUGAAN SITUS DUKUH
Pada tanggal 20 November 2015, kami tim GARDA WILWATIKTA melakukan observasi di sebidang tanah milik warga yang bernama bapak Wahyono. Asal mulanya kenapa kami mengadakan observasi di Dukuh ini karena bapak Wahyono memberi informasi kepada kami sebelumnya pada tanggal 16 November 2015, saat kami berkunjung ke sana bersama seorang Arkeolog Numismatik Indonesia, mas Sofyan Sunaryo Al Jawi. Diceritakan bahwa ketika pak Wahyono menggali tanahnya untuk menanam pohon srikaya, beliau menemukan bata-bata kuno yang bertumpuk tiga, namun bata-bata tersebut kebanyakan telah pecah.
9 Januari 2016
JEJAK PERADABAN DI DUKUH
area persawahan |
Sumur
adalah salah satu bukti adanya sebuah Peradaban, karena kehidupan manusia tidak
akan jauh dari adanya ketersediaan air. Lebih jelas lagi sumur memang sangat
vital bagi kehidupan masyarakat pada saat itu.
Adanya sumur adalah sebuah pertanda adanya
sebuah pemukiman suatu masyarakat, adanya sumur-sumur kuno yang ada di sebuah
dusun tentu sangat menarik untuk ditelusuri.
Dalam
penelusuran kami di sebuah dusun yang namanya Pulolancing, namun tempat itu disebut Dukuh oleh warga , Dukuh hanya terdiri beberapa rumah saja , menurut bahasa kuno Dukuh itu maknanya kurang lebih adalah tempat belajar bagi calon pendeta dalam agama Hindu atau mungkin Budha , kalau sekarang semacam Pesantren ( keterangan dari KH.Agus Sunyoto Ketua Lesbumi PBNU ) , kami mendapati adanya informasi dari warga
tentang keberadaan Sumur kuno. Kami berusaha menanyakan kepada bapak Masduki
salah seorang warga di dusun tersebut mengenai sumur kuno itu.
Pada
mulanya bapak Masduki agak curiga pada kami yang bermaksud melihat sumur itu,
namun setelah kami sampaikan tujuan kami pada beliau, akhirnya bapak Masduki
bersedia mengantarkan kami menuju sumur kuno itu. Sumur kuno itu terletak di
kebun yang bersebelahan dengan tanaman Bambu atau dalam bahasa Jawa disebut Barongan.
Sumur
kuno tersebut tertutup oleh semak-semak yang akan sulit untuk terlihat. Setelah
kami periksa Sumur tersebut kami dapat gambaran tentang kondisi Sumur kuno itu,
bagian atas sampai dua meter kedalam terlihat seperti disusun ulang oleh warga,
terlihat dari bata-batanya yang tidak teratur dan bukan dari bata melengkung seperti bata melengkung khas sumur-sumur kuno
bundar Mojopahit yang banyak ditemukan di Trowulan.
sumur pertama |
Di
bagian dalam, pada kedalaman 2 meter terlihat susunannya masih asli dengan
bata-bata melengkungnya, susunannya masih rapi dan masih terdapat air di sumur
ini walau sedikit. Berikut adalah titik koordinat dari sumur kuno tersebut 7°24’58,52”S 112°29’5,77”T.
Beranjak
dari Sumur yang pertama tadi, kami menuju sumur kuno yang kedua, yaitu sebuah
sumur yang berada tepat di belakang rumah seorang warga. Menurut keterangan seorang
warga, di dekat sumur itu terdapat sebuah Yoni atau Lumpang, bahkan dahulu di sana
pernah ada sebuah pohon Tanjung, namun tiga tahun yang lalu pohon itu telah
roboh.
Seperti
tampak foto di atas, tongkat yang dipegang oleh mas Eko Jayanto dulunya ada
pohon Tanjung. Sementara Sumur kuno tersebut ada disebelah kanan Yoni tersebut.
Kami lalu melihat ke dalam sumur itu, dan yang terlihat bagian atas nampak
telah diperbarui namun bagian dasar terlihat bata-bata melengkung menyusun
sumur kuno ini. Sumur ini masih ada airnya walau sedikit.
Di
dekat sumur ini kami juga menemukan sebuah bata yang melengkung, tepatnya di dekat
kandang sapi milik warga. Selain itu, terdapat banyak bata-bata kuno yang ada
di pekarangan warga baik yang masih utuh maupun yang sudah pecah.
Dan di dekat
tempat tersebut terdapat sebuah makam yang dikeramatkan warga, yaitu makam Mbah Renggo yang mana makamnya terdiri
dari bata-bata kuno. Menurut seorang Arkeolog Numismatik Indonesia bapak Sofyan
Sunaryo yang pernah sidak ke Dukuh, bata-bata kuno tersebut berasal dari abad
kesepuluh Masehi.
Di
posisi inilah seorang warga setempat menemukan struktur bata kuno yang
bertumpuk tiga, ketika menggali tanah untuk menanam tanaman. Dan ketika warga
ini mencoba untuk menggali di beberapa tempat lain, juga menemukan hal yang
sama, namun karena takut warga ini pun tidak berani meneruskannya. Berikut
koordinatnya 7°24’57,59”S 112°29’7,58”T.
Setelah
cukup puas menelusuri area sekitar Sumur kuno yang kedua ini, kami segera
menuju Sumur kuno yang ketiga, yang ada diujung pemukiman Dukuh ini. Sumur
ketiga ini terletak di sebuah pekarangan yang dipenuhi pohon pisang, di sebelah
selatan dari rumah Kepala Dusun Pulolancing, Bapak Eko Wiyono.
Kami
segera menuju sumur Kuno yang ketiga itu dan segera melihat kondisinya dari
dekat. Dari atas terlihat tumpukan bata-bata yang telah pecah mengelilingi
sumur itu. Kemudian kami melihat kondisi sumur pada bagian dalamnya, tampak
bagian tengah dalam sumur itu tersusun dari bata-bata yang melengkung namun
kami tidak dapat melihat dasarnya karena sumur ini masih ada airnya. Namun pada
bagian bawah bata-bata yang melengkung tadi, susunannya terlihat berbeda dari
kedua sumur sebelumnya, yaitu bata-bata kuno era Mojopahit berukuran 32.5 cm x
22.5 cm ditata berdiri melingkar, seperti foto dibawah ini.
lihat juga videonya disini
Setelah
beberapa hari kemudian, kami kembali ditunjukkan pada sumur kuno lagi oleh pak
Kasun, Eko Wiyono. Sumur keempat ini lokasinya berada agak jauh di belakang
rumah warga. Sumur ini sudah tidak ada airnya lagi dan sepertinya sumur ini
sudah dialih fungsikan menjadi tempat sampah oleh warga setempat, sehingga sumur
ini hampir tidak terlihat lagi karena tumpukan sampahnya. Kami tidak mengetahui
apakah susunan sumur itu masih asli atau sudah disusun ulang. Dan kami juga menjumpai
adanya batu bata melengkung di sumur itu. Berikut adalah foto dari sumur
keempat.
sumur keempat |
Demikianlah
penelusuran kami tentang Sumur-sumur kuno yang ada di Dukuh, Dukuh ini termasuk
dalam Dusun Pulolancing Desa Kedung Sukodani Kecamatan Balongbendo Kabupaten
Sidoarjo.
Untuk
membuktikan dugaan kami tentang adanya peradaban di Dukuh ini, kami melalukan
Observasi ditanah milik seorang warga yang bersedia tanahnya kami gali untuk
membuktikan adanya sebuah bangunan atau setidaknya bata-bata kuno yang
terpendam.
Pada
hari Jumat 20 November 2015, kami menuju lokasi yang hendak kami observasi, yaitu
di belakang rumah bapak Tri Cahyono, sebuah tanah yang ditanami tanaman Srikaya.
Setelah meminta izin dan meminjam sebuah linggis
pada pak Wahyono, kami segera menggali tanah yang ditunjuk pak Tri Cahyono. Tanah
yang gembur memudahkan kami untuk melakukan proses penggalian.
Pada
kedalaman sekitar 20 cm, kami mulai menemukan pecahan batu bata yang kelihatan
bertumpuk. Lubang observasi kami perluas sehingga semakin banyak bata-bata kuno
yang terlihat, namun kondisinya pecah dan kurang teratur. Karena cuaca terlalu
panas kami pun mengakhiri penggalian pada hari itu. Hasil seperti yang terlihat
pada foto diatas.
Minggu
22 November 2015, kami kembali meneruskan penggalian dengan melebarkan lubang
dan memperdalam galian. Pada kali ini kami memutuskan untuk mengambili bata-bata
kecil (pecahan bata) yang ada di bagian atas, karena menurut kami itu bukanlah
bagian bangunan, namun kami masih bingung bangunan apa yang sebenarnya.
Kedalaman penggalian mencapai 35 cm, menurut kami bata-bata ini luas sekali
persebarannya karena terus ada di setiap kali kami memperluas lubang observasi,
karena waktu kami sedikit akhirnya kami putuskan untuk mengakhiri penggalian
pada hari itu.
Selasa
24 November 2015, penggalian kami lanjutkan kembali. Lubang kami perluas sampai
130 cm x 130 cm persegi. Kali ini kami mulai menduga 2 hal, yang pertama adalah,
mungkin pada zaman Belanda pernah ada yang menemukan bata-bata kuno di Dukuh
ini lalu menggunakannya kembali dengan menatanya seperti pelataran bata atau lantai
bata. Yang kedua, mungkin saja yang kami temukan dalam penggalian ini
memang asli pelataran, sehingga kami memutuskan untuk menghentikan observasi
ini dan mengharapkan pak Wahyono melaporkan temuan ini ke pihak Desa setempat,
dalam hal ini adalah Desa Kedung Sukodani. Tentunya berharap pihak Desa memperhatikan
hal ini dan meneruskan untuk melaporkan kepada BPCB Jawa Timur yang berpusat di
Trowulan-Mojokerto, agar segera ditindaklanjuti.
Senin
30 November 2015, kami melaporkan temuan dan hasil observasi kami di Dukuh
kepada Pemerintah Desa Kedung Sukodani. Dalam hal ini kami ditemui Kasun Pulolancing,
yaitu bapak Eko Wiyono di Balai Desa Kedung Sukodani. Mengharapkan agar pihak
Desa segera melihat kondisi di lapangan dan segera berkoordinasi dengan pemilik
tanah untuk meneruskannya kepada BPCB Jawa Timur di Trowulan-Mojokerto.
Bapak Eko Wiyono (sebelah kanan) |
kami berdialog dengan Bapak Suwarno |
Pada
foto di atas tampak seorang warga yang bernama Bapak Suwarno (mantan
kades) sedang berdialog dengan kami di lokasi observasi. Kami memang sangat
mengharapkan seluruh warga turut serta dalam melestarikan peninggalan yang ada
di Dukuh ini maupun di Desa Kedung Sukodani umumnya.
Berikut foto kegiatan
Tim GARDA WILWATIKTA di Dukuh beberapa hari terakhir ini, juga temuan pecahan-pecahan
tembikar dan gerabah.
Dari
temuan pecahan tembikar maupun gerabah, kami mendapatkan berbagai jenis,
salah satunya adalah pecahan Terakkota bagian atas dari Sumur Jobong khas
Mojopahit yang banyak ditemukan di Trowulan. Juga terdapat pecahan keramik khas
Cina dan masih banyak lagi yang belum dapat kami identifikasi. Semoga hal ini
dapat menggugah perhatian warga setempat untuk bersama-sama Tim GARDA
WILWATIKTA melestarikan peninggalan peradaban di Dukuh ini maupun Desa Kedung
Sukodani pada umumnya.
Untuk
menindaklanjuti temuan dugaan situs Dukuh, kami membuat surat laporan yang
ditujukan ke Balai Pelestarian Cagar
Budaya (BPCB), di Trowulan-Mojokerto. Berikut gambar dari suratnya.
surat kepada BPCB Trowulan |
Surat
tersebut telah dibaca dan diterima oleh Bapak Nugroho Lukito, salah seorang
staff di BPCB Trowulan. Semoga akan ada tindak lanjut dari instansi pemerintah
tersebut.
Bapak Nugroho Lukito |
Demikianlah
yang bisa kami sampaikan, kurang lebihnya kami mohon maaf yang sebesar-besarnya,
kami juga menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Tri
Cahyono dan isteri yang telah memberikan izin kepada kami untuk melakukan
observasi di tanah miliknya, serta semua warga Dukuh pada umumnya. Terimakasih...
download PDF, klik disini
................................................................................
7 Januari 2016
JEJAK PERADABAN DI DUSUN TADO
Dusun
Tado terletak di Desa Singkalan Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo, letaknya yang berada di tepi selatan Sungai Mas dan dibelah oleh Sungai Mangetan merupakan
posisi yang strategis. Bicara mengenai jejak peradaban yang ada di Dusun ini setidaknya terdapat 3 titik :
1. Sekitar Makam Ndoro Raden Ayu yang berada di tengah pemakaman umum Dusun Tado.
2. Sekitar Punden Kyai Kesambi yang letaknya sekarang berada dalam area pabrik PT. Tjiwi Kimia.
3. Sekitar Punden Doro yang letaknya di persawahan Tado utara. Menurut Pendapat mas Dewa Angga dari Artefak Nusantara kemungkinan kata Tado berasal dari kata i Tda, sebuah tempat kuno yang disebutkan dalam Prasasti Trowulan 1 yang menjelaskan tentang nama nama Pelabuhan Sungai yang ada di Sungai Brantas dan Bengawan Solo, Prasasti ini dikeluarkan tahun 1358 Masehi oleh Sri Rajasanagara atau Prabu Hayam Wuruk.
Pertama, kita menelusuri sekitar
makam Ndoro Raden Ayu. Menurut kisahnya, Ndoro Raden Ayu merupakan salah seorang
putri/tokoh penting Kerajaan Mojopahit, hal ini kami dapatkan informasinya dari
juru kunci (kuncen) dan warga lainnya.
makam Ndoro Raden Ayu |
Sekarang ini makam Ndoro Raden Ayu sekeluarga berada di
tengah makam Dusun Tado. Dari penelusuran kali ini terdapat beberapa bata kuno
yang berubah fungsi menjadi batu nisan dan juga terdapat sepasang nisan yang terbuat dari
batu andesit.
Di sebelah timur pemakaman Tado
terdapat sebuah kebun yang masih wingit, kebanyakan ditumbuhi oleh pohon bambu dan pohon
mangga. Dalam penelusuran kami terdapat sebuah sumur kuno yang telah terpendam
dan pecahan bata kuno yang teronggok di kebun itu. Kami menduga di kebun inilah
terdapat bangunan yang tersembunyi. Di sebelah barat pemakaman kini menjadi tempat pemukiman warga. Kami juga mendapat informasi bahwa terdapat beberapa sumur kuno beserta batu pipisan di rumah warga, dan juga sisa-sisa bata kuno di sekitar area masjid.
Selanjutnya kita menelusuri jejak
peradaban yang ada di Punden Kyai Kesambi yang letaknya berada di area pabrik PT. Tjiwi Kimia, tepatnya di Dusun Tado Selatan.
Di punden ini terdapat 3 pohon besar, salah
satunya pohon Kecacil. Karena letaknya yang berada di dalam pabrik maka kami tidak bisa
menelusurinya. Hanya beberapa kisah yang menggambarkan di tempat itu, salah satu
kisahnya bahwa tempat itu merupakan tapal batas antara Mojopahit dan Kahuripan. Salah seorang warga bermimpi kalau dia pernah dipersilahkan masuk ke dalam sebuah
bagian yang indah di dalam Keraton, dan dalam mimpinya warga tersebut disambut barisan
dayang-dayang yang berjajar, karena ketakutan warga tersebut lari dan dia
terbangun dari tidurnya. Dugaan kami di bawah pepohonan Punden Kesambi tersebut ada struktur bangunan/pondasi kunonya.
Pembahasan
berlanjut pada sebuah Punden yang dinamakan oleh warga sebagai Punden Doro.
Punden Doro terletak di persawahan Tado Utara, tepatnya berada sekitar 200 meter sebelah timur dari lapangan Tado dan bersebelahan dengan kandang ayam.
nampak dari atas |
nampak dari utara punden |
Menurut informasi salah seorang warga, menyebutkan bahwa dulu pernah terjadi
pertemuan antara jendral-jendral Mongolia dengan Sanggramawijaya beserta para
pengikutnya untuk bersekutu menyerang Kerajaan Daha di punden Doro.
Dalam
penelusuran ini kami belum mendapatkan artefak apapun di sekitar Punden tersebut. Dan ada kisah
lain tentang Punden tersebut, yaitu pada setiap Jum’at Legi sering terlihat Kereta Kencana dari Ratu Kidul yang muncul dari selatan menuju Punden Doro
untuk mengadakan sebuah pertemuan tidak jelas. Pertemuan apakah itu ???
Sekian penelusuran jejak peradaban
yang ada di Dusun Tado, kurang lebihnya kami mohon maaf yang sebesar-besarnya, terima kasih...
5 Januari 2016
JEJAK PERADABAN PURBA DI TEMENGGUNGAN
Dusun Temenggungan adalah salah satu Dusun yang ada di Desa Bakung
Temenggungan Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo. Mendengar nama Dusun
ini kita akan teringat pada sebuah nama jabatan di masa klasik, yaitu Temenggungan atau warga setempat cukup menyebutnya dengan Nggungan saja.
Dalam penelusuran Jejak
Peradaban kali ini kami mencoba mencari tahu kenapa Dusun yang terletak di
Jalan Nasional Surabaya-Mojokerto ini disebut Dusun Temenggungan, dan tentu saja
tetap menelusuri jejak persebaran bata-bata kunonya. Kami memasuki pemakaman Dusun
Temenggungan yang ada di utara jalan raya, kebetulan di dalam pemakaman itu ada seseorang
yang sedang bersih-bersih makam dengan memakai sapu lidi. Kami
segera menghampiri bapak tersebut, yang ternyata adalah seorang Juru Kunci (kuncen) pemakaman tersebut,
bapak itu bernama Bapak Sukastono.
JEJAK PERADABAN PURBA DI DUSUN PLUMPUNG
Plumpung adalah sebuah Dusun
yang ada di Desa Bakung Pringgodani Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo. Dusun Plumpung terletak di pesisir selatan Sungai Mas dan pesisir utara Sungai
Mangetan. Kami tidak mendapat informasi tentang arti dari nama "Plumpung" secara
jelas, hanya saja dari penelusuran Jejak Peradaban Purba kami menduga ada bekas Peradaban di Dusun ini.
JEJAK PERADABAN PURBA DI CIRO WETAN
Di dusun Ciro
Wetan kami menelusuri jejak–jejak peradaban yang ada di sana. Ada di dua tempat yang kami telusuri, yang pertama
ada di pemakaman Dusun Ciro Wetan, yang kedua ada di tengah-tengah persawahan Dusun
Ciro Wetan, di situ terdapat punden Mbah Sarinten dan sejumlah gumukan yang
terindikasi banyak batu bata kunonya.
3 Januari 2016
JEJAK PERADABAN DI DUSUN CIRO KULON
Ciro Kulon adalah salah satu Dusun yang berada
di wilayah Desa Bakung Temenggungan Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo. Letaknya
berada di paling ujung barat, berbatasan dengan Dusun Tado Desa Singkalan.
Kami
mencoba menelusuri jejak-jejak peradaban yang mungkin ada di Dusun ini. Perhatian kami langsung tertuju pada pemakaman umum di Ciro Kulon, kami mendapati banyak sekali batu bata kuno (berukuran 32,5 cm x
22,5 cm) yang dijadikan sebagai nisan, pembatas pemakaman, bahkan dijadikan patelah (alas jalan). Dari situ kami juga mendapati sepasang nisan yang terbuat dari batu andesit
yang berada di ujung barat pemakaman.
Di tengah-tengah pemakaman terdapat sebuah makam yang dikeramatkan yaitu makam "Mbah Kyai Jimat". Tidak banyak yang kami ketahui tentang siapa jati diri Mbah Kyai Jimat tersebut, juga tidak mengetahui darimana asal-muasal batu bata kuno maupun batu andesit tersebut.
Di tengah-tengah pemakaman terdapat sebuah makam yang dikeramatkan yaitu makam "Mbah Kyai Jimat". Tidak banyak yang kami ketahui tentang siapa jati diri Mbah Kyai Jimat tersebut, juga tidak mengetahui darimana asal-muasal batu bata kuno maupun batu andesit tersebut.